Chereads / Shit, Maybe I Love You / Chapter 6 - Chapter 5

Chapter 6 - Chapter 5

//Novi//

Pada akhirnya kami menunda untuk pulang ke Surabaya. Alasannya?

Kembali ke 3 hari yang lalu setelah malam dimana aku mencium bibir suamiku yang banyak bacot dan sok keren itu. Padahal memang keren sih tapi aku ogah ogahan mengakuinya.

Pagi harinya, Sasha bilang kalau dia hamil. Aku dan Marcel yang saat itu sedang makan bubur ayam paling enak sekomplek langsung tersedak. Bagaimana bisa dia hamil?!

Dia menangis karna takut Marcel marah saat tahu kehamilannya. Di sini aku bisa melihat sosok Marcel yang bukan hanya kakak tapi juga orang tua untuk Sasha sekarang. Dan sekarang kami terdiam tanpa tahu harus menjawab apa.

Di luar dugaan, Marcel malah senyum dan mengucapkan selamat atas kehamilan adiknya. Bahkan dia menanyakan kapan Sasha mau dinikahkan dengan Robert aka ayah dari bayi yang ada di perut Sasha. Singkat cerita saja, Sasha dan Robert sudah berhubungan cukup lama.

Kata Marcel hubungan mereka berawal sejak 4 tahun yang lalu, sejak kepulangan Sasha dari Irlandia. Mereka juga sering bercinta di kamar Sasha. Iya di rumah ini, jadi Marcel sering memergoki mereka. Awalnya Marcel sangat marah dan menentang keras hubungan mereka sampai mengancam akan memecat Robert.

Tapi sekarang kenapa dia sebahagia itu?!

"Kamu nggak marah Kak?"

"Kenapa marah? Toh semakin cepat kamu nikah, semakin cepat juga aku pindah ke Surabaya dengan istriku"

Aku dan Sasha hanya tersenyum. Ternyata Marcel sebucin itu padaku sampai sampai adiknya saja diabaikan.

Dan pada hari ini, aku dan Marcel menghadiri acara pernikahan Sasha dan Robert. Aduh aduh mereka pasangan yang sangat romantis. Marcel sebagai wali dari Sasha pun dengan bangga menikahkan Sasha.

"Akhirnya akad nikahnya selesai, selamat ya"

Robert dan Sasha mengangguk saat aku mengucapkan selamat untuk mereka. Marcel hanya senyum di sampingku.

"Karna besok Nyonya dan Tuan pergi ke Surabaya, tolong jaga diri kalian baik baik"

"Iya pasti, jaga adik dan keponakanku ya"

"Baik Tuan"

Aku bersalaman dengan Sasha lalu secara tiba tiba Sasha menyuruhku dan Marcel cepat cepat memiliki anak. Mendengarnya saja membuatku dan Marcel jadi salah tingkah. Sialan, aku belum siap punya anak! Tapi suamiku itu malah tertawa dengan pipi memerah. Di usianya yang hampir 28 tahun ini pasti dia juga menantikan yang namanya anak.

Acara hari ini berjalan dengan lancar hingga di rumah, saat aku terbangun tengah malam. Aku mendengar suara desahan dan erangan dari kamar Sasha. Karna penasaran, aku menghampiri dan mencari tahu.

"Apa itu alasanmu agar kita bisa cepat menikah? Nona Sasha..?"

"Aahh.. iya Robbie.. aku melakukannya agar kita bisa seperti ini setiap hari.. aahh.."

"Ya ampun Sayang, aku nggak tahu harus berkata apa. Aku ingin memakanmu malam ini"

"Oh Robbie-ku bukannya kamu sudah memakanku hng..?! Ahh.. engh.."

"Kamu tetap sempit Sayang.. aku mau keluar.."

KYAAAAAAA!!!!

Aku berlari ke ruang kerja Marcel karna dari tadi aku menemani Marcel bekerja. Saat melihatku datang dengan muka berantakan, dia hanya memiringkan kepakanya tanpa bertanya. Argh! Sialan punya suami bodoh memang susah!!!!

Kami memutuskan untuk tidur. Di jalan menuju ke kamar, aku bercerita soal apa yang kudengar dan lihat tadi di kamar Sasha. Reaksi Marcel pun cuma tertawa sambil mengacak acak rambutku.

"Nggak apa kok, mereka kan sudah halal. Setidaknya aku sudah nggak cemas lagi"

"T-tapi—"

Bruk

Dia mengurungku ke dinding dengan tangan dan tubuhnya yang tinggi itu "Kamu mau juga kan?"

Kakiku gemetar saat menatapnya. Mata abu abu gelap milik Marcel jauh lebih gelap dari milik Sasha dan lebih cantik. Aku mengalihkan pandanganku darinya sambil tertawa canggung.

"Ahahaha.. anu anu.. aku belum mau punya anak"

"Nggak harus punya anak. Kita bisa menundanya. Kamu bisa minum pil, suntik, atau aku yang memakai kondom. Pilih saja"

Aku sontak menendang kejantanannya lalu pergi ke kamar saat dia sedang kesakitan "H-hei!"

Bodoh! Marcel bodoh!

Pagi harinya kami berbelanja oleh oleh untuk keluarga dan tetanggaku. Yah untuk syukuran kalau aku mau menikah. Kami juga membeli perbekalan untuk ke Surabaya nanti.

"Marcel sini sini, aku ada ide bagus! Kita ke Surabaya naik kereta ekonomi kan? Lalu lalu.. aku mau kamu menyamar—"

"Heh?! Buat apa?! Mukaku kan banyak orang yang tahu—"

"Karna itu!"

Aku memasangkannya kaca mata dan astaga dia terlihat lebih keren "Kenalkan dirimu ke Pak RT dan Pak RW nanti sebagai seorang IT di perusahaan Chandra"

"Kamu mau aku dianggap buruh?!"

"Ya karna tetanggaku hobi gibah sih jadi aku nggak mau jadi bahan obrolan"

"Aku paham"

"Jadi—"

"Aku tetap ngaku kok, jangan khawatir"

Apa apaan sih?!

"Maksudku ngaku jadi suamimu—"

Plak

"Kamu mau cari mati ya?! Kamu harus ngaku sebagai orang yang melamarku. Titik!"

"Aku nggak mau"

Aku menepuk jidatku, biar ditampar pun pria ini tetap memaksa jadi suamiku di depan keluargaku. Nih orang memang minta dihajar Nino. Aku menghela napas lalu memintanya lagi, tapi dengan polosnya dia malah merengek dan minta untuk tetap menjadi suamiku.

"AAARRGGGHHH!!! DASAR MENYEBALKAN!!!"

"HEH! BERSYUKUR DONG PUNYA SUAMI GANTENG DAN KAYA! OTAKMU KEJEDOT APA HAH MINTA AKU JADI TUKANG IT KANTOR?!"

Kami saling menatap dengan penuh marah. Argh sudahlah! Aku menendang kakinya lalu pergi meninggalkannya. Susah banget diaturnya. Tapi kalau kabur darinya, aku mau kemana? Aku kan baru pertama kali ke Jakarta dan belum tahu seluk beluknya. Lalu..?!

Aku berlari kembali ke Marcel yang sibuk membayar belanjaan kami tadi "Napa balik?! Sana pergi, dasar istri kurang ajar!"

"Hei serius! Aku nggak tahu Jakarta itu seperti apa—"

Dia menyentil dahiku lalu memarahiku lagi. Intinya dia mengomel padaku yang terlalu sok tahu dan keras kepala. Bahkan dia juga bilang agar aku nggak melakukan hal konyol lagi seperti kabur darinya saat di luar rumah. Rasanya ingin marah, tapi apa yang dikatakannya ada benarnya.

"Hari ini acara resepsi pernikahan Sasha dan Robert, apa kamu juga mau diadakan acara seperti itu? Kalau mau bilang saja, aku bisa mengaturnya"

Aku senyum sambil menyelipkan anak rambutku ke belakang telingaku "Nggak apa. Acara sederhana saja asalkan bisa kuingat. Hehe.."

"Dasar.." dia mengacak acak rambutku lalu merangkul bahuku.

"Kita harus membeli dress untukmu, dressmu sudah rusak parah. Aku punya kenalan desaigner baju yang cukup bagus. Ayo ke sana"

"Tapi aku lapar"

Iya aku lapar jadi kita makan dulu saja. Dia menghela napas lalu mengajakku makan di sehuah restoran cepat saji.

***

//Marcel//

"Kamu cantik"

Kata kata yang kukatakan untuk Sasha. Dia mengangguk dengan bangganya "Aku kan adikmu, Kak. Aku pasti cantik dan kamu ganteng persis seperti almarhum Dad. Kehadiranmu saja sudah cukup Kak"

"Andai Dad dan Kakek masih hidup, mereka pasti senang melihat anak dan cucu mereka menikah"

Sasha berbalik menatapku setelah sekian lama melihat cermin "Hm, kamu benar Kak. Apa kamu juga mikir hal yang sama denganku?"

"Hal yang sama?"

"Kak, kamu juga bakal meresmikan Kak Novi sebagai istrimu dan aku juga menikah. Tapi kenapa hanya kita berdua, padahal keluarga kita banyak. Mom juga nggak peduli ke kita bahkan mengirim orang yang memperlakukan kita buruk. Padahal.."

Aku langsung menghampirinya dan menggenggam tangannya erat "Itu nggak benar, Sasha. Mom peduli dan sayang padamu—"

"Kak, jangan bohong ke aku. Mom nggak tahu kan soal pernikahanku?"

Mulutku tidak bisa berkata apa pun karna Mom memang sudah membuangnya. Anak kandung Mom adalah Sasha, dan Mom kurang menyukainya karna Sasha lahir dari hubungannya dan Dad.

Sekilas cerita saja, Mom dan Dad dulu menikah karna perjodohan. Sejak mereka memiliki Kak Mike, hidup mereka mulai berubah jadi keluarga yang bahagia. Bahkan Mom sampai hamil Sasha. Tapi kebahagiaan mereka nggak berlangsung lama, karna Kak Mike mengalami gagal jantung dan Dad ketahuan oleh Mom kalau pernah berselingkuh darinya hingga lahirlah aku.

Sejak Kak Mike meninggal di usia balita dan Dad telat menemukanku. Mom melahirkan Sasha dan langsung membencinya karna Sasha anak dari Dad. Dan Mom terus berpikir bahwa Dad sengaja membiarkan Mike mati demi memberikan harta warisannya ke padaku nanti.

Aku dan Sasha dibesarkan oleh keluarga yang sedari awal memang nggak seharusnya ada. Mom dan Dad selingkuh dengan pasangannya. Setiap saat Mom akan memukulku kalau dia marah karna Dad atau selingkuhannya, Paman Harvey. Dan Sasha akan berlari membelaku hingga terkena pukulan juga. Sejak saat itu, bagi kami keluarga bukanlah tempat yang aman.

Kembali ke masa sekarang, Sasha berusaha senyum di balik sedihnya yang mendalam karna menikah tanpa dihadiri ibu kandungnya. Dan aku tidak bisa berbuat lebih.

Setelah puncak acara, aku menyendiri di balkon sambil meminum wine. Udara dinginnya malam terasa menembus jas yang kupakai dan kedinginan ini adalah hal yang selalu kami rasakan. Kalau hanya aku saja itu bukanlah masalah, tapi kalau Sasha. Itu pasti akan membuatnya semakin sedih.

"Marcel, kamu di sana?"

Aku menoleh ke asal suara itu dan istriku berdiri di sana dengan dress navy yang indah seperti langit malam. Sejak kehadirannya dalam hidupku, aku merasa belum terjadi perubahan apa pun dariku. Tapi kenapa hanya dengan melihatnya saja, jantungku bisa berdebar secepat ini?!

"Aku dengar kamu ke sini, jadi aku ikut saja. Di dalam banyak orang yang nggak kukenal. Aku risih"

"Kenalan dong"

"Ogah amat"

Aku senyum lalu meminum wine di gelasku lagi "Ada apa mencariku? Kangen ya?"

"Idih. Jijik"

Dia tertawa keras lalu menyenggol bahuku dengan sikunya sambil berbisik "Hei hei, kudengar ada wanita bernama Savira dan Ayana yang menyukaimu loh!"

"Terus? Aku nggak menyukai mereka"

"Apa?! Mereka sangat cantik, kaya, dan luar biasa anggun. Banyak pria yang—" aku meraih pipinya lalu menutup mulutnya yang mengomel itu dengan bibirku. Seperti apa yang dilakukannya padaku kemarin.

Dia mendorongku lalu menutup bibirnya yang manis itu "Kamu..!"

"Hng? Aku menyukaimu"

"Tapi mereka—"

"Aku nggak peduli, aku cuma mau kamu"

"Yah.. aku harusnya tahu suamiku katarak. Nggak bisa membedakan wanita cantik dan jelek sepertiku"

"Jelek? Siapa bilang?! Katakan! Akan kubunuh dia sekarang juga—"

"K-kyaaaa!!! Jangan asal bunuh dong!"

Biar belum ada perubahan, tapi aku yakin dia sudah meluluhkan sisi beku di hatiku sedikit demi sedikit dengan sifatnya itu. Setelah mengobrol di balkon, kami masuk lagi ke ballroom hotel hingga acara berakhir. Walau acara telah berakhir tapi aku dan istriku masih sibuk dengan membantu anggota wedding organizer yang kami sewa sedangkan Sasha dan Robert pulang terlebih dahulu.

"Marcel.. ayo pulang"

"Iya ayo, sudah ngantuk banget?" aku mengusap pipi istriku itu lalu senyum saat dia mengangguk.

"Tuan, terima kasih sudah membantu kami"

"Iya. Nggak apa kok"

Aku memutuskan menginap di hotel itu bersama istriku karna ia sudah sangat mengantuk. Di kamar, aku langsung menyuruhnya tidur dan aku mengecup keningnya saat dia mulai tertidur.

"Marcel, kamu nggak tidur?"

"Nanti. Tidur saja dulu"

"Ok.."

Dia tertidur sambil menggenggam tanganku. Mungkin aku juga harus tidur. Aku berbaring di sampingnya dan tidur. Pagi harinya, aku terbangun dan melihatnya tidur di sampingku. Bukan hal yang luar biasa, tapi bagaimana bisa aku melihat wajah imutnya itu setiap bangun tidur?

Mata cokelatnya terbuka dan itu adalah mata yang indah. Mata hazel miliknya yang unik. Aku mengusap pipinya dan senyum "Selamat pagi"

Dia mengedipkan matanya beberapa kali lalu tengkurap dan mengabaikanku "Bukan Harry Styles, pergilah"

"Apa maksudmu? Dan siapa Harry Sytles?"

"Suamiku—"

"Jangan halu deh"

Aku duduk lalu menghela napas "Bagun dan cepat mandi"

Aku pergi ke kamar mandi dan segera mandi. Semalam, aku cuma tidur 4 jam. Bukan cuma semalam tapi beberapa hari ini. Sialan. Kalau di Surabaya bisa bisa Novi akan sering memarahiku.

Selesai mandi, aku ke kamar lagi dan melihatnya masih tidur. Dengan kasar aku menarik selimut dan dia terbangun lalu menarik selimut lagi.

"BANGUN! JAM 2 SIANG KITA HARUS KE SURABAYA! MAU PULANG NGGAK SIH?!"

"IYAAAA!!! NANTI DULU MASIH NGANTUK! SETAN!?!"

Aku naik ke atasnya dan menindihnya di bawahku "Bangun atau kutiduri—"

"Iya iya bangun!!!"

Dia duduk lalu turun dari kasur dan pergi ke kamar mandi. Aku merapikan bajuku dan bersiap untuk pulang, jujur saja kadang aku bingung. Siapa suami dan siapa istrinya sih?!

Dia datang lalu menguap lagi "Kamu tidur lebih lama dariku, bodoh!"

"Hng.. tapi aku.." dia berjalan sempoyongan yang membuatku langsung memeluknya agar dia tidak terjatuh ke lantai "Aku.. mabuk.."

"Sepertinya ini terakhir kalinya untukmu minum wine, Nona"

Aku pulang ke rumahku dan malah disambut dengan Sasha dan Robert yang sibul bercumbu di ruang tamu "Kalian mau cari mati ya..?!"

"Tuan!"

"Kakak!"

Aku memarahi mereka berdua agar tidak mengulangi hal itu dan menghukum mereka. Hitung hitung, ini terakhir kali aku menegur mereka langsung karna aku hari ini harus ke Surabaya.

Jam menunjukkan pukul 1 siang, kami bergegas ke stasiun untuk pulang ke Surabaya dan aku mulai dengan penampilan baruku. Menggunakan kaca mata, kaca mata ini adalah jenis hiasan saja. Jadi aku nggak perlu khawatir mataku tertular minus atau plus.

"Aku akan merindukanmu Kak"

"Aku juga. Jaga dirimu baik baik. Robert titip adikku"

Robert mengangguk "Baik Tuan"

"Sasha, Robert, aku pulang ya.. dadah.."

Sasha dan Robert melambaikan tangannya saat kami naik ke kereta. Aku mengikuti istriku yang menunjukkan tempat duduk kami. Ini bukan kereta bisnis yang pernah kunaiki, tapi kereta ekonomi. Yah ini perjalanan pertamaku sih jadi orang sederhana.

"Susah sampai"

Kami tiba di kursi kami, aku menyuruhnya duduk di ujung dan aku di tepi. Untungnya kami duduk di kursi 2 orang. Di hadapan kami juga masih kosong.

"Marcel, makasih sudah mengalah"

Aku hanya mengangguk "Bukan masalah besar kok"

Kami saling menatap lalu dia senyum "Well, aku akan jadi tour guidemu di Surabaya nanti"

"Oh iya? Mohon bantuannya ya"

"Iya!"

To. Be. Continue.