Chereads / Shit, Maybe I Love You / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

//Marcel//

"Apa yang kamu lakukan?"

Dia sedang ada di atasku sambil membuka bajuku lalu menatapku. Pipinya memerah lalu segera kembali duduk di tepi kasurku "C-cuma memeriksa ada luka memar atau tidak"

"Oh, aku cuma batuk ringan saja kok. Pasti karna ulah mereka"

"Yah aku tahu. Maaf aku nggak bisa menolongmu" dia menundukkan kepalanya dengan rasa penyesalan yang luar biasa.

Pasti dia juga menghadapi trauma yang lebih dariku. Aku menghela napas lalu mengalihkan pandanganku darinya "Ya, aku yang salah"

"Eh?!"

"Apa? Sudah sana keluar. Aku mau sendiri-uhuk uhuk!" sialan dadaku terasa sangat sakit. Aku yakin itu karna ditonjok semalam.

"Robert sedang mencari dokter, sekarang biar kubantu mengompres-"

"Sudah kubilang kan?! Keluar!" aku mendorongnya hingga jatuh karna spontan. Dia berdiri lalu pergi begitu saja. Aku jadi merasa bersalah, dia kan juga masih sakit sepertiku.

Robert datang bersama seorang dokter di desa itu dan memeriksaku. Untungnya aku tidak mengalami luka serius, tapi dokter menyarankanku untuk berisirahat dengan cukup. Gimana aku bisa istirahat kalau pekerjaanku masih menumpuk?!

"Robert, tolong berikan beberapa dokumen yang harus kuperiksa dan bawa dokter ke wanita itu. Karna wanita itu punya luka juga"

"Baik Tuan"

Robert membawa dokter itu pergi dan aku berbaring di kasurku. Baru pertama kalinya aku bisa sakit setelah bertengkar seperti itu, padahal aku dulu selalu menang. Apa karna aku sudah terlalu tua ya?

Malam harinya, aku keluar kamarku dan melihat wanita itu bersama Robert sedang memasak. Dia terlihat bisa tertawa lepas dan secara tidak langsung, bisa dibilang dia manis. Robert juga bisa bicara dengannya dengan santai. Aku menarik kursi makan lalu duduk.

Mereka menatapku dan berhenti bercanda yang membuatku menegur mereka "Kenapa berhenti?"

"Bukan urusanmu. Nggak nyaman saja ada orang sok kuat"

"Hei-"

"Apa?! Mau bilang kalau kamu nggak kenapa napa hah?! Jangan merasa berkuasa dan kuat sendiri. Kamu manusia bukan Tuhan atau Dewa"

Robert langsung mengejarnya dan aku tetap duduk menatap mereka yang sedang bicara. Kenapa aku kesal melihatnya? Dia bahkan lebih menyukai Robert dari pada aku yang menolongnya.

Aku berdiri dan menghampiri mereka "Apa sih maumu?! Sudah gila ya ditolongin majikannya malah suka sama pembantunya. Otakmu dimana sih?!"

Kami bertiga hanya diam. Aku menyuruh Robert pergi dan meninggalkanku bersama wanita ini. Aku menarik tangannya lalu mengurungnya di tembok dengan tanganku.

"Entah ya, tapi aku ingin memberimu sedikit hukuman"

"H-hukuman?!"

Aku senyum "Gimana ceritanya aku yang menolongmu tapi kamu lebih menyukai Robert dan mengabaikanku? Apa aku punya kekurangan? Apa yang lebih menonjol dari Robert?!"

"Karna dia lebih ganteng, lebih sopan, dia juga ramah, dan dia juga asyik diajak bicara dari pada kamu yang sok kuat, sok kuasa, dan seperti ini-" dia mendorongku yang membuatku melangkah sedikit mundur.

"Apa-"

"Aku nggak minta bantuanmu dan nggak mau bertemu denganmu. Minggir! Aku juga nggak menyukaimu karna sifatmu itu. Ok, kalau kamu butuh aku mengucap 'terima kasih'. Iya akan kuucapkan-"

Dia terdiam saat aku berbalik dan pergi tanpa membalas perkataannya itu. Di ruang makan, aku melihat Robert "Bawakan makanku ke kamar, temani wanita itu makan di sini"

"Tuan apa anda baik baik saja?"

"Entahlah. Aku cuma mau sendiri"

"Baik Tuan"

Aku makan sendiri di kamarku. Cih, aku sudah cukup menderita sejak kecil dan sekarang harus seperti ini? Apa yang kuinginkan? Dan juga mengapa aku bisa begini?!

Aku menaruh makan malamku yang baru sedikit kumakan. Aku merasa, aku kenyang. Menarik selimut dan tidur sendiri seperti biasa. Ini sudah hampir 28 tahun aku hidup dan rasanya ini juga sebuah neraka, seolah aku memang tidak pantas untuk hidup.

Wanita itu punya kekuatan seperti apa yang bisa membuatku takhluk saat sekali memandangnya? Wajah yang manis, rambut panjang sebahu yang kecokelatan namun begitu indah, tubuh yang proposional sebagaimana wanita pada umumnya, dan juga sifat berani yang terus berapi api dari dalam dirinya. Apa ini juga yang dilihat Zico saat pertama kali jatuh cinta pada wanita itu?

Tok tok tok

"Masuk"

Pintu kamarku terbuka dan melihat seseorang masuk ke kamarku "Marcel"

Aku menyalakan lampu kamarku dan melihat wanita itu ada di pintu kamarku "Ada apa lagi? Kurang puas membandingkanku dengan pelayan pribadiku?!"

Dia hanya diam lalu menghela napas "Maaf, aku hanya sedikit kesal. Aku cuma mau pamit, besok aku harus kembali ke Surabaya"

"Surabaya?"

"Iya, itu kota asalku dan tempat tinggalku. Terima kasih sudah menolongku, maafkan sifatku yang kasar. Oh iya, aku ingin memberimu ini" dia menghampiriku dan menaruh sebuah gantungan kunci boneka dengan lonceng.

"Apa apaan?! Sudah ambil saja, aku nggak tertarik. Mau pulang ya pulang saja malam ini ngapain tunggu besok?!"

Dia terdiam lalu pergi sebelum menutup pintu dia senyum padaku "Cepat sembuh dan jaga kesehatanmu selalu ya.."

Pintu tertutup dan aku menelan ludahku. Apa yang kukatakan? Bukannya aku mau dia tetap di sisiku? Nggak! Aku nggak pernah menginginkan itu.

"Cepat sembuh dan jaga kesehatanmu selalu ya.."

Bodoh. Aku sehat sehat saja kok! Ugh..

Malam ini lagi lagi hujan dan udara jadi semakin dingin. Aku pergi ke kamarnya dan melihat wanita itu sedang bersiap untuk pulang. Tapi kenapa dia memakai dress rusak itu lagi?! Ah iya selama di sini dia kan memakai kemejaku.

"Kamu-"

"Aku sudah mencuci bajumu. Terima kasih sudah meminjamkannya"

Aku sudah tidak dapat menahan marahku. Ini sudah batasnya dan dia-sial wanita sialan ini "Tetaplah di sini dan pakai bajuku! Aku nggak mau kamu kenapa napa lagi, dasar bodoh! Aku yang repot kalau kamu luka lagi. Dengar ya wanita sialan, aku marah karna kamu membandingkanku dengan Robert. Aku hanya mau kamu menemaniku. Sudah itu saja!"

Suasana kembali hening, aku menghampirinya lalu memeluknya lagi "Kumohon jangan pergi lagi"

Dia mendorongku pelan lalu menatapku dengan senyumannya itu lagi "Cepat atau lambat aku harus pergi. Ini bukan rumahku. Ada banyak yang harus kulakukan di rumahku. Maaf"

"Kalau begitu bawa aku bersamamu!"

"Eh?!"

Pipi kami sama sama memerah. S-sial apa yang baru saja kukatakan?! Aku mendorongnya pelan lalu berbalik pergi ke kamarku "Tidurlah malam ini, kita obrolkan lagi besok!"

Bodoh. Sangat bodoh!

***

//Novi//

"Kalau begitu bawa aku bersamamu!"

Saat makan pagi bersamanya dan Robert pun aku masih mengingat perkataan itu. Bagaimana bisa Marcel berkata seperti itu dengan sorot mata yang begitu? Sorot mata abu abu gelap yang sangat dalam seolah menyampaikan pesan bahwa dia begitu kesepian dan tidak mau kehilanganku.

Aku sempat tersentuh pada ungkapannya itu dan berimajinasi yang aneh aneh. Duh mana mungkin pria sepertinya menyukaiku bahkan menikahiku?! Kami sangat berbeda kasta. Dia pasti orang tajir melintir terlebih kata Robert dia adalah CEO perusahaan Chandra yang cukup terkenal kesuksesannya di bawah pimipinannya, Marcel Aprilio Chandra.

Apa yang harus kulalukan..?!

"Mikirin apa sampai memukul kepalamu?"

Aku menatapnya dan senyum "T-tidak. Hanya saja.."

"Kalau nggak penting nggak perlu dibicarakan. Ada yang harus kusampaikan padamu"

"Ya?"

Dia menaruh garpu dan pisau makannya lalu menatapku "Ayo nikah"

"Hah?! Nikah?!"

Beberapa saat setelah dia berkata seperti itu, aku senyum menatap kebun teh di depanku sambil meminum secangkir cokelat hangat. Aku sama sekali tidak tahu apa dan mengapa dia memintaku menikah dengannya.

Di jari manisku bahkan sudah melingkar bukti aku menyetujuinya. Aku mau menikah dengannya bukan karna harta, tapi aku mendengar cerita dari Robert tentangnya.

"Hidup Tuan tidak seindah hidup pria pada umumnya. Tuan hanya mau hidup normal. Dia diperlakukan seperti sampah oleh keluarganya"

Iya, Marcel memang pewaris tunggal. Tapi sebelum dia meraih posisi itu, dia adalah seorang anak haram dari seorang wanita malam. Dia dibuang setelah usianya 3 tahun dan mulai merasakan kejamnya dunia. Menurut Robert, keberadaan Marcel berhasil dilacak oleh ayahnya yang saat itu adalah CEO perusahaan Chandra.

Tujuan pencarian Marcel adalah untuk mengambil jantungnya dan ditransplantasikan ke kakaknya. Tapi sayangnya waktunya telat sehingga kakak laki lakinya meninggal di usia 4 tahun. Posisi CEO masa depan pun terancam, dan ayahnya memilih mencari Marcel untuk mengambil alih posisi CEO nanti. Di mana pada awalnya setelah Mike, kakaknya Marcel. Ada Zico yang siap mengambil alih.

Karna kemunculan Marcel yang merupakan anak haram dari keluarga itu, Marcel dipilih karna dia anak dari CEO pada saat itu. Ayahnya. Sejak saat itulah tidak ada seorang pun yang menerima kehadiran Marcel. Ayahnya terus memandangnya sebelah mata, ibu tiri yang terus memukulnya dan membencinya, dan pembantu yang juga tidak menghargainya.

Bahkan sampai saat ini, orang yang mengakuinya hanya adik tirinya, Marshanda dan Robert. Kasihan sekali sih hidupnya. Tapi cukup rumit juga.

"Apa yang kamu lakukan di sana? Masuk sekarang juga!"

Aku menoleh ke dalam kamarku. Iya benar, itu adalah Marcel. Bodoh amatlah, aku masih sibuk chilling di balkon.

"Hei, kubilang masuk!"

Sepertinya dia akan marah besar kalau aku nggak masuk. Aku masuk ke dalam kamar dan melihatnya duduk di kasur sambil manyun "Apa?!"

"Aku mau cokelat juga"

"Nggak ada"

Dia mendengus kesal lalu menunjuk gelasku "Aku mau"

"Jangan kayak anak kecil dong! Ini punyaku, kamu punya kaki dan tangan, buat saja sendiri sana!"

Sudahlah jangan membuat moodku semakin berantakan. Aku duduk di sofa sambil menikmati cokelatku lagi "Kamu kan istriku sekarang"

Aku berdiri menaruh cangkir cokelatku dan pergi ke dapur membuatkannya cokelat juga. Dia membuatku sangat kesal. Ini hari ketiga kami kenal dan dia menikahiku, aku sudah menurutinya dan sekarang dia minta seenaknya. Aku bersumpah tidak akan memberikannya keperawananku sampai kapan pun!

"Nyonya? Mau buat apa?"

"Cokelat untuk majikanmu!"

"Eh..? Cokelat? Setahu saya, Tuan tidak menyukai makanan atau minuman manis" perkataan Robert membuatku terdiam. Marcel tidak menyukainya.

Aku menoleh lalu senyum "Bagus dong! Aku-"

"Kamu bicara apa sih?! Mau aku suka manis atau enggak suka sukaku. Dan satu hal lagi, aku suka cokelat. Jangan sebar hoax nggak jelas atau aku memecatmu!"

"Se-sejak kapan?" aku mematung melihatnya memarahi Robert. Iya, sejak kapan dia datang dan asal ngomel begitu?!

Dia senyum lalu menunjukkan cangkir cokelatku yang kosong "Ini rasanya enak, aku mau lagi!"

"I-itu kan punyaku! Marcel sialan!" aku berlari lalu memukulnya. Itu kan cokelatku dan aku membuatnya ala ala barista, lalu dia menghabiskannya begitu saja?! Nggak akan kubiarkan dia hidup!

Di tengah aku memukulinya, aku melihatnya tertawa. Astaga, dia tertawa? Dia mengusap air matanya yang keluar karna tertawa itu "Hahaha, kamu lucu banget tahu nggak?!"

Aku berhenti memukulnya dan berdiri sambil melipat tanganku di dadaku "Itu nggak lucu, tahu!"

"Iya itu lucu kok"

Kami saling menatap lalu dia mengusap ujung bibirku dengan jari jempolnya "Hei, cokelat itu semanis senyummu loh"

Aku menatapnya lalu mengalihkan pandanganku karna aku terlalu malu "Omong kosong"

"Jarang jarang loh aku memuji orang-"

"Aku nggak mau dipuji tuh"

Kami lagi lagi terdiam, dia yang kesal menyuruhku membuatkan cokelat lagi dan dia mengobrol dengan Robert. Sepertinya obrolan serius, aku juga harus membuatkan Robert cokelat.

Setelah 2 cangkir cokelat sudah siap, langsung kusajikan pada mereka "Ini untuk Marcel dan ini untuk-"

"Marcel lagi"

"Hei ini untuk Robert" aku menatapnya tajam. Dia meraih cangkir cokelat untuk Robert sambil menatap Robert.

"Ah iya buat Tuan saja, saya nggak suka manis"

Aku tahu akal busuknya jadi aku hanya senyum lalu membawa cangkir cokelat milik Robert "Biar aku minum ya?"

"Iya Nyonya-"

"Ayo minum bersamaku!"

Ini orang kenapa sih?! Aku melirik ke arah Robert, ah kami sudah membuatnya pusing. Aku menghela napas lalu menatap suamiku itu "Aku mau menyimpannya di kulkas, aku mau minum besok pagi. Bye"

Iya, aku pergi ke kamarku dan tidur. Aku menghela napas sambil membaca buku yang ada di kamar Marcel itu. Untungnya dia nggak membaca majalah porno, jadi aku bisa tenang. Siang tadi, kami menikah di KUA karna dia memohon mohon padaku.

Dia bilang kalau dia nggak mau menikah dengan wanita yang nggak disukainya. Lalu dia bilang kalau dia sudah terlalu tua dan harus cepat cepat menikah. Dan dia bilang, dia mau bunuh diri kalau aku nggak mau menikah dengannya dan meninggalkannya. Dalam hatiku aku ingin sekali mengatainya selalu mendramatisir hidupnya. Tapi ya sudahlah, dia sudah menikahiku.

Aku melihat cincin pernikahan di jari manisku dan aku mengingat bahwa Marcel juga memilikinya tapi tidak memakainnya. Alasannya sederhana "malas". Tapi dia memintaku memakainya.

Apa kata Mama kalau aku pulang dalam keadaan hamil atau punya suami?! Tapi saat aku bilang tentang keadaanku di Surabaya, dia bersedia ikut denganku dan memulai hidup barunya di Surabaya. Entahlah dia bisa dibilang bucin sepertinya.

Aku menaruh buku itu dan tidur, huh ini malam pertamaku dan rasanya kentang. Gimana nggak, kalau saja dia adalah pria yang kucintai pasti hasilnya akan berbeda! Tapi sekarang? Ah lupakan, tidur saja. Toh dia juga nggak bakal dapat jatah malam dariku.

To. Be. Continue.