Jam menunjukkan tepat pukul dua siang. Rey sudah berada di ruang operasi. Dan Rey terbaring di atas meja operasi dengan di kelilingi Dokter Kabul, Dokter Serly dan para perawat yang sudah siap ingin melakukan pembedahan. Para Dokter dan perawat sudah siap ingin membedah kaki Rey bagian lututnya. Dokter Kabul dan Dokter Serly terlihat sangat fokus ketika sedang membelah lutut Rey. Dokter Kabul menangani pasiennya dengan baik. Sebagai Dokter ia berharap operasinya berjalan dengan lancar.
Di luar depan ruang operasi ada kedua orang tua Rey, sahabatnya, Kakaknya juga ada Stella yang duduk paling pojok sembari merapalkan do'a agar operasinya lancar. Kepalanya menunduk sedari tadi, ia tidak tau jika ada Avie mantannya Rey yang telah memperhatikannya dengan tatapan sinis. Avie tau karena Stella, ia tidak bisa mendekati Rey lagi. Baginya Stella adalah wanita penghalang. Setelah mendengar hubungan Rey dengan Frisca berakhir, Avie mulai mengejar Rey kembali. Tetapi Rey selalu mengabaikannya, karena hati Rey sudah ada nama Stella. Apa lagi sudah ada seorang putra penerus darahnya, jadi hati Rey sudah mantap ingin memiliki Stella.
Dendra sehabis di hajar oleh Vito sampai masuk rumah sakit kemaren. Saat ini sudah berada di dalam jeruji. Sebenernya Vito kemaren belum puas menghajar Dendra karena masih hidup. Kalau tidak ada Om Galang dan Farel mungkin Dendra sudah tidak bernyawa lagi. Kemaren Vito seperti kerasukan iblis. Dia masih tidak terima atas perbuatan Dendra yang sangat licik.
Avie ingin menghampiri Stella, namun keduluan Wia menghampiri Stella juga, sembari membawa air mineral untuk Stella.
"Stella ngapain sendirian disini? Mending gabung di sana sama kita! Ini minum dulu kamu haus kan!" Ujar Wia menawarkan air mineral. Lantas lamunan Stella pun buyar.
"Eh ya Mba Wia terima kasih," ucap Stella tersenyum. Matanya merah menahan tangis. Kenapa ia sudah mau menerima Rey? Tapi Rey kena musibah. Kenapa ia sudah senang putranya akan bertemu dengan Ayah kandungnya? Tapi Tuhan menghalangi. Apa dia tidak pantas mendapat kebahagian?
Sebelum kejadian kecelakaan Stella sudah bahagia mendengar kejujuran Rey, ungkapan Rey. Apa lagi Rey mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Dan juga mendengar Rey ingin mengenalkan dirinya dengan keluarganya, melamarnya, Stella kelihatan bahagia, karena putranya akan bertemu dengan Ayah kandungnya. Namun, sebelum ia mempertemukan putranya dengan Ayahnya, tetapi cobaan menghampirinya.
"Kamu menangis? Rey tidak apa-apa kok percaya deh. Stella apa kamu sudah mulai jatuh cinta dengan si kadal Rey?" Tanya Wia. Stella langsung terkesiap mendengar pertanyaan Wia.
"Em-em-anu Mba!" Jawab Stella terbata sehingga kehilangan kata-kata tidak bisa menjawab.
"Jujur saja sama saya Stella," desak Wia lagi, semakin membuat Stella salah tingkah.
"Nggak apa-apa kalau tidak mau jawab Stella, tapi jangan melamun lagi ya." Stella tersenyum. Wia Managernya sangat baik. Kadang Stella merasa tidak enak dengan karyawan lainnya. Ia takut ada yang iri sama dia. Entah karena apa? Juga Stella tidak tau kenapa Wia memperlakukan Stella sangat istimewa.
Lampu ruang operasi di matikan. Itu tandanya operasinya sudah selasai. Mama Nancy deg-degan, gimana operasinya, apa lancar, apa Rey akan berjalan dengan baik setelah di operasi, apa tulang yang retak sudah tertutup kembali? Nancy langsung berdiri mendekati pintu ruang operasi. Pintu operasi pun terbuka, dan keluarlah Dokter Kabul dan Dokter Serly putri angkat Nancy.
Nancy tidak sabar ingin mendengar penjelasan Dokter atau Serly. Dokter Kabul membuka maskernya, bibirnya tersenyum agar Nancy tidak terlalu kawatir dan terlalu panik.
"Serly bagaimana operasi adekmu?" Tanya Nancy panik.
Serly melirik Dokter Kabul, agar memberi jawabannya.
"Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar. Dan tulang yang retak pun sudah bisa kami tangani dengan baik. Semoga pasien cepat sembuh dan bisa berjalan kembali. Tetapi pasien harus melakukan terapi setiap pagi Nyonya, Tuan," Jelas Dokter Kabul panjang lebar. Semua yang ada di depan ruang operasi pada menghembuskan nafasnya dengan lega.
"Syukur Alhamdulillah, terima kasih Dokter Kabul sudah memberikan yang terbaik untuk putra saya," Ucap Nancy.
"Itu gunanya saya menjadi seorang Dokter Nyonya, jadi saya harus bertanggung jawab untuk kesembuhan dan kebaikan pasien-pasien saya Nyonya. Ini semua berkat bantuan Dokter Serly juga." Kata Dokter Kabul sembari menatap Serly yang ada di sampig dengan senyum ramahnya. Serly cuma menggelengkan kepalanya dan berkata, "berkat Dokter Kabul juga."
"Pasien akan di pindahkan keruang perawatan. Semoga Pasien tidak malas untuk terapi setiap pagi. Saya permisi Nyonya, Tuan." Ujar Dokter Kabul pamit sembari mengulurkan tangan kepada kedua orang tua Rey.
"Sekali lagi terima kasih Dokter," Ujar Roni Papanya Rey.
Serly juga pamit ingin mensterilkan diri, seperti biasa jika sehabis operasi dan sebelum operasi semua Dokter atau perawat mensterilkan diri dulu. Demi kesehatan.
Lalu semua orang yang berada di depan ruang operasi, kembali ke ruang VVIP room. Ruang rawat Rey. Disana sudah ada Frisca, Kariri, Fara dan Lulu. Terlalu rame jika menunggu di depan ruang operasi semua.
Rey sudah di pindahkan keruang perawatan, ia masih belum sadarkan diri akibat obat biusnya. Nancy Mamanya duduk di dekat Ranjang tempat Rey terbaring. Sembari mengelus-elus tangan Rey. Roni Ayahnya Rey menawari makan, karena Nancy belum makan siang. Roni tidak mau istrinya ikut sakit juga.
Stella pamit ingin pulang, di antar oleh Wia. Stella teringat sama Reyent putranya. Akhirnya Stella memutuskan pamit untuk pulang. Stella sudah bertatap langsung dengan Nancy, waktu ingin pamit sama Sita yang berada di dalam dengan Vito. Tidak sengaja pandangan mereka bertemu. Nancy tersenyum, Stella juga membalas tersenyum. Nancy kira Stella sahabat Rey, seperti yang lainnya padahal Stella calon menantunya.
Stella gugup saat bersalaman dengan Nancy calon mertua. Dalam hati Stella bergumam, "Ibunya Rey masih muda banget, masih cantik. Seperti kakaknya Rey bukan seperti Ibunya."
Memang Nancy cantik masih muda juga, padahal sudah tua umurnya menginjak kepala lima. Awet muda, asal bisa merawat diri. dulu Nancy nikah muda juga.
Stella sudah sampai di rumah, ia langsung meraih Reyent dari gendongan Tati-nya untuk ia gendong. Reyent di ciumnya bertubi-tubi sampai Reyent tertawa akibat kegelian. Reyent makin besar makin lucu dan gemesin.
"Reyent seharian ngapain aja nak sama Tati, hem?" Tanya Stella pada putranya.
"Nda wat waat," jawab Reyent sembari menunjuk-nunjuk pesawat buatan Dana. Maksud Reyent dia ingin bilang, 'Bunda pesawat pesawat.' Namun, Reyent belum begitu jelas bicaranya. Tapi Stella memahami pa yang Reyent ucap.
"Oh anak Bunda tadi main pesawat! Reyent mau jadi Pilot ya nak? Siapa yang bikinin pesawatnya?"
"Na Na,"
"Om Dana ya nak," Lalu saking gemasnya Stella mencium pipi gembul Reyent.
Makin besar wajah Reyent kok makin mirip sama Rey, makin pintar, banyak berceloteh meski celotehannya belum jelas. Semoga keluarga Rey mau menerimanya, terutama mau mengakui Reyent putranya sebagai cucunya.
Stella belum cerita kepada Ibu Darmi atau Bapak Ruslan. Mungkin nanti jika Rey sudah sembuh total.
Stella membawa Reyent kekamarnya, ingin tiduran sebentar sembari bermain dengan Reyent di atas ranjangnya.
Reyent memencet tombol phonsel mainannya. Reyent teriak kegirangan saat mendengar musik ponsel mainannya. Lagi asik bermain dengan Reyent. Suara ketukan pintu terdengar. Stella beranjak bangun ingin membukakan pintu.
Ternyata Wiki sama Yoga kekasihnya yang mengetuk pintu. Tumben pake ketuk pintu segala biasanya juga langsung menerobos masuk. Wiki sudah tau soal Rey yang kecelakaan. Jadi Wiki datang ingin menanyakan kondisi Rey. Stella bilang Rey baik-baik saja, dan operasinya pun berjalan dengan lancar.
Yoga meraih Reyent lalu di gendongnya.
"Reyent sini lihat ke sini," panggil Wiki.
Cekrek. . .
Wiki memotretnya, Reyent tertawa. Begitupun Yoga. "Sudah pantas belum gue gendong anak?" Tanya Yoga.
"Sudah kok, makanya cepetan halalin Wiki biar cepet gendong anak," Ujar Stella meledek. Ketiganya pada tertawa, Reyent ikut tertawa juga mendengar ketiga remaja pada tertawa. Seolah-olah Reyent ngerti apa yang di omongin Bundanya.
>>☆☆<<
Tit tit tit tit tit
Suasana di dalam ruang rawat Rey sangat sunyi. Hanya terdengar suara alat perekam denyut jantung atau EKG ( Electrocardiogram ). Malam pun sudah sangat larut. Kedua orang tuanya Rey pulang kerumah, karena Refly adeknya Rey yang bontot tidak bisa tidur jika tidak ada Mamanya. Jadi yang jaga Rey hanya Vito, Sita, Dicky, Frisca, dan Kariri. Mereka bergantian sama Adi, Beni, dan Farel.
Saat ini mereka sedang tertidur, Sita dan Frisca tidur di Bed sofa. Dicky dan Kariri di sofa biasa. Vito duduk di kursi dekat ranjang Rey terbaring. Sembari merebahkan kepalanya di kursi karena ketiduran. Jari-jarinya Rey bergerak-gerak, kedua matanya mengerjam sembari berguma menyebut nama Stella dan nama Reyent.
"S. . .Stella, R. . . Ryyent," Lirih Rey.
Vito yang merasa ada gerakan di tangannya langsung mendongak menatap Rey dan memegang tangannya.
"Rey! Lo sudah sadar? Ini gue Vito."
Rey masih bergumam memanggil nama Stella dan Reyent. Vito mendekatkan telinganya ke bibir Rey yang masih tertutup alat bantu pernapasan. Rey berbisik ketelinga Vito bahwa Rey menayakan Stella. Vito mengangguk, "Ya besok gue jemput Stella bawa kesini okay! sekarang gue akan memanggil Dokter untuk memeriksa lo," Ujarnya.
Kemudian Vito memencet tombol yang berada di sisi ranjang Rey terbaring. Tombol untuk memanggil Dokter. Tidak lama Dokter Kabul dan kedua perawat datang. Dokter Serly sudah pamit pergi, karena tugasnya bukan di rumah sakit sini. Dokter Serly tugasnya di rumah sakit Melia cibubur. Jadi Dokter Serly kembali bertugas ke rumah sakit Melia karena ada pasien yang mau melahirkan secara Cesar.
Dokter kabul sedang memeriksa Rey, perawat yang bernama Wulan sedang mencatat apa yang Dokter kabul ucap. Sedangkan perawat yang satunya bernama Lisa, mengganti botol inpus dan mengecek alat monitor hemodinamik yang terletak di dekat pasien. Tujuannya untuk mengetahui antara Gelombang denyut jantung, tekanan darah, oksigen yang di serap tubuh temperatur, frekuensi pernapasan.
Dokter Kabul telah selesai memeriksa Rey, dan mengatakan kepada Vito bahwa pasien sudah membaik. Tekanan darah dan denyut jantung pun sudah normal tidak rendah atau lemah seperti kemaren. Mungkin kurang lebih lima hari atau empat hari lagi Rey sudah di perbolehkan pulang. Tapi harus menjalani terapi setiap pagi. Setelah menjelaskan kepada Vito, Dokter Kabul dan kedua perawat pamit. Dan Vito mengucapkan terima kasih kepada Dokter Kabul.
Dicky dan Kariri terbangun mendengar percakapan Vito dengan Dokter Kabul. Mereka mendekat kearah Rey, Dicky tersenyum melihat sahabat rasa bosnya sudah sadar. Lalu Sita dan Frisca juga ikut terbangun, dan mendekat kearah Rey. "Rey gimana keadaan mu? Sakit ya ini?" Tanya Frisca menunjuk lutut Rey yang di perban akibat jahitan. Rey mengangguk pelan.
Vito menawari Rey minum, Rey kembali mengangguk pelan. Lalu Vito mengambil botol aqua yang berada di atas nakas dan menyodorkan ke arah Rey. Rey meminumnya menggunakan sedotan.
Mereka semua pada berbincang meledek Rey. Vito belum menceritakan tentang Dendra, Vito takut menggagu kesehatan Rey jika nengetahui soal kejahatan Dendra. Jika Rey sudah sembuh total nanti Vito akan menceritakan semua dan ingin mengajak Rey melihat Dendra di dalam jeruji.
Paginya . . .
Pagi-pagi sekali seperti biasa Stella sebelum berangkat bekerja, ia menyempatkan mengurus Reyent terlebih dulu. Seperti memandikan, memberi makan, dan bermain sebentar. Setelah itu Reyent di serahkan sama Ibu Darmi.
"Bunda kerja dulu ya nak! Reyent tidak boleh nakal, okay!" pesan Stella pada putranya sembari mencium pipi Reyent. Sebagai jawaban Reyent cuma bergumam,
"Nda nda," ucap Reyent sembari mengenyut empengnya yang terlihat lucu.
Kemudian Stella pamit sama Ibu Darmi dan Bapak Ruslan.
"Da-da Reyent, baik-baik ya sama Tati," pesan Stella melambaikan tangan kearah Reyent.
Di luar ada Vito yang menunggu Stella.
Stella tidak tau jika ada Vito sedang menunggunya. Stella melangkahkan kakinya menuju halte. Namun, langkahnya terhenti karena mendengar klakson mobil Vito. Stella menoleh kebelakang. Vito keluar dari mobilnya dan menghampiri Stella. Dia memberi tahu bahwa Rey sudah sadarkan diri dan menanyakan Stella. Stella pun masuk ke mobil Vito, ingin melihat keadaan Rey di rumah sakit.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Vito dan Stella sudah sampai di rumah sakit. Karena jarak rumah sakit dengan Pulo Kapuk rumah Stella tidak begitu jauh. Di dalam ruang rawat Rey cuma ada Beni dan Dicky. Frisca, Kariri dan Sita kembali ke apartement. Gantian dengan yang lain.
Vito masuk dengan di ikuti Stella di belakangnya. Semua orang yang berada di dalam menengok kearah pintu. Terutama Rey, pandangannya langsung bertemu dengan mata Stella. Tangan Rey mendarat keatas ingin meraih Stella.
Stella pun langsung mendekat, dan meraih tangan Rey. Stella lega, karena Rey sudah tersadar, juga keadaannya baik-baik saja. Rey tersenyum bahagia melihat wajah cantik alami wanita pujaannya. Stella ikut tersenyum juga sembari meneteskan air matanya. Air mata kebahagian.
Vito, Dicky, dan Beni keluar, memberi waktu untuk Rey dan Stella.
"Aku senang Rey kamu sudah sadar, mendengar kabar dari Vito aku langsung kesini," lirih Stella. Rey tersenyum sembari menghapus air mata Stella.
"Kamu menangisi diriku, hem? Kamu menghawatirkan aku ya?" Goda Rey. Stella terkejut mendengar kalimat 'Aku-kamu' yang di ucapkan oleh Rey. Jadi Rey sudah mulai memanggil aku kamu? Mungkin hanya dengan Stella berbicara menggunakan Aku kamu!
"Iya aku kawatir demi Reyent putramu!"
Mendengar nama Reyent, senyum Rey makin melebar. Rey tidak sabar ingin bertemu dengan Reyent putranya. Seperti apa wajah Reyent aslinya?
"Aku tidak sabar ingin bertemu sama Reyent, apa kamu bisa membawanya kesini Stella?"
"Nggak bisa Rey, ini rumah sakit. Reyent masih kecil tidak boleh bawa kesini," ujar Stella.
"Tunggu kamu sembuh dulu nanti aku bawa Reyent bertemu denganmu," kata Stella lagi. Rey mengangguk sembari tersenyum.
"Jika aku sudah sembuh nanti, aku akan membawamu kerumah Mama. Aku ingin mengenalkan kamu dengan Papa sama Mama," ucap Rey penuh semangat.
Vito yang berada di luar, mengintip dari pintu. Melihat pembicaraan antara Rey dengan Stella. Mereka berdua terlihat bahagia, gadis yang bernama Stella sangat hebat bisa mentaklukan hati Reyneis Bastian Digantara. Semoga mereka selalu di berikan kebahagian, jangan ada rintangan lagi yang menhampiri mereka.
Stella pamit pulang karena ingin bekerja, ia tidak boleh bolos terus. Tidak enak dengan karyawan lainnya. Stella di antar oleh Dicky, sekalian Dicky ingin pulang ke Apartment.
Setelah kepergian Stella, Mama dan Papanya Rey datang. Kedua kakaknya, Refly juga ikut ingin melihat kondisi Rey. Sebenernya Rely juga ingin ikut cuma Mamanya tidak mengijinkan bolos sekolah. Revy sudah kembali ke London meneruskan kuliahnya.
"Abang," panggil Refly. Bocak kecil yang berusia 9 tahun. Dia adek bungsunya Rey.
"Refly tidak boleh teriak-teriak, okay! Ini rumah sakit loh," tegur Nancy Mamanya.
"Opss! Fly lupa Mama," ujarnya sembari membekap mulutnya. Rey yang di panggil pun kaget melihat adeknya ikut. Lalu keduanya tos tangan.
Nancy, Roni dan Dokter Serly berada di ruangan Dokter Kabul. Mereka sedang membicarakan kepulangan Rey dan terapi. Dokter Kabul sudah memutuskan jika lima hari lagi Rey sudah di perbolehkan pulang. Dan Dokter Kabul berpesan sama Serly agar selalu mengecek dan mengganti perban di lututnya Rey.
Kemudian Nancy, Roni dan Dokter Serly mengucapkan terima kasih pada Dokter Kabul yang sudah menangani Rey dengan baik. Semoga setelah menjalani terapi Rey bisa berjalan dengan baik.
BERSAMBUNG.
It's Me Rera. 🥰