//Novi//
Aku terbangun pagi harinya dan terdiam saat melihat Marcel tidur di sampingku. Tangannya berada di pinggangku dan dia tidur dengan sangat pulas. Pipiku memerah melihatnya tertidur seperti itu lalu menggenggam tangannya itu.
"Singkirkan tanganmu. Aku mau mandi"
"Hng.."
Dia tidak menghiraukanku dan tetap memelukku. Kalau begini terus aku yang kesusahan. Aku melepaskan tangannya dari pinggangku dengan paksa dan itu membuatnya terbangun.
"Sudah pagi ya?"
Aku hanya menatapnya aneh lalu dia membelakangiku "Malam pertama yang kentang"
"Bersyukur sedikit kenapa?! Dengar ya, sudah punya istri jadi jangan ngelunjak" aku turun dari kasur lalu pergi ke kamar mandi.
Setelah mandi aku pergi ke dapur untuk memasak. Kebetulan Robert sudah memasak beberapa menu jadi aku membuat kopi saja untuk mereka.
"Nyonya, itu merepotkan. Biar saya saja—"
"Nggak apa kok. Oh iya rapikan saja makanan itu di atas meja makan, habis itu bangunkan bosmu itu"
"Baik, Nyonya"
Aku menaruh 2 cangkir kopi dan secangkir teh. Aku kurang suka dengan kopi jadi aku meminum teh. Marcel datang dengan Robert lalu ia duduk tepat di sampingku.
"Lagi lagi makan roti dan telur, nggak ada menu lain ya? Nanti siang pasti nasi goreng atau argh sialan, aku bosan"
"Maaf Tuan, saya yang memasaknya. Besok anda mau menu apa?"
Dia hanya diam lalu melirik ke arahku "Ehem, enaknya menu apa ya?"
"Kentang rebus saja" aku menjawabnya dengan tenang karna kuyakin dia sedang menyindirku sedari tadi.
Dia terdiam setelah aku menjawabnya lalu mengambil garpu dan pisau "Boleh, kasih lada dan garam. Beri juga ham atau apa pun biar, mashed potato sepertinya enak"
"Baik Tuan"
Kami bertiga makan dengan tenang hingga selesai. Dia mengajakku mengobrol lagi walau suasananya begitu canggung "Kita ke Jakarta besok, pekerjaanku mulai menumpuk. Kamu di akan di rumahku dan tinggal dengan adik perempuanku yang baru saja pulang dari Irlandia"
"Hm"
"Tenang saja, dia seumuranmu hanya beda bulan lahir. Aku sudah menghubunginya untuk menyambutmu besok"
"Hm"
"Ok, lakukan sesukamu hari ini. Kakimu sudah membaik kan? Jadi kuharap kamu bisa jalan normal, lalu tolong jangan berkeliaran jauh jauj dari villa kalau mau jalan jalan"
"Ya"
Aku berdiri lalu pergi ke kamar untuk ganti baju, Marcel sudah mengantarku ke villa sewaanku untuk mengambil barang barangku termasuk baju. Iya, aku akan berjalan jalan. Setelah memakai pakaian rapi, aku segera pergi berjalan jalan. Marcel dan Robert bekerja di ruang tamu, mereka terlihat seperti duo yang sedang bekerja sama.
Untungnya aku agak kebal dengan pesona pria seperti mereka. Jika yang lihat bukan aku, pasti sudah pingsan. Alasan utama aku nggak tertarik pada pria ganteng seperti mereka karna aku membekukan hatiku dan setia pada seseorang. Percaya atau tidak, aku sangat setia pada Zico walau aku tahu aku hanya dimanfaatkan, aku juga sering melihat Zico selingkuh dan tidur dengan wanita lain. Tapi aku tidak pernah terbesit keinginan untuk mencari pria lain.
Ada pria yang mendekatiku tapi aku menghindarinya karna aku sudah punya pacar. Dan sekarang, apa aku harus bilang kalau aku punya suami?
Karna lelah, aku duduk di kursi yang ada di halaman villa sambil mendengarkan lagu favoritku.
"I'm in my bed, and you're not here.."
Aku bernyanyi dengan pelan karna takut mengganggu mereka. Setelah sejam, aku mengantuk dan pergi ke kamar. Baru kali ini aku hidup tanpa pekerjaan yang penting.
Di kamar, aku membaca buku lagi dan tertidur. Saat terbangun, aku merasakan seseorang mengusap rambutku. Aku mengucek mataku agar bisa melihat orang itu, sentuhannya sangat lembut.
"Ada apa kok bangun? Mimpi buruk?"
"Enggak"
Kukira siapa, ternyata Marcel. Astaga dia begitu lembut saat mengusap rambutku. Dia juga membaca buku dengan sangat tenang. Aku senyum, baru pertama kali aku terbangun dan ada pria di sampingku.
Aku duduk lalu menatapnya, dia menaruh bukunya dan memberiku sepiring makanan "Di depan villa ada orang jualan kue, jadi aku membelinya. Coba saja, enak kok"
Aku meraih piring itu dan memakan kue yang ada di sana "Hm.. lumayan"
"Tuh kan, besok aku mau beli lagi buat Sasha deh sebelum pulang ke Jakarta"
"Sasha itu saudaramu?"
Dia mengangguk "Kami saudara seayah, dia adikku yang kuceritakan padamu kemarin. Dia wanita seusiamu"
"Oh"
Dia bercerita banyak tentang adiknya, dia sangat menyayangi adiknya itu bahkan dia juga menguliahkan adiknya ke Irlandia. Selain itu, dia bilang kalau aku mirip dengan adiknya. Biar mirip, tapi kami tetaplah orang yang berbeda. Aku jadi iri pada adiknya.
"Apa kamu punya saudara atau cerita unik?"
"Hm.. aku punya kakak kembarku namanya Ninoviano, dia lahir 12 menit sebelum aku lahir. Dia kakak yang baik dan sangat menyayangiku, selain dia aku punya kakak tiri namanya Novano, dia tinggal dengan Papa di Samarinda"
Aku menceritakan tentang keluargaku padanya. Dan sejak saat itu, aku mulai percaya padanya. Aku juga menceritakan soal hubunganku dan Zico yang terasa seperti, aku tidak tahu seperti apa. Tapi itu bukan hubungan yang sehat.
Aku kenal dengan Zico sekitar 3 tahun yang lalu, dia sangat baik padaku, dia juga sangat perhatian, biar hubungan kami LDR tapi dia selalu saja ada waktu untuk pergi ke Surabaya menemuiku. Dia adalah pria yang baik saat kami awal kenal.
Hingga setelah dia mendirikan perusahaan arsitektur dan properti, dia seperti bukan dirinya. Dia mempekerjakanku di perusahaannya dan menjadikanku kepala bagian administrasi. Aku bahkan tidak menerima gaji atas kerjaku darinya karna saat itu aku memang membantunya tulus. Tapi semakin lama, aku sadar sejak saat itulah hubunganku dan Zico adalah hubungan yang tidak sehat atau mungkin bisa dibilang hubungan yang sudah seharusnya kandas.
"Lalu..? Setahuku Zico selalu membawa Bianca di acara pertemuan keluarga"
"Kamu benar"
Zico selingkuh dengan Bianca. Aku tahu Bianca karna saat aku pergi ke hotel tempat Zico menginap, aku bertemu dengan Bianca. Saat itu Bianca bilang dia adalah sekretaris pribadi Zico. Aku yang sudah merasa Bianca adalah selingkuhan Zico hanya diam karna aku ingin punya pacar, dan aku nggak berminat untuk mencari pria lain untuk saat itu.
Semakin lama mereka semakin berani, Zico mengajakku tidur bersamanya suatu malam saat dia ke Surabaya tanpa Bianca. Tentu saja aku menolak keras, aku bahkan menampar Zico yang sedang mabuk itu. Dengan rasa kesal aku meminta putus tapi Zico menolaknya dan langsung menamparku.
Tidak ada jalan keluar. Itu yang kupikirkan hingga akhirnya Zico mengatakan bahwa dia akan melamarku sebagai permintaan maafnya padaku. Setelah melamarku beberapa bulan, Zico mengatakan bahwa Bianca hamil. Hatiku yang saat itu bahagia langsung hancur, bukan hanya di situ, Zico bahkan memutuskanku lalu memecatku. Bukan masalah besar, toh aku yang minta. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatiku, perasaan yang menyakitkan.
"Itu sulit untuk dilewati pastinya, tapi kamu bisa melewatinya. Kamu adalah wanita yang hebat"
Apa..?
***
//Marcel//
Aku mengangguk "Iya, kamu wanita yang hebat. Kamu bisa melewatinya sendiri. Walau aku yakin itu sangat susah, bukan cuma kamu yang seperti itu. Aku juga"
"Kamu juga?"
Aku senyum dan menceritakan ceritaku padanya. Melihatnya senyum itu saja sudah cukup bagiku setelah tahu brengseknya Zico. Setelah dia tertidur pulas, aku keluar kamar menemui Robert.
"Tuan..?"
"Berikan berkas tentang istriku, aku perlu mencari bukti kuat untuk menghancurkan Zico"
"Maaf, apa yang terjadi Tuan?"
Aku menatap Robert dengan dingin lalu menaruh cangkir teh yang tadi kubawa "Aku ingin membunuhnya"
"A-apa??!"
"Jangan sok polos begitu, kamu tahu kan dia juga ingin membunuhku"
Robert terdiam lalu menaruh berkas tentang istriku "Tuan, apa anda yakin? Tuan Zico bukan orang yang sembarangan bisa anda bunuh. Nyonya sangat mencintainya bisa saja anda dibenci oleh Nyonya"
Aku tidak bisa berkata apa pun. Robert benar, istriku sangat tulus mencintai Zico bahkan rela mengorbankan apa pun untuknya. Menurut ceritanya saja, bertahan selama 3 tahun di hubungan seperti itu, tidaklah mudah.
"Maaf jika saya ikut campur, tapi apa lebih baik kalau Tuan lakukan yang terbaik saja untuk Nyonya"
"Lakukan apa? Aku bahkan bukan pria romantis seperti Zico yang ada di ceritanya!"
"Tuan, Nyonya akan menerima Tuan dengan sendirinya. Jadi Tuan tidak perlu khawatir karna semua ada prosesnya. Jadilah yang terbaik untuknya"
Aku kembali ke kamar dan melihat wanita itu masih tertidur padahal jelas jelas dia baru bangun tidur. Noviviana Dewi Nugroho, namanya dulu dan mungkin aku akan mengubahnya menjadi Chandra karna dia istriku. Tapi apa dia siap, apa dia mau menerimaku seperti dia menerima Zico.
Aku menghela napas lalu tidur di sampingnya "Apa ada celah untukku di hatimu..?"
Pagi harinya, aku terbangun lebih awal darinya dan melihatnya tertidur sambil memelukku. Bukan romantis, tapi berat. Aku mendorongnya pelan dan dia malah terbangun sambil merengek ingin tetap memelukku.
Ya sudahlah nanti kalau dia bangun kan juga ilfeel sendiri. Tapi kalau sampai bilang aku yang menggodanya, itu yang membuatku kesal.
"Hachi!"
"Hei, bersin jangan sembarangan dong. Itu virus"
Dia terbangun lalu mendorongku "KYAAA!! DASAR MESUM!"
"Hah?! Situ yang mesum! Peluk peluk sembarangan, sudah asal peluk, fitnah, sekarang ngatain mesum. Gila ya?!"
"Ya kamu yang gila! Ugh!"
Dia terlihat kesakitan lalu memeluk gulingnya erat. Aku yang mulai khawatir menanyainya "Hei, ada apa?"
"Nggak apa"
Dia menjawab dengan telinga memerah, Zico sangat bodoh tidak melihat wanita selucu ini. Aku beranjak pergi ke dapur dan menyuruhnya untuk mandi. Di dapur, aku melihat Robert yang sedang memasak.
"Robert, apa itu mashed potato yang dia minta?"
"Iya Tuan. Sesuai dengan permintaan Nyonya kemarin"
Aku mengangguk meraih cangkir dan memberikannya ke Robert "Tolong buatkan kopi untukku"
"Baik Tuan"
Aku pergi ke kamar dan melihatnya sedang sibuk memukul mukul bantal sambil memakiku. Dia sedang melampiaskan emosinya ya? Aku senyum lalu menegurnya "Aku brengsek katamu?"
"Ah?! I-iya! Dasar tukang cari untung!"
Dia terus mengomel lalu mendengus kesal saat aku menatapnya dingin "Yang meluk siapa yang marah juga siapa, situ waras?"
Buk
Dia melempar mukaku dengan bantal lalu mengusirku dari kamar. Tanpa perlu dijawab, aku tahu jawabannya. Dia nggak waras.
Robert melihatku kebingungan sendiri "Tuan?"
"Ah iya, aku diusir dari kamarku sendiri"
Siang harinya saat aku sedang bekerja dengan Robert, fokusku teralihkan dengan wanita itu yang sibuk berbicara dengan para buruh pemetik daun teh. Iya, itu semua adalah buruh yang kusewa untuk merawat kebun tehku. Dan wanita itu sangat ramah pada mereka.
Dia senyum dan membantu memetik daun teh. Lagi lagi aku ikut tersenyum melihatnya, dia sangat manis. Aku terus memandangnya dan mengabaikan Robert yang sibuk menjelaskan perkembangan perusahaan, sial aku sungguh sedang dimabuk cinta.
"Tuan..?"
"Tuan..!"
"TUAN!"
"Woi! Aku nggak budek, jangan teriak—"
"Tuan sangat nggak fokus"
Aku mengangguk lalu menghela napas "Gimana bisa fokus, dia sangat mencuri perhatianku!"
"Siapa? Nyonya?"
Robert terlihat senyum menatapku lalu menghela napas "Nyonya memang cantik, dan saya tahu itu—"
"Katakan lagi"
"Maaf?"
Aku menatapnya dingin lalu meraih ponselku dan pergi ke halaman belakang "Selesaikan sendiri sebagai hukumanmu sudah memuji wanitaku sembarangan"
Di halaman belakang villa, dimana kebun teh itu berada dan dimana fokusku menghilang. Wanita itu tertawa lepas dengan para buruh tanpa peduli statusnya sebagai "Nyonya Besar" sekarang. Dia juga terlihat menikmati pekerjaan para buruh itu. Dari sini, aku bisa menyimpulkan bahwa dia wanita yang hebat.
Secara diam diam aku memotonya dan menjadikan fotonya itu sebagai wallpaper homescreen di ponselku. Dia memang istri yang ideal untukku. Rambut dikuncir ekor kuda dengan membiarkan poni panjangnya terbelah karna belahan rambutnya. Baju sweater bertuliskan "Heartbreak Wheater", celana jeans hitam, dan sepatu flat hitam. Dia terlihat sempurna dengan gaya sesederhana itu. Sangat berbeda denganku.
Aku memasukkan ponsel ke sakuku dan berlari ke arahnya. Para buruh langsung menyapaku dan memanggilku Tuan Muda atau Raden seperti biasanya, kecuali wanita itu yang ogah menyapaku padahal aku tepat di sampingnya.
"Dari pada cari perhatian dan sok ide buat romantis denganku, pergi saja sana"
"Ya kamu yang jangan sok tahu. Siapa yang mau buat ide romantis denganmu. Aku mau lihat apa tanaman tehku ini dipetik dengan sempurna atau asal asalan"
"Tuan, ada keperluan apa mampir ke kebun teh? Mari saya antar ke kantor administrasi pabrik"
Aku menghela napas saat seorang buruh memintaku ikut dengannya ke kantor. Padahal aku sudah tahu perkembangan pabrik, aku menggelengkan kepalaku lalu merangkul istriku.
"Aku mau memetik daun teh seperti istriku"
"Apa? Istri?"
Semua buruh itu shock saat tahu wanita yang sedari tadi bersama mereka adalah istriku. Dengan cepat mereka memanggilnya Nyonya dan itu membuatnya tidak nyaman. Dia bersembunyi di belakangku sambil mencubit perutku.
"Akan kuhabisi kamu malam ini"
"Wow.. aku nggak sabar nunggu"
"Bukan itu!"
Kami memetik daun teh bersama dan diakhiri dengan minum teh yang sudah diseduh. Yang minum teh hanya kami berdua, dia terlihat sangat menikmati teh itu dan moodnya sudah membaik padaku.
"Gimana rasanya enak?"
Dia mengangguk "Ini brand teh favoritku!"
"Syukurlah kamu menyukainya"
Kami kembali ke villa dan Robert menyambut kami "Selamat datang kembali Nyonya dan Tuan. Bagaimana acara liburan ke kebun tehnya?"
"Iya! Enak, tehnya sangat enak! Aku menyukainya, aku juga diberi cookies. Itu rasanya sangat manis tapi enak"
Aku senyum sambil mengelus punggungnya "Iya, sekarang mandi dan bersiap makan malam. Kamu lapar kan?"
"Iya!"
Setelah dia pergi, aku menatap Robert lalu menanyakan beberapa hal padanya terlebih soal perkembangan pabrik teh.
To. Be. Continue.