Chereads / Shit, Maybe I Love You / Chapter 2 - Chapter 1.2

Chapter 2 - Chapter 1.2

//Marcel//

Bisa bisanya dia tidak menghargaiku, dasar wanita tidak sopan!

Di balik itu semua, aku merasa kasihan padanya. Zico memang brengsek. Aku meraih ponselku dan menelepon Robert "Hallo, Robert—"

"Iya Tuan, saya sedang menyelesaikan tugasnya.."

"Aku punya pekerjaan baru untukmu. Pergi ke villa Chamomille di Bogor sekarang juga dan bawa berkas tentang wanita yang bernama Novi"

"Novi? Di dunia ini banyak yang bernama Novi. Tuan—"

"Cari mantan terakhirnya Zico sebelum menikah. Jangan banyak bicara, cepat lakukan. Malam ini, kamu harus datang ke villa Chamomille"

Aku menutup telepon dan kembali ke perjalananku. Tiba tiba firasatku mengatakan aku harus kembali ke tempat dimana aku meninggalkan wanita itu. Karna jika dipikir pikir, malam ini cuaca sedang hujan dan ini adalah daerah pegunungan yang dingin.

Aku harus kembali untuk tanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya. Aku tidak tahu siapa dirinya tapi rasanya ada sesuatu darinya yang membuatku ingin kembali padanya. Dengan cepat, aku kembali ke tempat di mana aku menurunkannya dan melihat segerombolan orang sedang mengerumuni sesuatu.

Aku turun dari mobilku dan mendekati mereka semua "Ada apa ini—"

Tanpa perlu bertanya aku sudah tahu apa yang terjadi. Aku langsung menonjok muka pria yang sedang membuka bajunya itu. Dasar gila, hujan gerimis begini nyari kesempatan buat perkosa wanita?!

"Woi! Dasar gila!"

"Ya situ yang gila!"

Seseorang menahan kedua tanganku lalu seseorang lagi berniat menghabisiku dengan memukulku "Giliranku menghajarnya!"

Aku tidak tinggal diam, aku mencari celah untuk membalas para bedebah ini. Singkat cerita, aku berhasil menumbangkan mereka semua. Ada seseorang yang menunjukku saat aku akan menghabisinya.

"Maaf maafkan saya!  Saya hanya disuruh!"

"Katakan siapa" aku menendang muka pria itu hingga bibirnya mengeluarkan darah.

"N-nyonya Rusdy! Iya b-beliau yang menyuruh saya! Tolong jangan bunuh saya!"

Dengan kesal aku melempar cek senilai 5 juta untuknya "Ini untukmu dan katakan padanya, wanita itu telah mati"

"B-baik!"

Dia lari terbirit birit sedangkan aku terjatuh ke tanah. Sialan, aku hampir saja mati di tangan para brandalan ini. Tapi yang lebih utama, kemana wanita itu?! Aku kembali berdiri walau aku tahu tubuhku juga tidak bisa bertahan lebih lama. Setelah membawanya ke villa barulah aku istirahat dengan tenang.

"Hiks hiks.."

Suara isakan itu terdengar dari balik semak semak. Aku yakin itu bukan hantu, tapi aku sedikit takut kalau memang itu hantu. Dengan cepat aku menyalakan flashlight dari ponselku dan mengarahkannya di semak semak itu.

"K-kamu.."

Aku menemukannya. Tubuhku terluka seperti goresan, di kaki kirinya ada bengkak mungkin dia terkilir, dan juga di dahinya ada darah yang mengalir. Selain itu dressnya sudah kotor dan sobek. Pasti itu menyakitkan. Aku jongkok lalu mengulurkan tanganku.

"Hei.. ayo ke villaku dulu dan sembuhkan lukamu"

"..."

Dia menghindariku lalu memeluk lututnya erat "J-jangan takut, ini aku, Marcel—"

Tatapannya begitu menyedihkan. Seperti dia ingin berteriak tapi dia terlalu takut untuk itu. Dia hanya diam saat aku memeluknya "Kamu aman sekarang"

Aku sendiri juga tidak tahu ada apa, tapi tubuhku terasa ingin memeluknya dan aku merasa nyaman juga. Aku mengusap rambutnya yang berantakan itu dan membisikan kata kata yang membuatnya tenang. Yah walau aku tahu juga kalau itu tidak akan menghapus trauma terpahitnya ini.

Setelah dia tenang dan percaya kalau dia sudah aman, aku membawanya ke mobil dan memberinya jasku sebagai selimutnya. Lukanya cukup parah setelah aku melihatnya di dalam mobil. Aku yakin dia baru saja terjatuh lalu para pria sialan itu menyerbunya karna perintah Bibi Clara.

"Kasihan banget"

Aku segera pergi ke villa Chamomille, villa milikku yang diwariskan dari Kakek. Villa itu diberi nama bunga yang memiliki manfaat sesuai dengan pemiliknya. Aku memiliki insomnia yang cukup parah saat itu, hanya butuh tidur 2-4 jam sehari. Karna itu Kakek menyuruhku minum teh bunga itu hingga sekarang sudah agak mendingan, walau kadang aku juga masih insomnia. Jadi pada dasarnya, nama villaku memiliki filosofi dari pemiliknya.

Di villa, aku dengan terpaksa mengobatinya sendiri karna aku tidak memiliki pembantu di sini. Pengurus villaku saja enggan menyambutku sebagai pemilik dan majikannya, bisa dibilang dia tidak tahu diri. Tapi itu semua pasti ulah Mom dan Bibi Clara yang membenciku sejak kehadiranku di Keluarga Chandra sejak 25 tahun yang lalu.

"Sshh.. tenanglah.."

Sialan, aku tidak bisa merawatnya sendiri karna aku takut dibilang mesum. Tapi Robert pasti memakan waktu cukup lama karna aku memberinya pekerjaan. Aku harus melakukannya sendiri. Ugh.

"Sialan"

***

//Novi//

Aku membuka mataku dan melihat sekitarku. Aku sedang berada di sebuah villa mewah mungkin? Kepalaku cukup pusing dan aku sering mimpi buruk. Tapi mimpi itu sudah bukan mimpi tapi memang nyata terjadi.

Ada beberapa luka di tubuhku, itu pasti karna aku terjatuh di turunan itu. Ini semua akibat dari tidak ada restu orang tuaku. Maafkan aku Mama, Nenek, dan Kak Nino. Aku kabur dari rumah tanpa izin kalian.

Setelah mengumpulkan kesadaranku, aku segera duduk dan melihat sampingku yang terasa ada orang. Saat itu juga aku berteriak yang membiat pria itu bangun dan teriak juga.

"KYAAAAAAA!!!!!"

Kami terdiam setelah teriak histeris. Aku seperti ingat wajahnya "K-kamu kan.."

Dia mengalihkan padangannya dariku dan mengangguk "Ya, aku Marcel"

Sekali lagi kami terdiam dan aku mulai ingat sesuatu. Dia kan yang meninggalkanku di jalan itu! Aku langsung memukul mukanya dengan bantal dan memarahinya.

"Argh! Sudah! Oi! Sakit!"

"Makan tuh! Dasar pria sialan! Nggak tanggung jawab turunin cewek di tempat seperti itu!"

"Aku tanggung jawab! Lihat dulu dong!"

"Lihat apa?!"

Dia menahan tanganku dan langsung menindihku di bawahnya. Kami saling menatap, tangannya menahan kedua tanganku di samping kepalaku, dan dia terlihat babak belur. Apa dia menolongku saat aku diserang?

Ceklek

"Tuan, saya sudah—"

Kami menoleh bersamaan ke arah pria yang sedang di pintu itu. Pria itu juga menatap kami lalu mundur perlahan dan menutup pintu kamar kami. Kami lagi lagi saling menatap dan dia mulai bicara.

"Sudah lihat kan? Aku yang menolongmu tadi malam"

"Ya. Kamu babak belur"

"Itu karna aku diserang juga"

"Tapi kenapa kamu mau menolongku?"

Dia terdiam lalu melepaskan tanganku dan duduk di sampingku "Itu.. aku merasa tanggung jawab sudah menurunkanmu di jalan yang seperti itu"

Aku mengangguk lalu aku menanyakan alasannya tidur di sampingku. Pipinya langsung memerah mendengar itu lalu menjawabnya dengan gugup "A-aku cuma kecapekan saja apa lagi juga luka. Jangan salah paham ya"

"Iya"

Dia langsung beranjak pergi dari kamarku walau sebelum itu dia memintaku untuk istirahat lagi. Dalam hatiku aku masih bingung dia itu siapa dan kenapa dia selalu menolongku. Kan aneh kalau hanya asal kenal?!

Di tengah kebingunganku ada seorang pria masuk, ah itu pria yang salah paham tadi "Perkenalkan nama saya Robert Robins, saya biasa dipanggil Robert. Salam kenal dan mohon bantuannya Nona"

"Ah iya, namaku Novi tolong panggil Novi saja—"

"Maaf tapi Tuan Marcel menyuruh saya begitu Nona. Saya datang membawakan makanan untuk Nona"

"Oh, terima kasih"

Dia senyum lalu pergi setelah menaruh sebaki makanan. Aku masih bingung, villa ini terlihat sederhana tapi sangat nyaman. Dan pria bernama Robert tadi siapanya Marcel ya? Tapi kalau dilihat lihat lebih ganteng Robert.

Setelah makan, aku pergi ke dapur untuk mencuci piring. Tapi langkahku terhenti saat seseorang memanggilku "Hei, apa yang kamu lakukan?! Mau ke mana pincang begitu?"

M-mulutnya asal ngomong aja! Aku menoleh ke arahnya sambil menahan emosi "Kamu nggak lihat aku mau ke dapur"

"Kan ada Robert, minta saja dia buat ambilkan apa yang kamu mau. Jangan sok iye jalan sendiri, sudah tahu pincang"

"Tapi—"

"Loh Nona? Mau cuci piring? Biar saya saja—"

"Heh butler bodoh, gajimu itu di atas pembantu biasa ya. Tapi masih kerja malas malasan, aku kan sudah menyuruhmu melayani wanita itu—uhuk uhuk!"

Secara tiba tiba dia terjatuh sambil terus batuk. Aku memberi bakiku ke Robert dan langsung jongkok melihat keadaan pria sombong bernama Marcel itu "Kamu nggak apa?"

Dia melihat tangannya dan melihat tangannya ada bercak darah. Dia menatapku lalu pingsan. Aku menyuruh Robert mebaruh baki itu dan membantuku membawa Marcel ke kamarnya.

"Dia demam. Robert, tolong buatkan kompres dan panggil dokter di daerah sini ya"

"Baik Nona"

Robert pergi mencari dokter setelah memberiku sebaskom kompres. Sedangkan aku memasang kompres di dahinya. Kasihan sekali dia sampai batuk darah dan demam karna menolongku. Aku merasa salah sudah menyumpahinya semalam.

Saat melihatnya dipukuli beberapa pria semalam, aku tidak bisa berbuat apa pun. Padahal aku bisa menggunakan pisau sebagai senjata, atau beberapa ranting di dekat sini. Tapi tetap saja, aku nggak bisa berbuat apa pun.

Dia terlihat kesakitan saat itu dan syukurlah dia bisa memutar balik keadaan lalu menemukanku. Setelah melihatnya dan dia meyakinkanku, dia memelukku dengan erat. Di tengah dinginnya malam karna hujan dan sakit yang kurasakan dari luka lukaku, aku merasakan kehangatan karna pelukannya itu.

Dan sekarang dia sedang terbaring karna batuk darah dan luka memar di wajahnya. Mungkin bukan hanya di wajahnya, tapi juga di tubuhnya. Tapi apa boleh aku melihatnya?

To. Be. Continue.