Di dalam rumah besar itu, Zoe terus berjalan dan menaiki tangga untuk ke lantai dua, ternyata Risda sedang berdiri di depan kamar Hazi yang tertutup dengan raut wajah cemas.
"Bibi,maafkan aku! Dimana Hazi?" tanya Zoe begitu menyesal.
"Tuan ada di dalam, dia mengunci kamarnya," jawab Risda dengan wajah putus asa.
"Kunci lainnya, setiap pintu pasti mempunyai kunci lainnya bukan? Bibi tolong carikan!" pinta Zoe seraya memegang tangan Risda dengan wajah sedih.
Pelayan lainnya pun segera berlari mencari kunci lain untuk kamar Hazi, setelah menunggu beberapa menit akhirnya merwka bisa menemukan kunci tersebut.
"Nona, sepertinya ini. Cobalah!" ujarnya dengan memberikan sebuah kunci tersebut.
Dengan sangat hati-hati dan sangat pelan Zoe memasukan kunci itu dan ternyata bisa. Risda memegang tangan Zoe dan menatapnya penuh harap.
"Tolong hentikan dia dan bicaralah dengan baik-baik!" pinta Risda.
"Ya." Zoe memutar kunci itu dan mencoba membuka perlaahn pintu tersebut. Terlihat kamar itu sangat berantakan, Zoe mencoba masuk dan segera mengunci kembali kamar itu.
Tak terlihat Hazi di dalam sana, Zoe berjalan perlahan mencari Hazi yang ternyata ada di dekat jendela sedang meminum beer yang langsung dari botolnya.
"Hazi," panggil Zoe lirih.
Hazi yang masih dalam mode marah hanya menatap tajam pada Zoe. Sedangkan Zoe terus berjalan mendekati Hazi dan berniat untuk menjelaskan semuanya.
"Mau apa lagi kau kemari, huh?" bentak Hazi begitu keras dan membuat langkah Zoe terhenti.
Zoe menatap Hazi dengan sangat takut, Hazi begitu menyeramkan saat marah dan berhasil membuat air mata Zoe lolos begitu saja. Hazi melempar botol itu ke samping dan mendekati Zoe.
"Siapa yang mengijnkanmu masuk kemari, jawab aku!" teriak Hazi seraya mengcengkeram bahu Zoe dengan kuat.
"Hazi, tolong maafkan aku! Aku tidak bermaksud membohongimu, aku sungguh hanya ingin kabur dari orang tuaku saja," jawab Zoe dengan terbata.
"Huh, ternyata kau sama saja dengan mereka semua. Seorang pembohong," ujar Hazi seraya mendorong tubuh Zoe sampai wanita itu terjatuh ke lantai.
Zoe merasakan nyeri di pinggangnya dan perih d telapak tangannya karena terkena pecahan kaca. Namun Hazi seakan tidak perduli dan hanya memalingkan wajahnya dari Zoe.
"Aku memang berbohong padamu dengan memalsukan namaku, tapi aku tidak pernah menjadi seorang penghianat pada siapa pun," balas Zoe seraya berdiri.
Mendengar jawaban dari Zoe membuat Hazi semakin marah pada wanita itu, Zoe mundur beberapa langkah karena dia tidak ingin Hazi kembali melukainya.
"Aku katakan padamu sekali lagi, aku minta maaf karena telah berbohong karena tidak jujur siapa aku dan aku harap kau tidak melakukan hal semacam ini kembali. Karena kau hanya akan membuat wanita tua yang berada di luar sana menjadi jantungan, tolong sayangi dia jika kau tidak menyayangi dirimu sendiri!" seru Zoe seraya berjalan keluar dari kamar Hazi.
Risda yang melihat Zoe keluar dari kamar pun segera berjalan cepat menghampirinya dan betapa terkejutnya saat melihat tangan Zoe yang berdarah.
"Ahh, astaga Zoe kau kenapa?" tanya Risda seraya menyentuh tangan Zoe.
"Tidak apa-apa, Bi. Aku hanya tidak hati-hati saja saat menyingkirkan barang di dalam sana," jawab Zoe seraya tersenyum.
Risda menuntun Zoe ke kamarnya dan mengobatinya. Zoe berterimaksih karena Risda sudah mengobatinya bahkan mengeluarkan pecahan kaca yang ada di dalamnya.
Terlihat Zoe termenung dengan tatapan kosong. Risda yang melihatnya pun hanya bisa menghela napas panjang.
"Ada apa dengan kalian ini? Kenapa semuanya bisa berubah dengan sekejap," gumamnya dalam hati.