Pandangan mata Zea menyapu halaman sekitar. Tepat pada sudut kamar mandi pria, dia melihat Zafran sedang berdiri sambil merapikan seragam. Zea menarik napas panjang agar bisa bersabar.
Sebenarnya Zea ingin membalas perbuatan Zafran sekarang. Mengingat dirinya masih capek tidak memungkinkan akan menang melawan Zafran. Kalau masalah fisik mudah, tinggal tendang ataupun menjambak rambut Zafran saja sudah beres. Zea tahu bahwa Zafran tidak akan membalas perbuatan kekerasan fisik yang dirinya lakukan. Tapi Zea yakin bahwa Zafran akan membalas Zea dengan berbagai macam perkataan. Dari gombal, masalah percintaan, sampai masalah ingin balikan. Rasanya Zea sudah kenyang oleh itu. Oke, kali ini Zea akan mengalah terlebih dahulu. Kesehatan lebih utama daripada sakit hati karena ulah Zafran.
Zea melanjutkan kegiatannya, yaitu duduk untuk istirahat sambil kipas-kipas. Cuaca hari ini cukup panas. Jadi, wajar saja jika Zea kipas-kipas menggunakan kardus. Apalagi sebelumnya dia baru saja lari memutari lapangan dilanjut membersihkan kamar mandi.
Seketika pikirannya terbawa ke dalam suasana menyedihkan. Dia juga heran mengapa setiap dirinya ingin tenang dan sendiri malah membuatnya mengingat suatu masalah. Akhirnya dia meratapi nasibnya.
"Dulu gue berpikir, mungkin berjalannya waktu ke masa yang akan datang akan membuat kebahagiaan di kehidupan gue, ternyata berbanding terbalik. Kenapa semakin bertambah umur semakin banyak pikiran dan masalah. Sejak kecil, gue memang banyak masalah. Tapi tidak seberat ini," ujar Zea di dalam hati.
Senyum miris tercetak di bibir Zea. Sakit sih. Mungkin setiap orang memiliki kekuatan yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Ada yang dibikin happy, ada yang terlihat sedih, dan ada pula yang biasa-biasa saja. Itu semua tidak bisa disamakan dan tidak bisa dijadikan patokan. Sebab daya pikir orang itu berbeda-beda.
"Andai gue bisa melakukan apa yang gue mau. Tapi sepertinya itu hal yang mustahil. Mungkin gue harus bisa hidup seperti air yang mengalir? Tapi ya kali netral banget hidup gue. Apa mungkin seperti pendakian gunung? Awalnya capek saat perjalanan menuju puncak. Tapi mencapai puncak adalah tujuan mendaki, di sana gue bisa melihat keindahan alam," batin Zea bertanya-tanya.
"Dor!"
"Eh, ayam-ayam!" Teriak Zea reflek. Dia langsung menutup mulutnya menggunakan tangan kanan, kemudian mendongakkan kepala.
Seketika niatnya hancur. Kini seseorang yang dia hindari sudah berada di depan mata. Bahkan yang membuat tambah menjengkelkan, yaitu kelakuannya. Datang tanpa salam main nyelonong begitu saja membuatnya kaget.
Apalagi Zafran malah tertawa terbahak-bahak. Dia seperti orang yang merasa tidak memiliki dosa. Untung saja Zea tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Jadi, aman-aman saja.
"Ngapain lo ke sini?!" Tanya Zea membentak.
"Kangen lo dan mau ngapelin lo lah. Masa iya gue ngapelin closed dan gayung," jawab Zafran dengan cengiran dan mata yang khas, yaitu genit.
"Gue kira mau ngapelin closed dan tahinya. Ingat ya, ini hari Selasa bukan hari Senin, hari ini nggak ada apel. Lagian Lo itu bego atau gimana? Apel dilaksanakan setiap pagi di hari Senin. Mangkanya dinamakan apel pagi. Ngakunya pintar gitu aja nggak tahu. Lo tahunya apa sih?! Gangguin gue mulu!"
"Calon gue nggak boleh ngomong kotor ya. Kalau gitu lagi ntar bakal gue cium. Lagian nih mau apel pagi, siang, sore, malam, gue nggak peduli. Gu--"
"Emang sejak kapan Lo peduli? Yang Lo pedulikan cuma diri Lo sendiri. Apa Lo tahu gimana rasanya peduli kepada orang lain? Udah deh jangan ganggu gue. Gue lagi capek," ujar Zea.
Kali ini Zea benar-benar sangat capek. Dia berbicara dengan nada tinggi dan membuat Zafran bungkam. Akhirnya Zafran pun mengalah tidak ingin membuat Zea semakin kesal kepada dirinya.
Zafran sadar diri. Hukuman yang diterima Zea, tidak murni salah Zea semua. Andai saja dirinya tadi tidak mengusik Zea, pasti Zea tidak akan diberi hukuman tambahan.
Zafran memberanikan diri untuk duduk di samping Zea. Dia memegang tangan Zea. "Ze, maafin gue ya."
Zea langsung menempis tangan Zafran. Dia membelakangi Zafran. Respon Zea membuat Zafran semakin merasa bersalah.
"Ze, maafin gue ya," ujar Zafran lagi.
Zea masih tetap diam saja. Dia lebih memilih untuk kembali ke dunianya lagi. Melamun itu memang menyenangkan. Seakan pikiran kita sedang melayang-layang jauh ke awan. Ditambah saat kedua tangan sudah menyatu dan bersedekap di depan dada. Rasanya nikmat mendunia. Entah itu perasaan sedih ataupun senang.
Namun, sebenarnya melamun itu tidak diperbolehkan. Sebab disaat seseorang sedang melamun, maka pikirannya sedang kosong. Hal itu bisa menjadikan seseorang mudah dimasuki makhluk halus.
"Ze, jawab dong. Gue kan minta maaf. Kalau ada orang minta maaf tapi malah cuma didiamkan saja dosa. Lo mau dosa? Kalau dosa masuk neraka. Kalau ma--"
Belum sempat Zafran menjelaskan secara detail, Zea sudah memotong ucapannya. "Iya-iya gue maafin. Ingat kalau sudah minta maaf nggak boleh diulangi lagi. Lo pasti tahu itu kan?"
Zafran mengangguk mantap dan tersenyum. "Iya, gue paham. Karena itu gue nggak ingin Lo sedih. Gue cuma ingin Lo bahagia. Sebab gue sayang banget sama Lo."
"Diam bisa nggak?! Gue pusing kalau Lo mulai ngomong ngelantur gitu. Gue capek, Zaf!" Bentak Zea.
Zafran terdiam sejenak. Dia mencoba untuk tenang lagi agar Zea tidak terbawa emosi dan membenci dirinya. Setelah beberapa menit diam, Zafran mencoba untuk kembali bersuara.
"Ze?!" Panggil Zafran.
"Apa?"
"Lo kenapa?" Tanya Zafran memegang dahi Zea. Seketika itu juga tangannya langsung ditempis oleh Zea.
"Apa-apaan sih?! Jangan pegang-pegang bisa nggak?!"
Oke, sabar. Kali ini Zafran harus bisa sabar menghadapi Zea. "Lo kenapa? Sensi banget kayak lagi PMS."
"Gue lagi pingin malas-malasan tapi malas. Soalnya lagi malas buat malas-malasan. Karena malas-malasan bikin gue jadi malas dan malas-malasan. Makanya gue nggak mau malas-malasan biar nggak malas buat malas-malasan."
"Terserah lo aja, Zea. Gue malah malas dengernya."
"Ya sudah. Gitu aja ribet. Tinggal diam saja kenapa? Ribet amat. Gue yang sensi ngapain Lo ikutan sensi juga?!"
Sesuai permintaan Zea. Zafran mengikuti perintah Zea untuk diam. Mereka berdua diam.
Jujur saja Zafran lagi bingung terhadap tingkah Zea. Hari ini seperti bukan Zea yang sebenarnya. Tidak ada adu debat berdurasi panjang lebar. Biasanya mereka berdua akan berdebat hal-hal sepele dalam durasi waktu cukup lama.
Di dalam kamus Zea, tidak pernah ada tulisan bahwa dirinya harus mengalah. Saat dirinya sedang malas debat, Zea akan meninggalkan Zafran. Kali ini berbeda, dia tetap duduk di samping Zafran tapi menyuruh Zafran untuk diam. Di tambah tatapannya kosong seperti memikirkan banyak masalah. Namun apalah daya, seorang Zea mana mau dipaksa. Bahkan cerita sedikit tentang keluarganya pun tidak pernah. Sungguh hidupnya banyak rahasia. Dan Zafran hanya bisa menunggu sampai Zea benar-benar membutuhkan bahunya untuk bersandar.
"Ze?!" Panggil Zafran.
"Apa?"
"Kalau Lo ada masalah dan ingin cerita. Gue siap jadi pendengar baik Lo. Kalau Lo butuh Sandara, bahu gue siap buat Lo."
"Apaan sih? Lebay banget deh."
"Gue serius."
"Hmm," gumam Zea.
Suasana menjadi canggung. Tpi Zafran tidak akan membuat hal itu terjadi terus. Dia berusaha mencairkan suasana. Lagian Zafran memang tidak suka dengan suasana canggung untuk seseorang yang biasa dan sudah lama dia kenal.
"Ze!" Panggil Zafran lagi.
"Apa lagi, Zaf? Cerewet banget jadi cowo!" Bentak Zea kesal.
"Lo lihat Thoriq?"
Kedua alis Zea menyatu. "Thoriq?"
"Iya, Thoriq."
Kepala Zea manggut-manggut kemudian berpikir sejenak untuk mengingat-ingat. "Gue tadi lihat Jalan lagi jalan sama Kebo."
"Jalan lagi jalan sama kebo? Lo hari ini kenapa sih?"
"Lo yang kenapa. Thoriq tuh dalam bahasa arab artinya jalan, sedangkan Dimas itu kebo, karena badannya gede kerjanya tidur terus mirip kebo. Jadi, apa salahnya kalau gue panggil mereka Jalan Kebo?"
Zafran tercengang. Memang unik juga jika nama mereka digabungkan. Menurut Zafran, otak Zea benar-benar kreativ. Di samping kreativ juga lucu. Tapi tetap saja Zafran ingin menendang otak Zea agar kembali normal. Saat menonton sinetron, apabila pemainnya kecelakaan, kepalanya sampai terbentur, maka orang itu akan hilang ingatan. Namun apabila kecelakaan lagi dan kepalanya terbentur lagi, maka orang itu akan sembuh dari hilang ingatannya. Maka dari itu, Zafran ingin sekali menendang kepala Zea.
"Lo kok pinter banget ya, jadi ping-" ucapan Zafran terpotong karena Zea.
"Zaf, tolongin gue. Kepala gue sakit banget," ujar Zea sambil merasakan kepalanya terus berdenyut. Badannya terasa lemas. Saat itu juga pandangannya kabur.
"Zea!" Teriak Zafran panik.