//Novi//
Sudah hampir seminggu saja setelah kejadian itu, Marcel dan Nino mulai akur? Aku juga sudah bisa berkuliah lagi dengan tenang. Tapi aku kehilangan pekerjaanku di toko roti. Marcel dengan badas membayar seluruh hutang dan tagihan Mama dan Nenek, selain itu dia juga mengaku siapa dirinya di depan mereka. Bukan badas sih, tapi sombong.
Aku dengan keras membantu Marcel agar memulai pola hidup sehat. Makan makanan bergizi, tidur dengan cukup tanpa obat tidur, mengajaknya berolah raga, sampai memaksanya makan dengan kuah atau sayur.
Dia sangat anti menggunakan sendok karna dia benci dengan sendok. Dia punya trauma dengan sendok, katanya sih dulu sering dipaksa makan menggunakan sendok rusak dan kotor yang membuat mulut, lidah, serta bibirnya luka. Sendok hanya membawa nasib buruk baginya dulu.
"Marcel, aku buat egg roll buat bekalmu ke kantor. Mau berapa potong?"
"Hng..? Secukupnya saja, Sayang"
Panggilan baruku cukup menggelikan. Tapi panggilan itu juga terdengar cukup seksi saat dia shirtless di kamarku. Iya dia serimg tidur telanjang alasannya karna Surabaya panas. Tentu saja, salah sendiri mau ikut ke Surabaya!
Aku menaruh kotak makan di dalam tasnya lalu dia mengajakku bicara "Nanti kuliah pulang jam berapa? Aku mau jemput nih"
"Nggak usah. Aku bawa motor sendiri"
"Hah?"
"Aku sudah 3 tahun kuliah di sana, jangan terlalu berlebihan. Bekalmu ada di dalam tasmu. Aku pergi kuliah dulu"
Aku meraih tasku dan pergi kuliah. Tapi si brengsek itu memanggilku lagi "Apaan?!"
"Malam ini kosongkan jadwalmu ya, aku mau menghadiri acara peresmian cafe baruku"
"Ya"
Sesampai di kampus, aku selalu bersikap tenang dan tidak peduli pada omongan orang. Tapi terkadang itu juga sesekali membuatku menderita. Setiap kali mata orang orang di kampus memandangku, itu membuatku begidik antara ngeri dan takut.
Plak
Ada yang melempar kepalaku dengan telur. Aku berbalik dan menatap pelakunya, orang yang sama. Hardin, aku kurang tahu siapa dia. Tapi dia adalah orang yang membenci seangkatan. Dia bahkan tidak peduli dengan SP yang diterimanya. Karna baginya, membully orang lain adalah hal yang menyenangkan.
Setelah Hardin melemparku dengan telur, semua orang yang melihatku jadi tertawa atau menghinaku menjijikkan. Aku hanya diam dan pergi ke toilet.
"Hardin sialan!"
Menurut anak kampus yang lain, Hardin adalah nama samaran dan nama aslinya adala Hardiansyah Rivaldi, dia ingin dipanggil Hardin. Merupakan anak dari rektor saat ini dan akan jadi rektor di masa depan. Tapi sifatnya seperti sampah. Sangat berbanding terbalik dengan ayahnya.
Rambutku sudah bersih, jadi aku segera pergi ke kelasku. Dan sialnya, aku sekelas dengan Hardin. Belum cukup kalau hanya melemparku dengan telur busuk tadi, dia menyuruh anak anak lain melempariku dengan sampah. Ugh, apa yang harus kulakukan kalau seperti ini terus?
"Anak anak, silakan duduk. Ada tamu kehormatan yang ingin bertemu kalian—siapa yang membuat kekacauan ini?!"
"NOVIVIANA!"
Apa?!
"Tolong bersihkan SEKARANG JUGA!"
"Baik"
Ku meraih sapu dan membersihkan kelas. Mereka tertawa keras bahkan ada yang terus melempariku sampah. Karna sudah diambang batasku, aku menoleh padanya dengan tatapam sangat tajam.
Aku menunda marahku karna aku harus segera membersihkan ini semua. Sudahlah abaikan saja. Kegiatan bersih bersihku selesai juga, aku menghela napas saat duduk di kursiku. Di mejaku bahkan ada kertas bertuliskan kata kata yang nggak senonoh. Sabar sabar, cuma 4 jam lagi habis itu pulang.
Ceklek
Dosen masuk bersama dengan seorang pria berpakaian rapi. Aku yang sibuk melamun, teralihkan dengan bisikan Hardin. Dia bilang bahwa aku adalah jalang. Orang satu ini menang menjengkelkan.
"Di sini ada tamu spesial yaitu CEO dari perusahaan Chandra Group dan beliau adalah Marcel Chandra. Karna kesuksesannya di usia yang sangat muda, pihak kampus mengundangnya untuk mengisi kelas hari ini. Silakan Tuan Chandra"
Apa katanya?!
Dosen itu pergi dan meninggalkan Marcel di ruangan kelas kami. Para mahasiswi terpukau karna wajah tampan dan tatapan dinginnya itu. Senyuman yang sangat manis tapi juga selalu memandangku. Aku menghela napas.
"Nama saya Marcel Aprilio Chandra, saya adalah CEO perusahaan Chandra Utama Group. Saya sudah menikah ya, jadi jangan jatuh cinta pada saya. Hehe"
Dia mengakui kalau sudah menikah?! Lalu—KYAAAA DIA MEMAKAI CINCIN PERNIKAHAN KAMI?!
"Sekilas saya ceritakan tentang istri saya. Dia adalah wanita yang sangat saya cintai, sebelum kenal dengannya saya hanyalah pria bodoh yang tidak pernah..."
Selanjutnya dia menceritakan tentangku. Hatiku bergetar rasanya dengan jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Melihatnya bercerita tentangku seolah dia bangga punya istri sepertiku. Aku menggigit bibirku sambil menundukkan kepalaku, aku ingin memeluknya sekarang juga. Aku nggak mau lama lama di tempat seperti neraka ini.
"Saya cuma mau menjelaskan, bahwa saya mencintai istri saya apa pun keadaannya dan apa pun kekurangan atau kelebihannya"
M-marcel..
Di tengah pidatonya itu, dia melanjutkan dengan memberi materi pada mahasiswa. Materinya tentang kesuksesan dan bagaimana dia meraihnya. Aku tertidur saat mendengarnya bicara tapi aku terbangun saat Hardin menarik kursiku hingga aku terjatuh.
"HAHAHAHA!!!"
Aku berdiri dan melihat kursiku patah lalu menghela napas. Tiba tiba tawa mereka berhenti saat sangat yang hangat merangkulku.
"Sayang, kamu nggak apa?"
Aku hanya diam dengan tubuh yang gemetar sedangkan Marcel menatap tajam ke Hardin. Aku meraih tangannya lalu menggenggamnya.
"Sudah, aku nggak apa—"
Bug
Aku sangat terkejut saat Marcel menonjok muka Hardin yang mau menamparku itu. Tidak hanya itu, Marcel juga bilang kalau Hardin adalah "peringatan" untuk mereka yang menyakitiku. Sedangkan keadaan Hardin sekarang sedang terkapar di lantai.
"Novi adalah istriku, sekali lagi kalian melukai istriku. Aku tidak segan akan membunuh kalian, nyawa kalian semua ada di tangan istriku. Berbaik baiklah padanya, atau kalian menemui sisi iblisku"
Dia memelukku lalu mengajakku pergi ke taman kampus. Dia mengusap pipiku dengan tissue lalu mengelus rambutku "Kenapa kamu diam saja? Kenapa nggak bilang kalau kamu dibully seperti itu?"
"Aku.. aku takut kamu juga bakal kena bully"
"Sudah bukan hal baru kok, aku dulu juga sering dibully karna aku selalu mementingkan diriku sendiri. Maksudku, aku terlalu tidak peduli—sepertimu"
"Tapi kamu orang hebat sekarang—"
"Sekarang kamu juga. Mulai sekarang nggak bakal ada yang membuatmu seperti ini"
Di tengah obrolan kami, Pak Setyo datang bersama dengan Hardin. Mereka meminta maaf padaku, karna perbuatan Hardin selama ini. Tapi apa yang membuat mereka begini?!
***
//Marcel//
"Ohohoho Tuan Muda Chandra, selamat datang di Universitas kami. Ada apa Tuan Muda datang..?"
Aku hanya diam lalu menghela napas "Hah.."
"Saya akan siapkan minum untuk anda"
Aku sedang menghadap Pak Setyo, rektor di kampus Novi. Aku duduk dengan tatapan dingin pada pria paruh baya itu. Dia duduk di hadapanku dengan senyum sumringah seolah tahu apa arti kedatanganku.
"Anu.. Tuan Muda, terima kasih banyak atas bantuannya. Tanpa bantuan Tuan Muda, jelas kami tidak bisa melakukan apa pun—"
"Ya ya, kupersingkat saja" aku membenarkan dudukku yang tadi tidak sopan jadi tatapan yang tajam.
Dia menelan ludahnya susah payah terlebih saat aku mengatakan "Aku mau tahu dimana kelas Noviviana dan bagaimana dia selama di kampus"
Beberapa saat kemudian, aku mendapati Novi-ku sedang dibully. Ada yang melemparnya telur, itu membuatku marah. Tapi melihat reaksi Novi yang terlihat sudah biasa, aku jadi merasa, ini sudah tidak bisa dimaafkan.
Aku terus mengawasi monitor CCTV yang menunjukkan ruang kelas Novi dan benar saja, dia dilempari sampah. Aku menggebrak meja lalu menoleh ke Pak Setyo.
"Tolong jelaskan apa ini padaku!"
"Itu hanya bercandaan anak anak, jangan dibawa serius Tuan—"
"Jangan dibawa serius katamu..?! Baik, akan kutarik lagi sumbanganku senilai 250 juta dan aku tidak segan menuntutmu di pengadilan, Pak Setyo.."
Aku diberikan kesempatan itu mengajar di ruang kelas Novi dengan alibi seorang narasumber untuk memotivasi mahasiswa/siswi. Tapi aku malah membuat istriku itu merona dengan karna ucapanku. Dia memang hebat, bisa membuatku mabuk cinta dalam waktu sesingkat ini.
Di tengah aku memujinya dan memberi sedikit motivasi, aku melihatnya tertidur. Astaga, dia terlihat sangat imut. Bukan pertama kali melihatnya tidur, tapi dia tetap imut saat tidur.
Braakk
"HAHAHAHA!!!"
Aku berlari ke kursu tempat Novi duduk dan segera merangkulnya. Dia pasti shock, tapi apa apaan ini?! Mereka tertawa sangat keras. Tapi aku menatap mereka tajam yang membuat mereka terdiam.
"Sayang, kamu nggak apa?"
Dia hanya diam dengan tubuh yang gemetar. Siapa pelaku—tanpa menebak nebak, aku tahu itu pasti pria bodoh itu. Aku menatap pria itu dengan sangat tajam. Dia tidak sadar siapa yang tengah dihadapinya.
"Sudah, aku nggak apa—"
Bug
Aku langsung menonjok mukanya yang membuatnya tersungkur lalu menyetnya ke depan kelas. Aku terus menghajarnya hingga dia terkapar, berani sekali mengganggu istriku di depanku. Dia bahkan tidak tahu rasa takut.
Para mahasiswa melihatku dengan takut yang membuatku senyum. Aku menatap mereka dan mengatakan soal pria itu adalah contoh nasib siapa pun yang berani mengganggu istriku.
"Novi adalah istriku, sekali lagi kalian melukai istriku. Aku tidak segan akan membunuh kalian, nyawa kalian semua ada di tangan istriku. Berbaik baiklah padanya, atau kalian menemui sisi iblisku"
Setelah itu aku segera mengajak istriku pergi ke taman. Setidaknya dengan begini, dia bakal sedikit tenang. Aku mengusap pipinya dan rambutnya sambil menasihatinya "Kenapa kamu diam saja? Kenapa nggak bilang kalau kamu dibully seperti itu?"
"Aku.. aku takut kamu juga bakal kena bully"
Bodoh, biar aku tidak pernah merasakannya. Tapi sekarang aku bisa menjamin kalau dia tidak akan lagi merasakannya. Yang penting sekarang, buat dia percaya diri dulu.
"Sudah bukan hal baru kok, aku dulu juga sering dibully karna aku selalu mementingkan diriku sendiri. Maksudku, aku terlalu tidak peduli—sepertimu"
"Tapi kamu orang hebat sekarang—"
"Sekarang kamu juga. Mulai sekarang nggak bakal ada yang membuatmu seperti ini"
Iya, mulai sekarang mereka tidak akan berani menyakitimu. Seorang pun. Bahkan menyentuhmu saja, mereka tidak akan bisa.
Sekarang Pak Setyo dan pria yang tadi kupukul itu datang lalu meminta maaf pada Novi. Dan pria itu terlihat memohon mohon, tapi kesabaranku sudah diambang batas. Aku menatap pria itu lalu Pak Setyo.
"Marcel, jangan bunuh dia. Bukannya kamu sudah janji padaku?"
Sialan, jika bukan karna aku juga berjanji pada istriku. Aku sudah mematahkan leher pria itu. Aku merangkul bahu istriku dan menatap mereka.
"Sampai istriku terluka atau terjadi pembullyan lagi, nyawamu akan kuhabisi. Ini peringatan"
Kami pergi ke parkiran, dan dia mengambil motornya "Maaf sudah merepotkanmu—"
"Lain kali yang tegas dong, lemah banget! Masa beraninya cuma sama suami saja?! Tampar saja mukanya"
"Yah yah.. aku akan berusaha"
"Berusaha apanya?! Kamu memakiku saat aku mengerjaimu. Tapi saat pria itu—"
Dia langsung mengecup bibirku yang membuatku terdiam. Aku senyum setelah dia mengecup bibirku "Dasar wanita nakal, bisa bisanya godain suamimu di parkiran kampus"
"EEEEHHH?!"
Aku tertawa saat dia menyadari sudah menciumku di tempat umum. Dia memalingkan wajahnya lalu naik ke motor maticnya itu "Sudah sudah ayo pulang!"
"Iya, hati hati di jalan. Aku bawa mobil, sampai di rumah kabari aku ya"
"Iya. Mau pakai baju apa ke opening?"
"Batik saja yang formal"
Dia segera pulang dan aku ke mobilku, iya aku membeli mobil baru setelah menjual mobil lamaku di Jakarta karna Robert enggan memakainya. Bukan enggan sih, tapi Sasha melarangnya karna dia dendam padaku. Dasar adik durhaka.
Aku tiba di rumah setengah jam setelah Novi datang, ya wajar saja macet. Kami masih tinggal di rumah itu bersama Mama dan Nenek karna rumah yang kubeli sedang dalam proses. Jadi kami akan tinggal sebulan lagi.
Di kamar, aku melihat istriku itu masih memakai handuk saja. Hanya handuk yang melilit tubuhnya itu, jelas masih terlihat lekuk tubuhnya. Tapi aku harus membiasakan diri. Padahal waktu menggantikan bajunya saat kejadian malam itu, aku mimisan parah karna melihat bentuk tubuh polosnya.
"Lama banget"
"Macet"
Aku melempar kemejaku padanya "Pakai ini, kamu kan sudah dari kamar mandi. Kenapa nggak pakai baju sekalian sih?! Tuh kelihatan semua, aku ini pria dewasa tahu!"
Dia tertawa lalu mendekatiku dan mengusap pipiku dengan jarinya. Sentuhan itu terasa sangat menggoda dan terus—
"Sudahlah, aku mau mandi" aku pergi ke kamar mandi dan segera mandi lalu bersiap ke acara peremian cafe baruku itu.
Malam harinya setelah acara peresmian itu, kami pergi ke wedding organizer. Sebenarnya Robert sudah mengurusnya, tapi istriku ini tetap ngotot minta melihat perkembangannya. Hitung hitung ini adalah pernikahannya jadi dia ingin mengawasinya juga.
"Selamat malam, Nyonya dan Tuan—"
"Malam!"
Novi terlihat sangat manis dengan atasan blouse batik senada dengan batikku, rok midi selutut berwarna hitam, dan sepatu heels hitam, serta rambut yang diberi pita warna sesuai dengan bajunya dan riasan sederhana. Aku hanya senyum saat setiap orang memujinya cantik karna pada dasarnya dia cantik.
"Marcel, Marcel..? Marcel..!! MARCEL!!"
"APA SIH?!"
"Lihat dan nilai hasil kerja mereka dong! Jangan bengong melihatku saja!"
"Siapa yang melihatmu?!"
"Kamu!"
Aku melihat para pegawai wedding organizer itu lalu menghela napas "Iya, pekerjaan kalian lumayan. Turuti saja keinginan istriku"
"Baik Tuan"
"Marcel, nggak bisa begitu dong!!!"
"Sayang.." aku mencium bibirnya dengan lembut lalu melepasnya dan menatapnya "Aku percaya padamu"
To. Be. Continue.