Chereads / Shit, Maybe I Love You / Chapter 12 - Chapter 11

Chapter 12 - Chapter 11

//Marcel//

"Uhuk uhuk! Apa katamu?!"

"Aku mau buka toko roti di rumah, ah aku jual dengan harga murah kok"

"Terus, mau dijual ke siapa?"

"Tetangga!"

"Sayangku, tetangga kita di blok ini cuma 4 rumah. Itu pun mereka bekerja dan pulang malam. Lalu kamu mau jual ke mana? Ke rumput? Ingat kita hampir nggak punya tetangga"

Dia terdiam lalu memainkan jarinya dan senyum "A-akan kujual lewat Instagram?"

"Jual padaku saja"

"Sama saja dong!"

Dia pergi dengan kesal. Semalam dia memberiku hadiah, kukira dia memberikan malam pertamanya padaku. Tahunya dia malah memberikan boneka rajut dengan bentuk abnormal. Dia bilang bahwa boneka itu adalah aku, iya boneka itu terinspirasi dariku. Tapi terinspirasi apanya?! Boneka itu mirip boneka voodoo dari pada wajahku.

Sudah jatuh masuk jurang pula. Itu yang kurasakan, sudah kecewa dapat santet dari istri pula. Aku bahkan takut melihat boneka itu saat bekerja, iya aku menaruhnya di meja kerjaku dengan tujuan agar dia senang. Tapi aku kadang merinding.

Sekarang dia mau jualan kue, jualan kemana?! Satu blok yang harusnya diisi 14 rumah tapi cuma ada 4 rumah. Sisanya adalah ladang ilalang luas yang panas. Depan rumah kosong, kanan dan kiri rumah juga kosong, begitu pun belakang rumah. Jarak dari rumah ke rumah juga jauh sekitar 300 meter.

LALU DIA MAU JUAL KEMANA?!

Aku membenarkan motornya dan membeli sebuah mobil baru karna mobilku rusak. Aku ingin membelikannya motor baru tapi dia menolak, yah walau akhirnya ada motor baru juga. Tapi dia tetap memakai motor lamanya untuk ke pasar atau ke minimarket.

"Marcel, kenapa kamu seperti kesal padaku?"

"Aku nggak kesal kok. Hanya saja, aku merasa aneh..?"

"Aneh? Katakan!"

Aku harus mengatakan apa kalau dia sudaj serius begini? Aku mengusap rambutnya dan tertawa "Haha nggak apa kok"

"Apa aku jualan boneka saja—"

"Jangan jualan apa pun deh"

"Jual diri..?"

"HEEEHHH!!! KAMU GILA YA?!"

Dia tertawa lalu memelukku hingga tertidur. Sebenarnya dadaku masih terlalu sakit saat dia memelukku, tapi itu bentuk cintanya padaku.  Kami berdua tertidur di ruang tengah.

"Marcel! Marcel!"

Aku terbangun dan dia menatapku sambil senyum "Hehe"

"Dadaku masih sakit loh"

"Maaf, tapi kamu nggak mau kupeluk?"

"Siapa bilang?"

Aku memegang pipinya lalu mencium bibirnya setelah itu kami pergi mengerjakan pekerjaan masing masing. Aku ke ruang kerjaku dan dia belajar lagi untuk persiapan ujian. Sesekali dia akan berlari ke ruang kerjaku lalu menanyakan soal yang tidak dimengertinya.

Malam harinya, aku memindahkannya ke kasur karna dia sudah tertidur pulas. Untungnya dia belajar di kamar jadi aku tidak perlu jauh jauh memindahkannya. Aku memberinya selimut lalu merapikan seluruh buku bukunya.

Ada yang menarik, aku meraih bukunya dan melihat catatannya. Dia menulis dengan sangat rapi, semuanya sangat jelas karna dia memberi tinta berwarna dan stabilo di catatan yabg perlu diingat. Selain itu, dia juga mengerjakan beberapa soal. Dari 35 soal dia berhasil menyelesaikan 10 soal saja. Itu pun soal yang paling mudah. Dia ini bodoh atau apa sih?!

Aku tertawa melihat hasil jawabannya itu, ada saja yang salah. Apa mungkin kukerjakan saja? Boleh deh sekalian mengasah otak. Sudah lama, aku tidak mengerjakan soal anak kuliahan.

Jadi ingat Sasha saat masih kuliah lalu terkena masalah kecil, iya dia telat mengumpulkan tugas. Padahal saat itu dia berkuliah di Universitas Indonesia. Dia menangis setiap hari dan mogok kuliah seminggu. Dia meminta padaku untuk pindah kampus karna malu. Aku saat itu cuma bisa meyakinkannya, kalau dia bisa pindah setelah mendapat gelar S1 dan aku akan menyuruhnya melanjutkan pendidikannya ke Irlandia lagi.

Dia pernah bercita cita kuliah di Irlandia setelah lulus SMA di sana. Sebenarnya aku ingin menyuruhnya ke London atau Amerika saja, tapi dia menolak. Katanya Irlandia adalah negara yang diimpikannya sejak kecil.

Jam menunjukkan pukul 2 pagi, sudah waktuku untuk tidur sebelum istriku bangun dan aku tertangkap basah mengerjakan tugasnya. Aku menaruh bukunya yang sudah kukerjakan semua tugasnya lalu pergi ke kasur setelah merapikannya.

Pagi harinya, dia terlihat sangat semangat untuk berkuliah. Apa dia menyadari semua tugasnya sudah terselesaikan?

"Marcel, aku sudah buatin kamu bekal nih! Hehehe.."

"Hng? Tumben buatin aku bekal serapi ini? Biasanya—" dia menutup mulutku dengan tangannya dan tertawa. Aku tahu dia marah.

"Tutup mulut sampahmu. Bersyukur dong ada istri sepertiku yang membuatkanmu bekal setiap pagi"

Aku menggenggam tangannya lalu menariknya dari mulutku dan mengecupnya "Iya aku bersyukur kok"

"Oh iya..? Ok, ayo antar aku ke kampus!"

"Ayo" aku menuju ke mobil sambil membawa kotak makanku. Dia mengikutiku lalu mengunci pintu rumah dan membukakan pagar. Kami melakukan rutunitas seperti biasanya. Setelah mengantarnya ke kampus, aku akan ke kantor dan menjemputnya nanti.

Di kantor banyak pegawai perempuan yang bersedia jadi istri keduaku atau wanita simpananku. Mereka mendapat berita soal Novi yang belum menyerahkan keperawanannya padaku. Jadi mereka bersedia menyerahkan punya mereka bahkan untuk melahirkan anakku.

Mendengar perkataan mereka membuatku tertawa lalu membenarkan itu semua "Maaf ya untuk kalian semua, bagiku istriku cuma satu dan aku nggak ada niatan buat punya wanita simpanan. Dosa. Lalu aku juga cuma mau mengakui anak yang dilahirkan istriku saja, jadi maaf sebesar besarnya yaa"

"Tapi kalau dia tetap menolak—"

"Kalau dia—"

Semakin diladeni malah mereka bahas yang aneh. Aku menegaskan perkataanku lagi dan pergi. Sialan, biar aku tidak mendapatkan kenikmatan dari istriku. Itu bukanlah hal penting, bagiku melihatnya tersenyum manis dan tertawa lepas itu semua lebih dari cukup.

Sambil bekerja, aku memakan bekal buatannya. Masakannya lumayan enak, dia juga terlihat sangat senang. Mungkin karna tugasnya selesai, jadi dia sebaik ini. Besok aku akan mengajarkannya cara menyelesaikan soal soal itu.

Ddrrtt

Aku melihat ponselku dan dia mengirimiku pesan. Dalam pesan itu, dia mengatakan terima kasih sudah mengerjakan tugasnya itu. Aku tertawa lalu membalasnya agar dia mau belajar lagi nanti. Aku tidak mau dia sampai ketergantungan padaku.

Saat jam menunjukkan pukul 3 sore, aku menyuruh Ian menjemput Novi dari kampus karna aku harus menghadiri rapat sampai jam 5 sore nanti. Terkadang juga seperti ini.

"Sayang, maaf aku tidak bisa menjemputmu. Ian sedang ada di jalan, tunggu sebentar lagi"

"Aku boleh main sama Ayu nggak? Kami sudah ada di McD buat makan"

"McD mana? Chat Ian saja, kamu harus pulang. Ingat, kamu mau ujian loh"

"Iya iya, aku bilang Ian nanti—"

"Sekarang"

Aku menutup telepon lalu pergi rapat. Serius, aku jadi seperti Mama untuknya.

***

//Novi//

Hari ini, Marcel mengajakku ke butiq untuk mencari gaun pernikahan. Dia mengajakku ke butiq yang terkenal di Surabaya. Pasti harganya mahal, ugh aku harus mengirit pengeluaran.

"Silakan, Tuan dan Nyonya sebelah ini untuk pakaian pernikahan"

Kami mengikuti pegawai butiq itu dan tiba di depan sebuah kebaya yang sangat cantik. Warna putih dengan sentuhan warna biru muda dan pink.

"Kamu suka itu?"

"Warnanya indah"

"Iya, mau jalan ke dalam lagi? Ada yang lebih bagus" dia mengulurkan tangannya padaku.

Aku meraih tangannya dan kami bergandengan melihat lihat kebaya yang lainnya. Ada yang berwarna merah maroon, ada yang berwarna hijau, sampai warna hitam. Tapi aku masih ingin yang warna biru dan pink tadi.

"Kamu mau yang di depan itu?"

"Ah, aku mau lihat lihat dulu boleh?"

Dia mengangguk lalu melepaskan tangannya dan pergi melihat lihat gaun yang lain. Sangat indah dan harganya mahal. Dress yang kupakai di pernikahan Zico adalah satu satunya dress yang kumiliki. Dan begitu melihat dress dress itu, aku jadi menginginkannya.

Plaakk

"Jangan menyentuhnya kalau tidak beli. Dari penampilanmu saja aku yakin, kamu nggak berniat beli!"

"Maaf, aku hanya ingin melihatnya lalu aku akan membelinya nanti setelah melihat—"

"Dress dress ini harganya MA-HAL mana mungkin wanita sepertimu sanggup beli"

Aku mengelus tanganku yang memerah karna dipukul wanita sombong itu. Belum juga aku pergi, dia mendorongku keluar karna ada pengunjung lainnya.

"Pergi sana! Orang miskin! Jangan mengotori tokoku!"

Bruk

Aku terjatuh lalu berdiri lagi. Sialan, sombong banget sih. Cuma jualan dress mahal saja sudah begitu, apa dia tidak tahu kalau aku istrinya Marcel?! 

Aku masuk lagi dan wanita itu lagi lagi mendorongku "PERGI!!! AKU NGGAK BAKAL KASIH SUMBANGAN!!!"

"Suamiku ada di dalam, aku ke sini untuk pas baju—"

"Jangan—"

"SAYANG!!!" Marcel berlari ke arahku lalu memelukku "Kamu kemana saja?!"

Aku hanya diam lalu menghela napas, apa kumanfaatkan saja pedang yang ada di tanganku? Tubuh wanita itu bergetar, bagus apa sebaiknya aku diam saja? Tapi melihat situasi ini—aku diam saja dan membiarkan mata pedang mengarang padanya.

Marcel menoleh ke arah wanita itu lalu menghampirinya "Apa tadi kamu bilang istriku minta sumbangan?"

"Maaf Tuan, anda salah paham—"

"Kubatalkan order baju di toko ini, ayo cari toko lain dengan pegawai yang ramah"

"T-tuan—"

"APA?! KALIAN MEMANDANG KAMI MISKIN?!"

Mereka terdiam, Marcel sudah sangat marah yang membuat pemilik butiq keluar dan meminta maaf pada kami. Aku menggenggam tangan Marcel dan menenangkannya, semarah marahnya Marcel, dia pasti melunak padaku.

Setelah itu, kami pergi ke butiq lain. Katanya setelan baju pernikahan kami akan selesai dalam waktu cepat di butiq baru itu. Mereka juga sangat ramah, aku merengek untuk beberapa dress pada Marcel. Tentu Marcel membelikannya untukku.

"Lain kali bilang dong kalau kamu mau beli dress, jangan diam saja. Untung tadi aku lihat kejadiannya, kalau enggak sudah pasti kamu bakal dihujat"

"Iya, maafkan aku"

"Maaf buat apa? Sudahlah, lain kali bilang padaku"

Aku mengangguk. Setelah seminggu menunggu, akhirnya kebayaku dikirim ke rumah dan—wow— sangat cantik. Perpaduan warna biru dan pink begitu indah. Warna favoritku memang pilihan yang tepat.

"Nyonya ini hiasan rambutnya"

"Ya.."

Aku tidak tahu besok aku akan jadi seperti apa. Rasanya sangat bahagia, aku mengusap kebayaku lalu menggantungnya di dekat kamarku, sial karna Marcel begitu merahasiakan besok dia akan seperti apa. Dia memberiku tantangan untuk tidak bertemu sehari saja, tapi tetap berada di rumah yang sama hanya beda kamar. Aku ada di kanan kamar utama dan dia di kiri kamar utama. Intinya, tidak ada yang di kamar utama atau kamar kami.

"Marcel sialan, aku kan penasaran bajunya seperti apa"

"Haha, Nyonya jangan khawatir, baju milik Tuan juga terlihat serasi dengan baju Nyonya. Sekarang Nyonya istirahat dulu ya, besok bangun pagi"

"Iya, kamu juga istirahat yang cukup ya Ina"

Ina adalah pembantu rumah tangga yang kami sewa untuk sementara ini. Karna kami terlalu terlalu sibuk untuk mengurus pernikahan dan rumah kami. Ada juga pembantu laki laki nama Joko, dia adalah kakaknya Ina dan dia juga menjadi satpam.

Alasan kami menyewa pembantu dan satpam karna ada beberapa hal ganjil di rumah kami. Ya seperti ada beberapa barang yang dirampok. Hal yang seperti itu tentu sangat mengkhawatirkan kan?

Setelah Ina pergi, aku meraih ponselku dan mengirim pesan ke Marcel. Tapi Marcel hanya membacanya tanpa membalas. Ugh, dia sangat totalitas di dalam tantangan kali ini. Seharusnya aku nggak menyetujuinya saja ya?

Tok tok tok

Aku membuka pintu kamarku dan ternyata dia sudah di depan kamarku "Hai"

"Hai"

"Kamu baru saja melanggar peraturan, kuberi hukuman apa ya enaknya? Makan pakai sendok?" aku menyandarkan tubuhku ke daun pintu dan menatapnya sambil senyum.

"Itu adalah hal yang mustahil, Sayang. Bukannya kamu juga melanggarnya? Kamu mengirimiku pesan"

Aku terdiam karna teringat peraturan sepele itu dan aku melanggarnya. Tapi bukannya dia juga melanggarnya?

"Aku—"

"Dih apanya yang nggak bucin?! Gak ketemu sehari saja sudah mencari satu sama lain, coba aku dan Robbie dulu? Boleh ketemu kalau sudah hari H pernikahan. Ini nggak adil, wahai pasangan Chandra!"

"Sasha?!"

"Oh hai Kak Novi!"

Aku menghampiri Sasha dan memeluknya lalu menyapanya, ada Robert juga. Mereka bilang akan menginap di sini untuk beberapa hari. Alasannya karna Marcel yang meminta mereka untuk menginap di sini.

"Wah Kakakmu sangat menyayangimu ya"

"Bukan itu, tapi dia nggak mau aku meminta uang ganti sewa hotel"

"Yap, itu benar. Hemat pangkal kaya. Hehehe"

"Tapi kalian saling merindukan satu sama lain kan? Kan kalian dari kecil selalu bersama"

Mereka saling bertukar pandangan lalu Marcel menjawabnya "Sebagaimana pun ikatan batinku dan Sasha terhubung, jadi kami bisa merasakan satu sama lain"

"Kak Marcel benar, batin saudara memang kuat. Walau beda ibu, kami tetap terlahir dari ayah yang sama"

"Apa kalian sudah mengobrol?"

"Sudah, Sayang. Sasha dan Robert datang tadi siang loh. Aku yang menjemput mereka sekaligus mengambil pesanan baju"

"Kenapa nggak mengajakku?!"

"Kan kita sudah buat kesepakatan"

Aku mendengus kesal lalu pergi ke kamar, tapi Marcel tiba tiba memelukku lalu mengecup keningku "Selamat tidur, Sayang"

Pipiku langsung merah yang membuat Robert dan Sasha tertawa. Marcel bodoh!

"Kamu kan nggak bisa tidur tanpa kucium dulu, I love you—"

Aku mendorongnya lalu memukulnya dan pergi ke kamar. Awas saja besok kusuruh dia seharian makan menggunakan sendok!

Lihat saja besok!

To be continue..