//Marcel//
Semakin hari, wanita semakin melunjak. Dia bahkan tidak tahu malu dan keterlaluan. Aku sudah memberinya SP, tapi itu tidak ada pengaruh terhadapnya dan dia malah semakin jadi saja.
Aku terus menghindarinya dan bahkan bekerja di rumah dan membuat surat untuk pemecatannya. Dia sangat mengganggu.
Setelah Ian memberikan surat itu, wanita itu datang ke ruanganku saat aku bekerja di kantor. Aku yang awalnya tenang jadi sangat marah lagi, terlebih dia menangis tersedu sedu memohon diberi waktu untul bekerja lagi.
"Kamu sudah kuberi SP berapa kali? Aku sudah punya pegawai baru lagi"
"Tuan, saya mohon.. biarkan saya bekerja.."
"Silakan keluar"
Dia langsung mendekati kursiku dan memohon di kakiku. Dia juga memeluk kakiku lalu berdiri dan memeluk tubuhku sambil menangis. Tentu aku terus mendorongnya tapi dia tidak mau melepaskanku.
Ceklek
"Wah wah.. pertunjukkan apa lagi ini?"
"S-sayang?!"
Novi datang dan wanita itu masih menempel bahkan dia mencengkeram bajuku. Untung Novi datang, aku menyuruhnya memanggil Ian. Setelah Ian datang, Ian langsung menyeret wanita itu pergi dan meninggalkanku bersama istriku.
"Bodoh! Bagaimana ceritanya sih punya pegawai seperti itu? Dia anak baru ya?"
"Ya. Saat itu, resepsionis lama tiba tiba meninggal jadi aku menyuruhnya masuk. Karna dia juga sudah memohon mohon pada Ian, tapi tahunya dia memang gila"
Novi menghampiriku lalu melepaskan jasku yang basah karna air mata wanita itu "Ini akan kubawa dan akan kucuci. Jadi jangan khawatir"
"Makasih Sayang"
"Iya.. aku tadi ditelelepon Ian, dan untungnya aku sedang di rumah Mama jadi Nino langsung mengantarku. Sekarang tenangkan pikiranmu, aku akan membuatkanmu teh"
"Iya, tolong ya"
Dia mengangguk lalu pergi. Aku memijat kepalaku pelan lalu mendapat telepon dari Ian "Apa lagi?!"
"Tuan! Tolong saya! Wanita itu memberontak di resepsionis!"
"Argh! Baiklah, aku ke sana!"
Aku pergi ke resepsionis dan benar saja, wanita itu berontak dan menangis nangis "Baik, kuberi kesempatan seminggu terakhir lalu keluarlah!"
"Terima kasih—"
Aku pergi dengan Ian yang membuatnya terdiam. Ian bilang, dia dipukul terus "Ya sudah, obati lukamu dulu"
"Nanti saja, pekerjaanku menumpuk. Tuan, lihat ini" aku melihat sebuah kertas yang ada di tangan Ian. Kertas yang berisi sebuah kartu nama.
"Aku menemukannya di meja wanita itu. Berhati hatilah. Laporanku tentangnya sudah selesai dan sudah ada di e-mailmu"
"Aku mengerti"
Sore harinya, aku bekerja lembur, tentu saja Novi dan Ian menemaniku. Tapi mereka pergi sebentar untuk mengambil pesanan online mereka. Dan saat itu juga wanita sialan itu datang, Adelia. Dia seperti tidak pernah bisa merasa kapok ya?!
"Tuan, saya tahu kalau anda tidak menyukai saya"
Aku mengabaikannya, aku sudah sangat lelah untuk menanggapinya. Dia mengoceh panjang lebar dan aku hanya diam saja. Bodoh amat-lah, aku sudah tahu siapa dia. Dari laporan yang diberikan Ian dijelaskan, kalau wanita itu adalah seorang wanita pekerja malam, atau semacam pelacur.
Seluruh datanya adalah palsu, iya, tidak ada wanita bernama Adelia Sheva di sekolah tempatnya mengenyam pendidikan dan juga tempat terakhirnya bekerja. Selain itu, aku memujinya karna dia cukup bagus membuat daftar riwayat hidup palsu yang nyaris semua orang tidak mengetahui aslinya.
Dia menaruh sebuah kopi di atas mejaku dan memintaku mencicipinya karna itu adalah kopi buatannya sendiri. Aku senyum lalu menggeserkan cangkir itu "Aku cuma minum teh"
"Tapi, Tuan harus sesekali mencobanya. Itu adalah kopi Arabica yang saya beli dari teman saya"
"Lalu aku harus peduli? Bawa benda ini pergi dan cepat pulang sana!"
Dia membawa cangkir kopi itu pergi. Aku duduk ke sofa, tempat tadi istriku duduk. Tubuhku sangat lelah dan lapar, kenapa mereka berdua belum juga kembali?
Aku melihat ada sepotong roti cokelat di dalam kardus roti itu. Ini pasti punya istriku, jadi aku memakannya hingga habis. Sudah cukup kenyang sih walau tidak—aku harus cari air. Tenggorokanku terasa panas.
Aku berlari ke dapur kantor dan meraih gelas lalu mengambil air mineral dengan gelas itu. Setelah terisi air, aku meminumnya. Sialan, kukira itu adalah roti keju atau lemon, tahunya kue cokelat biasa. Tapi tumben, dia membeli kue cokelat bukan dari cafe milikku?
Di tengah perjalananku kembali ke ruanganku, aku merasa tubuhku panas. Sangat panas. Selain itu, rasanya seperti aku sedang sangat terangsang. Tapi kenapa—ukh.
"Tuan, ada yang bisa saya bantu?"
Wanita itu tersenyum ya melihatku seperti ini?! Dia jongkok lalu menaikkan daguku agar menatapnya "Ternyata kalian pasangan bodoh"
"Apa—ukh..!!"
"Tuan, dengar baik baik. Sudah cukup kan anda mempermainkan saya seminggu ini? Sekarang yang anda butuhkan hanyalah saya"
Dia membantuku ke ruanganku lalu melepaskan bajuku dengan cepat. Aku tidak bisa melakukan apa pun, membantah saja susah apa lagi berontak. Tangan wanita itu dengan pelan membuka celanaku dan menurunkannya hingga menyisakan boxerku saja.
"Ternyata sudah setegang ini, cepat juga reaksi obatnya"
"Berhenti—"
"Anda di bawah kontrol saya"
Dia mengusap kejantananku dengan sangat pelan membuatnya makin keras saja. Ini pernah terjadi padaku beberapa tahun yang lalu, tapi ada Robert yang langsung membawaku ke dokter. Kali ini? Tidak ada seorang pun. Kumohon cepatlah kembali.
BRAAKK
"MARCEL!?"
"TUAN!!"
Ian menyeret wanita sialan itu dan Novi langsung memakaikan kembali bajuku. Wanita itu pergi dengan Ian sedangkan Novi bersamaku di ruangan ini.
"Apa aku telat?"
"Tidak tapi.. ugh.. telepon Ryan.. tolong.."
Dia mengangguk lalu menelepon Ian tapi tangannya terus menggenggam tanganku. Setelah itu, dia memelukku.
"Sayang.. aku nggak bisa.."
"Hng..? Bertahanlah sedikit saja, kamu habis makan apa sih? Lalu keracunan apa sampai seperti itu?"
"Aku nggak bisa jelaskan sekarang"
Ian kembali dan kami segera pulang lalu aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi saat aku terbangun, aku sudah di sebuah kamar rumah sakit. Syukurlah belum terlambat. Pikirku.
"Kamu hampir memperkosaku di mobil, tapi untung ada Ian yang langsung menahanmu hingga aku bisa memukul tengkukmu sampai kamu pingsan"
"Hah?"
***
//Novi//
Aku mengompres tengkuknya yang membiru karna pukulan Ian sambil terus mengajaknya bicara. Obat yang dipakai oleh wanita bernama Adelia itu cukup berbahaya, jika aku dan Ian telat membawanya ke dokter, dia bisa mati.
Obat perangsang untuk seks, aku baru tahu soal obat itu dan bahayanya. Tapi syukurlah kalau Marcel berhasil selamat tanpa harus menuruti nafsu berlebih akibat obat itu.
"Sudah, sekarang tidurlah seperti ini" aku membantunya kembali tidur. Dia mengangguk dan tidur dengan posisi yang kuaturkan.
"Dengar, bagaimana bisa sih kamu seceroboh itu? Biasanya juga kamu waswas, padaku saja juga begitu"
"Aku kan makan kue yang ada di mejamu. Kupikir itu kue milikmu"
"Kue? Aku sudah membuang kotaknya loh, kan sebelum aku memberikannya ke Ian, aku menawarkannya padamu tapi kamu menolak"
"Hah? Jangan mengada ada deh, kamu naruh kue sepotong loh"
Dia bicara apa sih?! Aku sudah membuang box rotinya setelah memberikan sepotong bagian Marcel ke Ian. Hm, itu kan kue lemon dari cafe Veronica miliknya, coba kutanyakan saja.
"Apa itu kue lemon dari cafe Veronica-mu?"
"Hng..? Memangnya kamu beli kue lemon? Karna aku lapar, jadi kumakan saja. Tapi setahuku itu bukan kue lemon, tapi cokelat dan bukan dari cafe. Kamu beli dimana?"
Aku terdiam. Wanita sialan itu memang sengaja memfitnahku ya? Lalu apa yang diinginkannya dari Marcel? Aku menghela napas lalu memberinya tahu kalau kue yang dimakannya bukan milikku. Dia terkejut dan membiarkannya berlalu.
Keesokan paginya, aku mendapat telepon dari Ian kalau kue yang dimakan Marcel mengandung obat perangsang seks yang membuatnya seperti itu. Aku juga menyuruhnya menyelidiki siapa yang menyuruh Adelia melakukan itu.
Ian menjelaskan bahwa Adelia masih memaksa untuk tetap bekerja walau sudah dipecat. Setelah menutup telepon itu, aku menelepon Nino dan menyuruhnya menjaga Marcel selagi aku di kantor.
Aku pergi ke kantor setelah Nino datang untuk menjaga Marcel. Yah sudah kuduga kalau mereka bakal menghujat satu sama lain. Tapi Nino bersedia menjaga adik iparnya itu. Aku bisa pergi ke kantor.
Sesampainya di kantor, wanita bernama Adelia itu mengalihkan pandangannya dariku dan mencibirku "Oh ada wanita simpanan? Nggak asyik"
Aku menghampirinya lalu senyum "Kamu tahu siapa aku?"
"Iyalah! Wanita simpanan bodoh yang tidak pernah memuaskan prianya—"
Plaaakk
"Dasar tidak punya malu, bukannya kamu sudah dipecat? Kalau aku yang dipecat, aku malu ya. Tapi sepertinya kamu tidak punya malu. Kutegaskan sekali lagi, aku istri sah dari Marcel Chandra. Aku juga memiliki nama Chandra sekarang! Aku berhak menggantikan suamiku saat sakit, jadi silakan keluar dari perusahaanku"
"WANITA MURAHAN—"
Ian menahannya yang hampir namparku itu lalu menyeretnya pergi "Pergilah selagi aku masih bersabar dan belum membakarmu hidup hidup"
Dia pergi setelah aku meleparkan tasnya. Dasar tidak tahu malu, sudah memakai pakaian norak seperti itu, sekarang menggoda suami orang pula. Dih, aku sih jijik melihatnya. Bisa bisanya suamiku menerima orang sepertinya.
Saat aku masuk ke kantor, aku melihat semua pegawai di kantor itu tersenyum padaku. Tentu saja, aku tersenyum kembali pada mereka. Mereka mengatakan sudah lega karna Adelia sudah diusir, selama ini Marcel hanya mengabaikannya saja. Walau baru 2 minggu bekerja, tapi bagi mereka Adelia sangat mengganggu.
Aku pergi ke ruang kerja Marcel dan mulai bekerja menggantikannya selama 3 hari karna Marcel harus rawat inap usai keracunan itu. Hari pertama bekerja, aku sudah pusing 7 keliling karna pekerjaan yang tiada akhir. Pantas saja Marcel tetap bekerja di rumah walau dia sudah bekerja di kantor dari pagi hingga sore.
"Nyonya—"
"Kamu bisa memanggilku Novi kalau tidak ada suamiku"
Ian tertawa lalu menaruh sepotong kue lemon dan secangkir teh bunga Telang favoritku lengkap dengan sepotong lemon di mejaku "Makanlah, Tuan mengirimkannya khusus untukmu"
"Terima kasih"
"Pekerjaan suamimu memang banyak, maklumi saja kalau tubuhnya sering sakit atau mungkin dia telat tidur"
"Aku tahu itu. Bukannya sudah tugasku untuk membantunya?"
"Kamu benar, setelah kedatangannya dulu tubuhnya agak kurus ya walau masih lumayan berototlah. Tapi setelah berada di Surabaya dan menjadi suamimu, dia agak sedikit bugar. Tidak terlalu gemuk, tapi tubuhnya jadi lebih baik"
"Aku menyuruhnya untuk tetap hidup sehat, makan makanan yang bergizi tinggi, menyuruhnya tidur dengan cukup, dan juga melarangnya minum wine atau mengonsumsi obat untuk menjaga staminanya. Dan aku bisa mengubahnya!"
"Tapi kamu juga membuatnya tergila gila padamu"
Kami tertawa bersama lalu kembali bekerja. Semua baik baik saja hingga jam 7 malam, karna aku tidak seperti Marcel, aku mengerjakan pekerjaanku di kantor hingga malam. Marcel sudah meneleponku untuk pulang, tapi aku memilih untuk tetap bekerja dibantu dengan Ian.
"Novi, ini sudah jam 9 malam. Suamimu akan marah besar loh, ayo kuantar ke rumah sakit. Dia sudah sakit, kamu jangan sakit juga dong. Ayo"
"Baiklah"
Aku pergi bersama Ian kembali ke rumah sakit, dan menggantikan Nino menjaga Marcel. Marcel menegurku soal caraku bekerja hari ini yang terlalu memporsir tenagaku. Dia marah, tapi dia juga memaklumiku setelah Ian membelaku.
Aku segera membersihkan diriku dan tidur di sofa, tapi hari ini Marcel memintaku tidur bersamanya di ranjangnya. Aku awalnya takut ranjang itu akan rusak karna kami, tapi Marcel dengan polosnya bilang dia akan menggantinya jika rusak.
Dia memelukku erat sambil tidur sedangkan aku masih terjaga. Aroma maskulin di tubuhnya membuatku susah tidur. Tapi rasanya sangat nyaman, kapan ya dia bisa pulang dan kembali tidur di kamar kami lagi.
Keesokan paginya, Marcel ngotot minta rawat jalan saja dari pada harus melihatku bekerja hingga lembur. Akhirnya, dokter pun mengizinkannya pulang. Di runah, aku menanyakan keadaan rumah pada Ina dan Joko. Mereka bilang tidak ada masalah apa pun.
"Apa kalian mau pulang? Sudah tiga hari ini kalian tidak pulang, pulanglah dulu ke rumah kalian. Besok kembalilah lagi"
"Baik, Nyonya"
Mereka pulang, ya karna mereka selalu pulang setiap sore setelah aku dan Marcel pulang ke rumah. Aku membersihkan rumah dan melakukan pekerjaan rumah tangga biasa, sedangkan Marcel tentu sudah mulai bekerja.
Setelah makan malam jadi, aku menyuruhnya makan dulu dan meninggalkan pekerjaannya sebentar. Iya, tadi makan siang kami hanya membeli makanan cepat saji karna aku tidak sempat memasak. Sambil makan malam bersama, kami mengobrol soal kuliahku. Lebih baik kalau kami cepat move on dari masalah tentang Adelia.
"Aku lihat di datamu, besok kamu ulang tahun ya?!"
Dia mengangguk "Ya begitulah, memangnya kamu mau memberiku apa?"
"Boneka—"
"Bagaimana kalau kita membuat syukuran kecil kecilan?"
"Boleh"
Kami melanjutkan makan lalu membersihkannya setelah makan selesai. Aku menyuruhnya tidur lebih awal karna tubuhnya juga pasti masih melemah usai pulang dari rumah sakit. Entahlah setahuku obat perangsang akan hilang efeknya setelah bersetubuh dengan lawan jenisnya. Tapi untung saja, Marcel bisa diselamatkan dengan ke rumah sakit dan perawatan intensif.
Aku mengusap pipinya saat dia tidur, ternyata dia kuat juga ya menahan nafsu dan gairah yang meluap luap saat itu. Kalau saja aku dan Ian telat, mungkin dia sudah sibuk menyetubuhi wanita itu.
"Hei, apa yang kamu pikirkan?"
"Aku membuatmu terbangun, maaf"
"Tidak apa. Ayo tidur, sudah larut loh!"
Aku mengangguk lalu tidur di dalam pelukannya. Aku bersyukur punya suami sepertinya. Aku janji, saat sudah siap nanti, ayo kita lakukan apa yang susah seharusnya kita lakukan.
Aku janji.
To be continue.