//Novi//
"Anda sangat cantik, Nyonya"
Aku hanya menghela napas "Aku nggak secantik itu, Ina. Para wanita yang menyukai Marcel adalah model. Aku bukan apa apa"
"Nyonya tidak boleh bilang begitu, bukannya ini hari yang Nyonya tunggu? Tuan mencintai Nyonya apa adanya kok, jangan khawatir"
Setelah mengobrol dengan Ina, Sasha datang menggunakan dress yang cantik. Ah dia memang cantik sejak awal.
"Ina keluarlah ada yang mau kubicarakan dengan Sasha"
"Baik Nyonya" Ina keluar dari ruangan dan meninggalkanku bersama Sasha.
Sasha menghela napas lalu duduk di tepi kasurku "Ada apa murung Kak? Ada yang mau dibicarakan?"
"Menurutmu, apa aku cocok dengan kakakmu?"
"Tentu saja Kak!"
"Kenapa begitu semangat sih jawabnya pasti Marcel sudah menyuruhmu"
"Tepat sekali"
Aku melirik ke arahnya lalu dia tertawa dan menjelaskan jawaban aslinya "Walau tidak dijelaskan pun bukannya kalian memang pasangan yang serasi?"
"Kak Marcel lebih banyak berekspresi setelah bersamamu, dia juga jadi lebih menghargai nyawa seseorang. Aku bisa melihat Kak Marcel lebih bahagia dan juga terlihat nyaman di dekatmu. Bahkan dia meninggalkan Jakarta karenamu. Dia sangat mencintai kota kelahirannya itu terlebih rumahnya dan ruang bacanya. Tapi dia pergi karenamu"
"Sasha.."
"Kak, ini hari bahagiamu. Ayo"
"Hm.. ok"
Kami keluar dari kamarku dan kebetulan Marcel juga, pipiku memerah saat melihatnya menggunakan pakaian Jawa modern. Atasannya adalah pakaian adat Jawa dan celana panjang yang bermotif sama dengan bajunya serta ada secarik kain batik di pinggangnya.
"Aku ganteng kan?"
"Eum.. lumayan—" dia mengulurkan tangannya padaku sambil senyum.
"Kamu cantik hari ini, kebaya itu cocok untukmu"
Aku meraih tangannya lalu menoleh ke Sasha dan Robert "Nyonya sangat cantik deh!"
"Tutup mulutmu!"
Kami semu terdiam setelah mendengar Marcel berkata seperti itu. Lalu pinti depan terbuka dan muncul Nino yang berlari memelukku.
"Kembaranku sangat cantik! Tumben banget, ayo biar kuantarkan—"
"Hei, dia kan istriku"
"Tapi dia adalah adik kembarku, jalan sepuluh langkah di belakang kami. Ampas"
Aku, Sasha, dan Robert menahan tawa saat Nino menghujat Marcel seperti itu. Marcel juga tidak bisa membantah, dia hanya diam lalu membiarkanku pergi dengan Nino.
Nino menggenggam tanganku erat lalu senyum menatap Marcel "Hei, Ampas, dengar baik baik ya. Jangan mendekati adikku tercinta ok..?"
"Dia istriku, Nino"
"Pilih aku atau dia?" Nino menatapku lalu aku melirik Marcel yang sedang cemburu itu. Aku tertawa lalu memeluk tangan Nino.
"Nino!"
"Sudahlah, Kak Novi akan jadi milikmu kok. Sekarang ayo berangkat"
Kami pergi ke lokasi yang berada di sebuah hotel. Marcel menyusun konsepnya dan terjun langsung untuk mengarahkan para wedding organizer. Katanya dia melakukan ini karna ini adalah hari terbaik untuknya.
"Selamat ya"
"Terima kasih"
Ucapan selamat yang membuatku lelah menjawabnya lalu banyaknya tamu undangan yang bersalaman dengan kami juga. Aku bosan seperti ini terus, Marcel mengulurkan tangannya sambil senyum padaku.
"Ayo makan, mukamu pucat tuh"
"Enggak!"
"Oh iya? Apa kamu mau lihat aku makan pakai sendok, hm...?"
"Apaan sih?! Iya, ayo makan" kami pergi ruang istirahat dan memakan sajian di sana. Marcel terlihat sangat bahagia, baru pertama kalinya aku melihat dia sebahagia itu.
Setelah makan, kami berfoto foto bersama. Aku sibuk dengan temanku SMA dan Marcel juga sibuk dengan temannya. Sebelumnya, kami sudah sepakat untuk bertemu lagi di ruang istirahat sejam kemudian.
Aku bercerita dengan asyik bersama sahabatku SMA, kami juga berfoto bersama. Setelah makan camilan, aku pamit pergi ke ruang istirahat untuk bertemu Marcel. Tapi di tengah ruangan, aku melihat Marcel sibuk dengan rekan kerjanya yang berpakaian seksi dan menunjukkan bentuk lekuk tubuhnya.
Yah bukan waktunya cemburu tapi aku agak kesal dia mengabaikanku. Tidak hanya mengobrol tapi juga berfoto dengan wanita wanita itu padahal ada aku sedang menatapnya. Karna kesal, aku lewat sambil menendang kakinya. Dia menyadari itu dan segera pamit lalu mengejarku.
"Enak ya lihat payudara seksi wanita tadi? Montok gitu hng..?"
"Apa sih? Aku tidak melihat ke arah sana, bagiku cuma kamu—"
"Nggak!"
"Sekali pun mengelak, aku sudah pernah lihat tubuh polosmu saat kita pertama kali bertemu"
"Memang kamu lihat semuanya?! Jangan sok tahu deh!"
"Ya kali nggak lihat, kalau aku tidak melihatnya. Luka lukamu itu nggak bahak sembuh tahu! Sudahlah, cemburumu terlalu mengada ada"
"Percaya diri sekali kalau aku cemburu" aku meminum wine di gelasku lalu mendengus kesal. Dia hanya diam dan mengabaikanku, aku jadi semakin kesal padanya. Bukannya minta maaf malah mengungkit masa lalu. Dih.
"Maafkan aku kalau mungkin kamu kurang nyaman dengan pemandangan tadi. Mau pulang saja? Mungkin kamu lelah"
Aku menaruh gelas wine ku lalu mengalihkan pandanganku. Dia cukup peka saat aku ingin dia minta maaf tapi aku mau dia cerita apa yang dibahasnya.
"Kamu memikirkan apa lagi?"
"Tidak, aku mau pulang"
"Iya. Ayo pulang, acaranya biar diurus Ian dan Robert"
Kami pulang lebih awal, sebelum pulang Sasha memberi kami hadiah 2 tiket liburan di Bali. Aku ingin ke Bali sejak kecil, tapi selalu terhalang dan kali ini pun juga. Ada jadwal ujian tengah semester yang menunggu, Marcel juga menolaknya setelah tahu jadwalku itu.
Biar kecewa, Sasha memberi hadiah lagi yang berupa sepasang gelang etnik. Gelang itu memiliki gantungan pesawat kertas, katanya gelang itu adalah lambang keberuntungan.
Marcel meraihnya dan senyum pada adiknya itu "Terima kasih, maaf soal kado pertamamu"
"Tidak apa. Toh kalian menerima kado kedua, aku lupa kalau Kak Novi masih mahasiswa dan harus ujian"
"Iya maklumi dong, kakak iparmu ini kan masih di bawahmu bisa dibilang adik kelasmu"
Marcel benar, aku dan Sasha selisih setahun dalam pendidikan. Sasha lahir pada bulan Februari dan aku di bulan November. Tapi Sasha sekolah lebih cepat dariku karna kecerdasannya sejak kecil dan aku hanyalah anak normal yang mengikuti pembelajaran yang ada.
"Memang seharusnya kamu adikku, tapi kamu menikahi kakakku"
"Eum.. Sasha.."
"Nggak kok, nggak apa. Sekarang kalian istirahat dulu"
"Iya, terima kasih" aku menggenggam tangan Marcel lalu kami ke mobil dan pulang. Aku sangat mengantuk terlebih hiasan rambutku cukup rumit dan make up yang terlalu tebal. Padahal aku sudah bilang ke periasnya untuk tidak menggunakan riasan senorak ini.
Sesampai di rumah, Marcel membantuku melepas hiasan rambutku selagi aku membersihkan sisa riasan di wajah setelah cuci muka. Dia terlihat tenang dan sangat lembut saat menarik beberapa jepit yang dipasang si rambutku. Walau dia mengeluh kenapa riasan rambutku sebanyak ini.
"Iya sudah lah, toh ini juga cuma terjadi sekali"
"Iya, kamu sangat cantik. Aku tidak mengira istriku begitu cantik hari ini"
"Hahaha, aku juga. Tapi setelah riasan luntur bukannya aku terlihat jelek ya?"
"Siapa bilang begitu?!"
"Aku"
"Dengar, tidak ada seorang pun wanita yang jelek. Jangan berkata seperti itu, karna itu punya arti kalau kamu tidak pernah bersyukur"
"Hanya insecure saja"
Iya, aku merasa aku bukanlah pasangan yang cocok untuknya. Dibandingkan dengan para wanita tadi, aku tidak ada apa apanya.
***
//Marcel//
"Kak Marcel!!! Bagaimana rasanya malam pertamamu?! Apa itu menyenangkan?!"
"Ngomong apa sih? Novi itu sudah tidur denganku sejak 3 bulan yang lalu. Dan kenapa baru—"
"Astaga jadi.. Kak, jangan patah semangat ya. Aku selalu mendoakanmu agar cepat punya momongan"
Aku menepuk jidatku lalu menghela napas "Aku tidak pernah melakukan seks dengan istriku"
"HAH?! SAMPAI SEKARANG?!"
"Itu bukan urusanmu, toh kamu lagi hamil. Fokus saja pada bayimu. Robert sudah pulang?"
Sasha duduk di kursi makan sambil menatapku yang sibuk mengambil segelas air mineral "Eum.. sudah tadi jam 2 pagi, dia sekarang sedang tidur. Kak, jelaskan padaku apa maksudmu?"
"Intinya, aku dan istriku belum pernah melakukan seks sampai malam ini juga. Bukan masalah besar bagiku, dia juga masih terlalu muda untuk jadi ibu"
"Begitu.. tapi kenapa kamu nggak mau melakukannya Kak?"
"Dia selalu menolaknya—"
"Apa kamu pernah mengajaknya? Sepertinya belum"
Pipiku memerah, dia benar. Tapi aku tahu dia pasti menolakku, jadi aku menghela napas lalu pergi ke kamarku "Sudahlah, ini kan masih jam 4 pagi. Tidur lagi sana"
"Kak, ada yang harus kusampaikan. Ini soal Kak Yana"
Aku menghentikan langkahku lalu menoleh ke arahnya "Ada apa lagi?"
"Kamu pasti tahu Kak, kalau dia adalah dalang yang asli di balik bullying yang dialami Kak Novi"
"Bukan Savira tapi Ayana-lah yang terlibat langsung. Aku tahu itu, karir Savira langsung meredup karna aku menyangkal berita itu. Sasha, jangan terlalu memikirkannya, kamu sedang hamil. Kasihan bayimu"
"Iya Kak, tapi.."
"Sasha"
"Baiklah" dia menghampiriku lalu mengecup pipiku "Selamat tidur, Kakak"
Aku mengusap rambutnya dan mengecup pipinya juga "Selamat tidur"
Kami kembali ke kamar masing masing, setiba di kamar, aku melihat istriku terbangun "Dari mana?"
"Minum, kenapa bangun?"
"Karena nggak tidur"
"Bodoh! Bukan itu, sekarang ayo tidur lagi" aku kembali ke kasur dan tidur.
"Ada yang mau kubicarakan!"
Aku duduk lagi sambil menatapnya bingung "Hng?"
"Aku.."
Beberapa saat kemudian kami asyik berciuman di atas kasur. Dia duduk di atas pangkuanku sambil meremas rambutku dan menekan kepalaku agar dapat semakin dalam menciumku sedangkan aku memeluk pinggangnya.
Sebelumnya, dia bilang kalau dia marah dan kesal setiap kali aku dekat atau mengobrol dengan wanita berpakaian mini. Aku hanya tertawa saat tahu soal betapa cemburunya dia saat itu. Dia kesal dan melampiaskannya dengan menciumku seliar ini.
Dia bilang dia tidak suka pada wanita berpakaian seksi dan mini, tapi dia memakai kemejaku yang kedodoran dan tanpa mengenakan bra, jadi terkadang aku salah fokus pada pemandangan indah payudaranya itu. Selain itu, dia juga hanya memakai celana pendek yang menunjukkan seluruh pahanya. Tapi tetap menutupi bagian kewanitaannya. Pakaiannya setiap sebelum tidur seperti itu.
Bagiku tubuhnya saja sudah cukup bagus, lalu kenapa dia masih kesal saat aku dengan wanita berpakaian mini? Tapi yah anggap saja manusiawi kalau dia cemburu.
Setelah memberiku hukuman itu, dia memelukku lalu berbisik di telingaku "Jaga pandanganmu ok..? Kamu milikku"
"Ya—" dia menggigit leherku. Ah sudah kuduga, dia sibuk membuat tanda kepemilikkannya padaku. Sudahlah, biar jadi bukti juga aku sudah menikah.
Sebulan berlalu setelah menikah secara resmi, dan ini adalah bulan April. Bulan di mana seorang Marcel bodoh ini dilahirkan. Aku jadi bingung pada Dad dan Ibuku, bisa bisanya melahirkan pria sepertiku. Tapi aku bingung, seperti apa wajah ibuku ya?
Aku ingin dengar cerita bagaimana aku bisa terlahir di dunia. Tapi tentunya itu jelas dari hubungan perselingkuhan Dad dan Ibu. Dan apa alasan Ibu meninggalkanku?
Masih banyak teka teki yang ada di bulan April ini, jadi ingat saat di tempat aku dilahirkan. Ibu angkatku, hanya mengatakan tanggal sial di bulan april, tanggal 24 April. Katanya hari itu, ada anak haram lahir dan langsung dibuang ibunya. Itu adalah aku.
"Marcel, maaf membuatmu menunggu. Tadi aku memberikan tugasku pada dosen. Hasilnya memuaskan, makasih sudah membantuku belajar. Kamu cocok deh buka usaha tempat les"
Istriku datang dan masuk ke mobil tanpa permisi. Hah, biar sudah 4 bulan menikah, dia tetap memanggilku Marcel. Padahal aku ingin ada panggilan sayang untukku.
"Mana mungkin? Aku sudah punya murid"
"Iya kah..??"
"Ya"
Kami mengobrol sepanjang jalan lalu mampir ke McD untuk membeli beberapa makanan cepat saji. Kami juga membelikan seporsi burger dan kentang goreng untuk Ian di kantor nanti. Karna aku harus kembali ke kantor untuk bekerja hingga jam 5 sore.
Novi sibuk mengobrol dengan Ian hingga jam kerja selesai lalu kami pulang. Setiap harinya begitu, hingga di suatu siang, Ian mengatakan dia menerima sebuah lamaran pekerjaan. Aku sudah menolaknya begitu pun Ian, tapi wanita itu tetap memaksa.
"Namanya Adelia Sheva, dia memaksa untuk menemuimu dan melamar perkerjaan. Saya sudah menolaknya, ini hari ketiga dia datang lagi"
"Adelia Sheva ya? Coba suruh dia datang interview besok. Biar kutolak secara baik baik—"
Tok tok tok
Pintu terbuka dan seorang pegawaiku masuk dengan napas terengah engah "Tuan, berita duka. Manda kecelakaan dan meninggal di tempat. Masalahnya kita kekurangan pegawai di resepsionis. Hanya Manda yang bisa melayani pengunjung dengan baik"
"Amanda ya? Dia pegawai yang rajin. Aku turut berduka cita, akan kukirim karangan bunga nanti"
Setelah pegawai itu pergi, Ian menatapku "Ini janggal. Aku akan memeriksanya"
"Iya, untuk sementara kita terima wanita bernama Adelia ini"
"Tapi Tuan—"
"Agar mempermudah penyidikanmu. Kamu kan lemot"
Dia hanya senyum, aku tahu itu bukan senyuman tapi dia sedang menahan marah "Tuan, kalau anda bukan bos saya. Sudah saya lakban mulut anda"
"Sudah, sana pergi"
Keesokan harinya, aku melihat wanita baru di resepsionis dan dia menyambutku dengan ramah "Terima kasih sudah menerima saya, saya adalah Adelia Sheva. Saya akan bekerja sebaik mungkin"
"Ya ya lakukan saja tugasmu dan satu hal lagi, tolong pakai baju tertutup"
Aku pergi dan mengabaikannya. Hingga saat jam makan siang, tiba tiba dia datang ke ruanganku membawa kotak makan "Tuan, ini untuk bentuk terima kasih saya"
"Ambil saja dan makan dengan teman temanmu. Aku sudah makan bekal buatan istriku"
"K-kalau gitu apa boleh saya menemani anda makan?"
"Aku bilang. Aku sudah makan! Enyahlah!"
Dia pergi dengan kecewa lalu Ian datang "Berani banget pegawai baru menggodamu"
"Berisik. Bagaimana hasilnya?"
"Laporanku belum bisa kukerjakan karna minimnya data. Tapi tolong berhati hatilah Tuan, firasatku memburuk soal wanita itu"
Aku menatap Ian dan mengangguk "Ya"
To be continue.