Rumah Sakit, DUA INDAH HOSPITAL. JAKARTA BARAT.
>><<
Di rumah sakit Dua Indah Hospital, Vito sahabat dekat Rey terlihat frustasi. Vito sangat kacau melihat sahabatnya kecelakaan yang kedua kalinya. Vito tidak mau Rey koma lagi seperti kejadian dua tahun yang lalu. Saat ini Vito sedang menunggu di depan ruang darurat, di mana tempat Rey di tangani oleh Dokter. Vito menghubungi kedua orang tuanya Rey. Vito takut jika Mamanya marah sama dirinya nanti. Karena dirinya Rey mengenal pembalap. Setelah memberi tau orang tuanya Rey, kini Vito menghubungi Wia untuk memberi tau sama Stella.
Pintu ruang UGD terbuka, seorang Dokter laki-laki keluar dengan di ikuti dua perawat. Vito langsung menghampirinya. Ingin menanyakan keadaan Rey.
"Bagai mana keadaan sahabat saya Dokter?" Tanya Vito kawatir.
Dokter yang bernama Kabul memberikan senyuman supaya Vito tenang tidak terlalu kawatir. Lalu Dokter Kabul menghembuskan nafasnya.
"Pasien mengalami luka yang cukup parah, memang tadi sempat kritis akibat benturan di kepalanya. Dan luka patah tulang di bagian lututnya. Tapi Alhammdulillah kami semua bisa mengatasinya dengan baik. Sekarang pasien masih belum sadarkan diri akibat obat penenang. Pasien akan di pindahkan keruang perawatan." Ujar Dokter Kabul panjang lebar, menjelaskan pada Vito.
"Syukurlah, terima kasih Dokter atas penjelasannya!" Ucap Vito tersenyum ramah.
"Apakah pasien pernah mengalami kecelakaan sebelumnya?" Tanya Dokter Kabul.
"Iya pernah, tapi sudah lama dok kejadiannya." Jawab Vito. Dokter Kabul cuma mengangguk.
"Apakah lukanya bagian lutut sebelah kiri yang terluka dan patah tulang?" Tanya Dokter Kabul lagi.
"Iya Dok, ada apa dengan lututnya?"
"Ini luka yang sama, sepertinya tulang yang bagian lututnya harus di operasi, demi kebaikan tulangnya. Saya takut terjadi sesuatu. Masalahnya tulangnya sedikit retak," jelas Dokter Kabul.
"Lakukan Dok, lakukan saja yang penting sahabat saya bisa sembuh kembali. Saya sudah menhubungi kedua orang tuanya juga." Mohon Vito pada dokter.
"Baiklah akan saya usahakan, kalau begitu saya permisi dulu, masih banyak pasien lainya yang harus saya tangani." Pamit Dokter Kabul sembari menepuk bahu Vito.
"Terima kasih banyak Dokter."
Dokter dan kedua perawat pun undur diri ingin menangangi pasien lainnya. Vito berjalan ingin melihat kondisi Rey yang berada di ruang VVIP. Menunduk. Sembari mengirim pesan pada Sita kekasihnya. Vito menyuruhnya datang dan membawakan pakaian untuk dia ganti. Karena pakaian Vito penuh darah dan sangat berantakan. Belum sampai Vito masuk, Kariri, Frisca dan sahabat-sahabatnya yang lain baru datang menanyakan kondisi Rey.
Frisca yang terlihat sangat sedih, walau ia sudah bukan miliknya Rey. Biar bagai manapun Rey pernah mengisi hatinya, masuk dalam hidupnya. Kini ia menangis melihat sang mantan terbaring di rumah sakit lagi. Frisca hanya berdoa saja semoga Rey tidak apa-apa, semoga cepat sembuh.
Vito menahan amarah mendengar cerita dari Dicky dan Beni. Dicky cerita bahwa Dendra sengaja menjebak Rey dengan menyabotas motornya. Vito mengepalkan kedua tangannya, ia tidak sabar ingin menhajar Dendra sampai hacur mukanya. Beni bilang bahwa Dendra sudah di beri pelajaran sama Om Galang. Tetapi Vito belum puas sebelum ia melakukan dengan tangannya sendiri.
Kini mereka sudah berada di dalam ruangan Rey. Ingin melihat kondisi Rey, Frisca langsung mendekati ranjang tempat Rey terbaring. Ia menggenggam tangan Rey. Lalu ia menidurkan kepalanya di atas dada Rey.
Semua itu tidak lepas dari penglihatan Kariri. Kariri tau jika Frisca masih mencintai Reyneis, tetapi hati Rey sudah ada wanita lain. Kariri mendekat mengelus Rambut panjang Frisca yang terurai. "Jangan nangis terus, lihat matamu sudah bengkak, Rey tidak apa-apa, dia kuat, pasti dia cepat sembuh." Ujar Kariri menenangkan Frisca.
Pintu terbuka dan Sita masuk memanggil Vito kekasihnya. Lalu memberi paper bag yang isinya pakaian ganti untuk Vito. Sita membantu Vito melepas pakaiannya yang sangat kotor brantakan. Lalu menyuruhnya mandi biar kelihatan bersih. Semua yang ada di dalam ruangan pada diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Apa yang mereka jawab jika di tanya oleh kedua orang tuanya Rey?
Kedua orang tuanya belum datang, membutuhkan waktu dua jam dari Legenda Cibubur kerumah sakit Dua Indah Telok Gong. Itu juga kalo tidak macet. Kota Jakarta selalu macet. Mamanya Rey menghubungi Vito menanyakan keadaan Rey. Apa sudah melewati masa kritisnya?
Vito menjawab dengan tenang. Menjelaskan jika Rey baik-baik saja, biar Mama Rey sedikit tenang dan tidak terlalu panik.
Di kediaman Ibu Darmi semua pada panik melihat Reyent yang rewel terus sedari tadi. Bahkan di beri susu juga Reyent tidak mau, Reyent nangis terus. Stella bingung, ada apa dengan putranya? Tidak seperti biasanya rewel seperti ini. Stella mengecek suhu badan Reyent, badanya fit tidak panas. Tapi kenapa putranya nangis terus tidak mau tidur tidak mau minum susu? Stella sangat panik, ikut sedih melihat putranya nangis terus. Bahkan kedua matanya merah ingin ikut menangis. Perasaan Stella pun gelisah sedari tadi, lalu tidak sengaja tangannya menyenggol gelas sampai jatuh dan pecah.
Stella sedang menenangkan Reyent, ia menggendongnya sembari menina bobokan. Tetapi Reyent belum mau tidur juga, malahan kedua netranya terbuka lebar.
Mungkin ini firasat seorang anak kepada Ayahnya. Ayahnya lagi kena musibah, anaknya ikut merasakannya. Stella masih menina bobokan Reyent sembari menyanyikan lagu are you sleeping. Ibu Darmi menghampirinya, mengganti kan menggendong Reyent cucunya sembari berbisik di telinga Reyent. Stella mengembuskan nafasnya lelah.
Stella mengambil phoneselnya yang berbunyi tanda ada panggilan masuk. Ia mengeceknya. Siapa yang menelphonenya malam-malam begini? Ternyata Wia Managernya yang telah menghubunginya.
"Hallo! Stella selamat malam, apa saya mengganggumu?" Tanya Wia di sebrang sana.
"Malam juga Mba Wia! Oh tidak ganggu kok, ada apa ya Mba tumben menelphone malam-malam begini?"
"Emmmmm gimana ya ngomongnya! Bingung nih! Stella kamu bisa datang kerumah sakit tidak? Atau nggak saya jemput kamu ya! Putramu sudah tidur kan?"
"Hahh!! Rumah Sakit? Siapa yang sakit Mba? Reyent belum tidur Mba, dia lagi rewel dari tadi nangis terus?"
"Ikatan batin! Firasat!"
"Firasat! Maksud Mba Wia apa?"
"Reyneis kecelakaan Stella!"
Deg. . .
Tubuh Stella menegang, kaget, terkejut. Tidak! Rey pasti baik-baik saja. Kamu harus kuat Rey demi Reyent putramu. Kamu harus selamat. Kamu belum ketemu Reyent, belum melihat wajah Reyent, belum mendengar suara Reyent. Jadi kamu harus selamat. Tuhan tolong sembuhkan Ayah putraku. Lirih Stella dalam hati.
"Stella kamu masih disana?"
"Ya Mba maaf, mungkin aku kesana besok saja ya Mba, Reyent lagi rewel."
"Oh ya sudah besok kita berangkat dari Caffe saja ya! Selamat malam Stella."
"Ya Mba Wia, selamat malam Mba."
Panggilan pun terputus, Stella menghampiri Reyent yang sudah tertidur di gendongan Ibu Darmi. Mungkin kelelahan karena meangis terus dari tadi. Stella meraih Reyent dari gendongan Ibu Darmi, ingin ia baringkan di kamar.
Di tempat lain. . .
Di kediaman orang tua Rey yang berada di Perumahan Legenda Cibubur, semua pada panik setelah mendapat panggilan dari Vito. Bahkan Mamanya yang biasa di panggil Nency hampir mau pingsan mendengar Rey kecelakaan lagi. Mamanya mengingat kejadian dua tahun yang lalu. Rey pernah kecelakaan dan koma selama tiga bulan. Luka yang di alami Rey dulu sangat parah, bagian kepala belakang di jahit dan bagian lututnya patah tulang. Jadi Mamanya sangat panik dan kawatir, tidak mau terulang lagi. Mamanya tidak mau Rey koma lagi, Rey pasti selamat. Mama yakin kamu pasti kuat Rey jagoan kecil Mama, Tuhan selamatkan putraku. Lirih Nancy dalam hati.
Kini kedua orang tuanya Rey dan Kakaknya sudah berada di dalam mobil masing-masing. Mereka menuju kerumah sakit Dua Indah Hospital. Terutama Kakaknya Serly sudah menuju kerumah sakit duluan, karena Serly sedang ada tugas malam. Ya Serly Kakak angkatnya Rey menjadi Dokter bedah, yang selalu mengecek kesehatan Rey. Semenjak kecelakaan Rey selalu Check up enam bulan sekali.
>><<
Pagi ini Stella dan Wia sudah berada di Rumah Sakit ingin melihat kondisi Rey. Saat ini di depan ruangan rawat Rey sangat rame. Ada Sahabat-sahabatnya, Kakaknya, adiknya, keponakannya, terutama Papa dan Mamanya yang menunggu di dalam. Vito, Farel sedang menemui Om Galang yang menyekap Dendra. Vito ingin mengasih pelajaran sama Dendra sebelum membusuk ke jeruji. Vito benar-benar murka mendengar cerita Dicky dan Beni. Apa lagi mendengar bahwa motornya Rey sengaja di sabotas oleh Dendra.
Stella duduk sendirian di ruang tunggu paling pojok, sembari menunduk dan melafalkan doa, supaya Rey cepat sembuh. Stella belum melihat kondisi Rey, ia belum masuk, ia malu ketemu keluarganya Rey. Apa lagi harus bergantian menjenguknya sesuai peraturan rumah sakit. Sita yang melihat Stella duduk sendirian menghampirinya. Sita duduk di sebelah Stella sembari memegang bahunya.
"Stella yang sabar ya! Ini musibah, semua akan baik-baik saja. Lukanya juga tidak terlalu parah, kita berdoa saja supaya Rey cepat sadar dan cepat sembuh." Ujar Sita dengan senyuman ramahnya. Stella hanya membalas tersenyum. Matanya berkaca-kaca, ia takut terjadi apa-apa dengan Reyneis. Rey harus cepat sembuh, jika sembuh nanti ia akan mempertemukan dengan putranya.
"Iya kak, kejadiannya kok mendadak banget ya Kak! Siangnya baru kita berbincang, mengantarku pulang sekarang sudah terbaring tak sadarkan diri."
"Kita nggak tau yang namanya musibah Stella. Semua sudah Tuhan atur, kita serahin semua pada Tuhan ya agar Rey lekas sembuh," kata Sita. "Jangan panggil gue Kak ya! panggil nama biasa saja," Titah Sita. Stella tersenyum dan bilang 'iya'.
Frisca penasaran siapa gadis yang berbicara sama Sita. Lalu ia bertanya sama Wia bahwa gadis itu adalah Stella. Frisca menghampirinya, oh ternyata ini yang namanya Stella, gumam Frisca.
"Sita boleh aku minta waktunya sebentar?" Ucap Frisca tiba-tiba. "Aku mau ngobrol sebentar sama dia, Stella kan namanya?" Ujarnya.
"Oh tentu saja boleh, ya sudah gue gabung sama yang lain," Ujar Sita.
Stella bingung melihat Frisca yang tiba-tiba datang dan ingin berbicara dengannya. Apa lagi Frisca mengetahui namanya. Frisca duduk di sebelahnya sembari tersenyum. Stella balas tersenyum juga. Masih hening belum ada yang mulai membuka obrolannya. Stella bertanya duluan ingin bicara mengenai apa gadis yang di sampingnya.
"Maaf Anda mengenal saya?" Akhirnya Stella berbicara duluan.
"Oh ya kita belum kenalan! kenalin namaku Frisca, mantannya Reyneis. Aku tau namamu dari Mba Wia." Kata Frisca mengenalkan diri.
Stella terkejut jadi ini mantannya Reyneis? Tapi ada pa ya dia menemuiku? Gumam Stella dalam hati.
"Aku Stella! Oh mantannya Rey ya? Sudah lama kalian putus?" Selidik Stella penasaran.
"Baru kok, baru satu tahun," ujar Frisca. "Stella tolong jagain Rey ya! Aku tau kamu gadis yang baik, gadis yang bisa membuat Rey berubah. Aku juga tau kamu gadis yang di cari Rey selama ini. Hubungan kami dulu hampir setahun, namun semenjak Rey mengenalmu jadi renggang. Rey sering mengabaikan aku, sering nggak ada waktu lagi buat aku. Akhirnya aku sadar, aku bukan wanita yang terbaik buat Rey. Yang Rey inginkan adalah kamu. Kamu tenang saja dan jangan merasa bersalah. Aku sudah iklas nyerahin Rey ke kamu, mungkin kamu yang terbaik buat Reyneis. Jadi tolong jagain Rey." Ungkap Frisca panjang lebar, kedua matanya berkaca-kaca. Stella pun ikut berkaca-kaca mendengar cerita Frisca.
"Maaf Frisca, gara-gara aku hubungan mu dengan Rey jadi Break." Lirih Stella merasa bersalah.
"Jangan menyalahkan dirimu Stella, kami memang belum jodoh, jadi mau gimana lagi. Aku tidak menyalahkan kamu dan juga tidak ada yang salah, ini hanya takdirku bukan jodohnya Rey. Aku juga tau reputasinya Rey seorang playboy. Sekarang kita sama-sama doain Rey agar cepat sadarkan diri dan lekas sembuh kembali." Ungkap Frisca.
"Sekali lagi maafin aku Frisca, aku benar-benar tidak tau jika aku penghalang hubungan kalian berdua."
"Nggak apa-apa, aku sudah iklas kok, walau berat tapi aku harus mengiklaskannya. Kamu mau kan berteman dengan ku Stella?" Ucap Frisca sembari menitikkan air matanya.
"Tentu saja mau," balas Stella. Lalu mereka saling berpelukan. Hati Frisca sudah lega, akhirnya bertemu dengan Stella. Wanita yang membuat Rey gila. Obrolan mereka berdua tidak lepas dari pandangan Kariri, Sita, dan Wia. Sifat seperti Frisca ini lah yang di sukai Kariri. Gadis polos. Cantik. Dan baik hati. Kenapa dulu Rey menyia-nyiakannya. Kariri salut dengan Frisca, ia tidak marah sama Stella. Melabraknya pun tidak. Frisca tau ini bukan salah Stella. Pelukan mereka terlepas karena kehadiran Kariri.
Kariri ingin mengajaknya kekatin untuk membeli makanan buat kedua orang tua Rey. Setelah kepergian Kariri dan Frisca. Wia mengajak Stella masuk ke kamar rawat Rey. Siapa tau kehadiran Stella, Rey membuka kedua matanya. Stella berjalan sembari menunduk akibat malu, Stella orangnya memang sangat pemalu.
"Rey lihat siapa yang datang, hem? Ayo buka matamu!" Ucap Wia menepuk tangan Rey. Stella hanya menunduk, matanya merah menahan tangis. Mamanya tak peduli Wia ngomong apa. Nancy fokus dengan Kakaknya Rey, Kak Serly. Fokus membicarakan bahwa besok pagi Rey mau di operasi bagian lututnya.
Sesuai yang kata Dokter Kabul. Setelah di USG tulang lututnya retak. Karena sudah dua kali kecelakaan luka yang sama. Jadi menurut Dokter Kabul demi kesehatan dan kesembuhan Rey, harus melakukan operasi agar Rey bisa berjalan dengan baik. Mama Nency dan Papa Roni setuju saja mana yang terbaik buat putranya. Serly putri angkatnya memberi surat yang harus di tanda tangani oleh Papanya. Operasi akan di lakukan besok pada pukul dua siang. Stella sedikit mendengar pembicaraan Mama dan Kakaknya.
Ya Tuhan lancarkankah operasinya besok, lirih Stella dalam hati. Tidak terasa air matanya mengalir di pipinya. Lalu tiba-tiba ia menggenggam tangan Rey sangat erat. Seolah ingin menyalurkan hatinya dengan hati Rey. Selama tiga menit ia menggenggam tangan Rey. Stella melepaskannya kemudian ia pamit keluar, karena sudah tidak tahan lagi menahan tangisannya.
Wia bingung, ikut menyusul keluar mengejar Stella. Setelah Wia dan Stella keluar. Jari jemarinya Rey bergerak menandakan ia sudah sadar. Serly menghampirinya dan mengeceknya. "Rey," panggil Serly.
Rey mengerjapkan kedua matanya pelan, "Ma. . Mama." Lirih Rey pelan memanggil Mamanya.
"Rey Mama disini nak," Lirih Mama sembari menggenggam tangan Rey. "Jangan banyak bicara dulu, biar Kak Serly memeriksa mu," kata Nancy.
Serly pun memeriksanya, tidak lama pintu terbuka dan Dokter Kabul masuk dengan kedua perawat. Kariri, Beni, Dicky melihatnya dari luar. Stella dan Wia berada di kantin. Mama dan Papanya keluar membiarkan Dokter Kabul dan Serly memeriksa Rey.
Aries menghubungi Farel bahwa Rey sudah sadar. Dan Sita pun menghubungi Vito agar cepat kembali kerumah sakit.
Semoga Rey cepat sembuh, dan operasinya besok berjalan dengan lancar Amin.
BERSAMBUNG.
It's Me Rera. 🥰