Chereads / Shit, Maybe I Love You / Chapter 15 - Chapter 14

Chapter 15 - Chapter 14

//Zico//

"Marcel benar benar memutus semua keuangan keluarga kita! Anak haram itu sangat serakah seperti ibunya!"

"Aku setuju padamu, Clara. Dia memang monster. Untung saja 2 sumber kekuatannya sudah mati, jadi dia tidak bisa berbuat apa pun"

"Benar! Sarah! Aku juga berpikir begitu!"

Aku berada di tengah obrolan tentang keparat bernama Marcel itu lagi. Tante Sarah dan Ibu begitu senang menjelek jelekan anak pelacur itu. Jadi apa mungkin ini kesempatanku untuk mendapat dukungan mereka?

"Zico, Ibu senang kamu batal menikahi wanita sampah itu. Yah sekarang dia juga sudah mati"

Mati? Novi mati? Itu adalah hal mustahil. Marcel ada di belakangnya saat acara pernikahanku 4 bulan yang lalu. Jadi mana mungkin kan Novi mati.

"Tapi, Clara. Kudengar kemarin, Marcel menikahi seorang wanita. Apa mungkin itu wanita parasit yang dulu bersama Zico?"

"Ah mana mungkin?! Toh bawahanku bilang, wanita itu sudah diperkosa dan mati. Dan anak pelacur itu yang membawanya"

"Ya ampun, aku tidak menyangka, dia akan mati dengan cara sesadis itu" Bianca terlihat sangat sehat, aku begitu bersyukur melihatnya sehat dan bahagia tanpa rasa dihantui oleh Novi. Karna saat aku sibuk bercinta dengannya, Novi ada dan melihat kami. Tapi ada juga perasaan yang mengganjal di pikiranku sejak hari itu.

"Aku juga. Aku tidak menyangka"

"Zico.. Bianca.. kalian sebentar lagi jadi orang tua loh! Harusnya dari dulu saja, kalian kenapa harus menutupinya? Lalu kudengar Zico sempat melamar wanita itu ya?"

Ocehan mereka bertiga membuatku risih dan pergi ke kamarku. Di kamarku aku duduk di kursi kerjaku dan aku begitu tertarik untuk membuka laci yang sudah lama kututup. Aku membukanya dan melihat sebuah kotak.

Saat kubuka kotaknya, aku melihat isinya ada sebuah jam tangan, sebuah cincin cantik, beberapa foto bersama Novi, dan juga sebuah surat. Jika kuingat ingat itu semua adalah barang yang kuberikan untuk Novi. Dan dia mengembalikannya padaku.

Aku tidak tahu kalau ada surat dalam kotak itu, saat aku membuka surat itu dan membacanya, tiba tiba aku merasa sedih. Di surat itu, Novi mengungkapkam semua perasaannya padaku dan seperti apa perlakuanku padanya.

Secara sadar, aku melakukannya. Menamparnya karna dia tidak mau kutiduri, melempar kertas padanya saat dia bertanya padaku soal laporan keuangan, tidur bersama Bianca di depannya, bahkan aku juga memberinya undangan pernikahanku dengan Bianca tanpa rasa bersalah. Padahal selama 3 tahun kami berpacaran, dia mencintaiku dengan tulus. Lalu apa yang kuberikan padanya? Hanyalah hinaan.

Sekarang apa yang dilakukannya ya? Apa dia benar benar mati seperti yang dikatakan Ibu dan Tante Sarah? Atau dia bahagia dengan pria lain?

November lalu, tepat di hari ulang tahunnya aku memutuskannya dan mengatakan soal kehamilan Bianca padanya. Kenapa bisa aku setega itu? Tapi dia hanya senyum dan mengucapkan selamat. Namun tetap saja, melihatnya berjalan menjauh setelah memberiku kotak itu, rasanya ada sesuatu yang menghilang dariku.

Bulan Januari saat aku menikahi Bianca, dia datang ke acara itu. Padahal aku bisa menjamin keluarganya pasti melarangnya untuk datang. Tapi dia datang, dengan dress navy indah dan wajah yang dipoles riasan tipis. Seperti gayanya saat menemaniku ke pesta temanku. Walau penampilannya sesederhana itu, dia tetap terlihat natural dan indah. Perasaan menyesal lagi lagi menghampiriku.

Lalu saat dia pergi bersama Marcel, hatiku hancur dan aku merasakan bahwa, aku memang kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupku. Hari demi hari kujalani dengan penyesalan dan terus berpura pura.

Setelah membuka kotak ini dan melihat isi surat darinya, aku ingin ke Surabaya untuk melihatnya atau hanya sekadar mengunjunginya apa pun kondisinya sekarang. Aku ingin menemuinya.

"Sayang, ada apa?"

Aku menutup kotak dari Novi lalu menyembunyikannya lagi "Apa kamu mau liburan, Bee?"

"Liburan?! Kemana Sayang?"

"Surabaya, apa kamu mau ke sana lagi?"

"Tentu!"

Kami pergi ke Surabaya seminggu kemudian, dan setiba di sana. Aku pergi ke rumah di mana Novi dan keluarganya tinggal sambil membawa kotak yang diberikannya padaku. Tapi sesampainya di sana, rumah itu sudah diratakan dengan tanah.

"Novi dan keluarganya sudah pindah, setelah dia menikah dengan orang dari Jakarta"

"Apa orang itu seorang bos?"

"Bukan bukan, hanya IT sebuah kantor. Tapi dia bisa membelikn rumah mertuanya, panutan sekali"

"Marcel... apa namanya Marcel..?"

"Setahuku, itu benar"

Setelah itu, aku pergi ke penjuru kota mencari keberadaannya sekarang. Tapi tidak bisa kutemukan. Di mana pun. Nomornya pun tidak bisa lagi kuhubungi. Dengan modal kotak ini, aku bisa mencarinya dimana?

Bodoh. Aku bodoh.

"Chandra Utama Group.. apa ada gedung itu di kota ini??"

Supir taksi itu mengangguk "Ada, itu ada di ujung kota"

"Antar aku ke sana! Kubayar berapa pun!"

Sesampai di kantor itu, aku masuk dan menanyakan soal CEO di kantor itu. Benar, kantor ini di bawah pimpinan Marcel langsung. Sialan apa aku-

"Iya, tolong sampaikan suamiku untuk langsung memakan bekalnya!"

"Iya iya iya. Nyonya Chandra memang sama bawelnya dengan Tuan"

"Namanya juga pasutri"

"Kenapa nggak masuk saja?! Tuan akan langsung makan kalau ada kamu"

"Dih!"

Aku menoleh ke arah suara familier itu dan menjatuhkan kotak yang kubawa. Ternyata ada Novi di sana, DIA ADA DI SANA.

Brak

"Eung..? Permisi ini kotak-kak Zico..?"

"N-nop.. Nop..?"

Aku mendekatinya dengan wajah tidak percaya. Dia sungguh ada di depanku. Tapi wajahnya terlihat takut padaku atau bahkan membenciku. Dia menjatuhkan lagi kotakku lalu berjalan mundur.

"Mau apa lagi?! Hidupku sudah tenang, jangan melibatkanku lagi ke masa lalu suram itu"

"Novi, dengarkan aku dulu-"

Dia lari sambil menangis entah kemana, yang kutahu dia pergi ke dalam gedung. Pasti menemui Marcel ya? Huh, sudahlah aku tidak memiliki harapan lagi. Aku memungut kotakku lalu pergi. Sebelum pergi, aku berbalik melihat gedung itu dan senyum.

Melihatmu saja sudah cukup, kamu juga tumbuh dewasa dan cantik. Benar, aku kurang memperhatikanmu jadi Ibu menolakmu. Tapi berbeda dengan anak pelacur itu, dia bisa mencukupi segala kebutuhanmu. Termasuk cinta yang dari dulu kamu inginkan dariku.

Aku tidak akan mengusik hidupmu lagi, bahagialah dengan pria pilihanmu dan aku akan hidup dalam penyesalan tiada akhir. Aku pergi menuju taksi yang kupesan lalu pulang ke hotelku. Kami bukanlah anak kecil lagi, jadi kami bisa menentukan pilihan kami sendiri. Mau hidup seperti apa dan bagaimana. Semua terserah pada kami.

Sudahlah, sekarang aku harus mengembalikan perusahaanku itu dan bangkit lagi mengingat beberapa bulan lagi anak pertamaku dan Bee lahir. Aku tahu, nama yang cocok untuknya nanti. Semoga Bee menyukainya.

***

//Marcel//

Aku tidak bisa habis pikir bagaimana bisa Zico ada di kantorku. Tapi saat aku pergi ke resepsionis, tidak ada seorang pun. Apa Novi saja yang salah lihat?

"Ian, apa kamu lihat Zico?"

"Lah saya kan mengantar bekal Tuan, mana saya tahu ada Kak Zico di sini?"

"Sudahlah cepat cari jejaknya, aku harus menemani istriku. Dia sedang shock di ruanganku"

Saat berjalan kembali, aku menemukan sebuah cincin bermata berlian yang cantik. Ada sebuah kertas yang menunjukkan asal usul kalungnya.

"Dari Rusdy untuk Viana-"

Tidak mungkin kan kalau itu cincin milik Zico yang terjatuh lalu siapa Viana? Satu satunya yang-Noviviana. Jangan bilang itu adalah cincin pertuangan mereka Oktober lalu. Aku pergi ke ruanganku dan menanyakan semuanya ke istriku.

Dia menjelaskannya tanpa bertele tele dan dia juga memberitahuku kalau cincin itu adalah pemberian Zico tapi dia sudah mengembalikannya sejak hubungannya kandas November lalu. Aku kesal harus menelan kenyataan bahwa istriku adalah mantan orang yang kubenci. Namun, dia adalah istriku sekarang. Benar. Biar aku dan Zico bermusuhan atau saling membenci, pada dasarnya kami mencintai wanita yang sama.

"Kamu mau menyimpan cincin ini atau tidak?"

"Tidak"

"Apa kamu-"

"Bisa nggak kalau nggak mengungkitnya lagi? Aku dan Kak Zico tidak memiliki hubungan apa pun sekarang, dan hubunganku di masa itu tidak ada hubungannya denganmu"

"Apa aku merugikanmu saat itu? Atau menguntungkanmu? Tidak kan?! Jadi jangan memaksaku mengingat atau menjelaskannya padamu!"

Brak

Dia pergi dari kantorku dan meninggalkanku sendiri di ruanganku. Apa yang barusan kulakukan? Cincin ini-kusimpan saja. Siapa tahu dia berubah pikiran. Aku tidak memaksanya menjelaskannya. Tapi ya sudahlah, akan kubelikan roti lemon saat pulang.

Sepulang dari kantor, aku tanya pada Joko soal Novi apa dia sudah pulang. Tapi dia menjawab Novi belum pulang. Aku menghela napas, aku terlalu menekannya tadi. Setelah berganti baju, aku pergi ke rumah Mama tempat utama Novi kabur.

Untungnya dia ada di sana dan saat aku datang dia tidak menghindar. Dia hanya mengalihkan pandangannya dariku. Syukurlah dia tidak semarah itu.

"Ayo pulang, aku minta maaf sudah menekanmu. Ini kubawakan kue lemon"

"Itu kue lemon dari cafe bukan?"

Aku mengangguk "Iya, kubawakan agak banyak. Buat kamu dan Mama, jadi jangan marah padaku lagi ya"

"Iya, maaf ya membuatmu khawatir"

"Tidak apa. Ayo pamit Mama dan Nenek lalu pulang, rumah nggak ada yang jaga nih"

Setelah berpamitan, kami pulang ke rumah. Di perjalanan, dia memakan kue lemonnya. Aku tahu dia sangat menyukai kue itu setelah kami ke cafe beberapa waktu lalu, dan dia begitu menyukai kue lemon.

Di rumah, dia langsung saja mandi setelah menaruh kue lemonnya ke kulkas. Sedangkan aku menyiapkan makan malam. Makan malam bersama kali ini agak tenang dari biasanya, hingga selesai. Ah mungkin karna Novi sedang kurang enak hati. Sebelum dia tidur, aku mengecup keningnya lalu aku pergi ke ruang kerjaku.

"Cincin yang cantik. Tapi aku tidak yakin alasan mengapa Zico ke kantorku hanya karna ingin melihat istriku"

Aku terus bergumam lalu menaruh cincin itu di laci mejaku. Perasaanku campur aduk. Sedari kecil, aku dan Zico tidak pernah akur. Kami selalu bertengkar dan aku yang selalu disalahkan. Padahal sebenarnya Zico-lah yang berulah.

"Kata Ibuku, kamu itu anak yang kotor jadi aku harus menjauhimu. Nanti ketularan kotor loh. Hihihi"

"Aku nggak kotor!"

"Iya hihihi.. jijik.."

"Marcel kotor.. Marcel kotor.."

Saat itu aku melempar muka Zico dengan pot karna terlalu kesal. Masih kecil tapi mulutnya sudah setajam itu. Sayangnya saat itu lemparanku tidak sampai ke Zico, tapi Zico tersungkur dan menangis keras. Anak anak yang lain berlarian pergi sambil terus mengataiku.

"Dasar bedebah! Buat malu saja! Sini!"

Mom datang dan langsung memukuliku hingga aku sakit beberapa hari. Sialnya, anak itu datang dan mengataiku lemah. Sejak saat itulah dia bukan temanku.

Seiring waktu, kami tumbuh dewasa dan sifat Zico tidak berubah sama sekali. Dia sering memfitnahku bahkan di depan Kakek. Tapi Kakek tetap membelaku. Bagiku Kakek adalah orang tuaku, tapi beliau telah tiada. Dan aku harus bertahan hidup sendiri.

Kembali ke saat ini, aku menghela napas lalu membuka pesan dari Ian. Menurut hasil penyelidikannya, Zico ke Surabaya bersama Bianca. Mereka sedang berlibur biasa, tanpa adanya alasan khusus. Syukurlah kalau begitu.

Sebulan berlalu begitu cepat, Novi sudah mulai masuk ujian akhir semester dan dia sibuk belajar mati matian. Targetnya tahun depan lulus, tanpa diminta pun aku akan membantu kelulusannya itu. Aku senyum saat dia memintaku mengajarinya beberapa materi yang sulit.

"Marcel, aku nggak paham. Kenapa ini begini? Kenapa hasilnya begitu kan harusnya begini? Marcel. Marcel!"

"Makanya, kalau ada orang yang sedang menjelaskan jangan ditinggal melamun. Sekarang dengarkan lagi"

Aku memberinya beberapa soal setelah menjelaskannya beberapa kali. Dia akhirnya bisa mengerjakannya dengan benar. Aku senyum lalu memberinya sepotong kue lemon yang kutahan dari tadi.

"Selamat Sayang, ini kue lemon untukmu"

"Makasih!" dia meraih kue lemon di piring itu lalu memakannya dengan wajah berbinar binar.

"Ok, habis makan lanjut ya. Kalau nilai ujianmu tinggi, akan kubelikan seloyang kue lemon"

"S-s-seloyang?!"

Aku mengangguk. Lalu meraih pensilnya "AYO BELAJAR LAGI!!!"

Untung saja aku membeli seloyang kue lemon, jadi dia bisa fokus belajar demi kue lemon itu. Jam menunjukkan pukul 10 malam, dia sudah habis separuh loyang tanpa makan malam. Karna baginya kue lemon itu jarang dinikmatinya. Jadi dia lebih mengutamakan kue lemonnnya. Belajar pun selesai dan merengek lapar padaku agar aku memberinya kue lemon lagi. Tapi tidak semudah itu kan?

"Jawabanmu terakhir hampir sepenuhnya salah, ayo makan nasi saja. Kita beli sate ayam di perempatan"

"Tapi.. aku mau kue lemon.."

"Aku tahu, tapi kue saja tidak cukup untuk kebutuhan gizi tubuhmu. Ayo makan nasi"

Sepulang dari makan malam, aku memberinya 2 potong kue lemon dan dia memakannya hingga habis sebelum tidur. Syukurlah jika dia bisa tidur nyenyak malam ini. Sedangkan aku kembali bekerja seperti biasanya.

Zzrraaaasss

"Hujan ya.." aku pergi ke kamarku untuk memeriksa apa istriku terbangun atau tidak. Tapi dia malah tidur semakin nyenyak. Baiklah, akan kunaikkan suhu AC nya.

Aku kembali ke ruang kerjaku. Walau sudah berusaha menghilangkan pikiran tentang pertunangan mereka. Rasanya masih ada yang ingin kuketahui lagi. Pikiranku sangat kacau.

Aku ke dapur dan mengambil sepotong kue lemon lalu memakannya. Novi benar, rasa kue lemon bisa membuatku sedikit tenang. Aku duduk di kursi makan lalu meminum secangkir teh. Masih banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan. Terlebih, apa masih ada Zico di hatinya atau dia sudah mulai menerimaku? Tapi jika iya, aku harus apa. Lalu jika tidak, aku juga tidak tahu.

Semuanya masih teka teki. Ternyata memang nggak semudah itu ya.

To be continue.