EDZARD TOLONG JAGA ANAK-ANAK!
AAAAAA
PERGI CEPAT!
SEMUANYA SEMBUNYI!
"Ahh apa tadi?!" Chaerin berkata lirih.
Ingatan apa tadi? Apa aku pernah punya masa lalu seburuk itu. Banyak sekali api disana. Jika sebentar saja mereka tidak bisa lari, maka tubuh mereka akan lenyap dengan api sebesar itu. Lalu anak siapa yang dititipkan tadi?
Ahh! Kenapa wajah semua orang buram, Chaerin tidak dapat menemukan arti dari penggalan ingatannya jika perannya tidak diketahui. Tangan Chaerin mencengkram kepalanya dengan sangat kuat. Dia tidak sadar kalau sudah banyak keringatnya bercucuran.
Buku yang dipegangnya jatuh. Kepala Chaerin pusing sekali. Suara dan aktivitas dari penggalan mimpinya bermunculan lagi.
PERGI!
SEMBUNYI CEPAT!
CEPAT SELAMATKAN DIRI!
"AHHHH!" Wanita itu menguatkan cengkraman di kepalanya. Namun lama-lama cengkramannya melonggar bersamaan dengan pandangannya yang memburam.
***
"AH!" Chaerin bangun.
Napas wanita berambut bob blunt tersebut memburu, apa yang sempat terlintas dibenaknya tadi sore kini terlintas lagi. Dia mengacak-acak rambut pendeknya, keringatnya mengalir deras padahal waktu sudah malam hari dan angin di luar juga cukup kencang.
Chaerin menutup matanya, mengatur napasnya secara perlahan. Dia merebahkan badannya. "Tunggu.."
Chaerin melihat kanan kiri dan dia baru sadar kalau dia berada di atas kasur. Seingatnya terakhir kali dia sedang berada di sofa, lalu pandangannya memburam, kemudian setelahnya dia tidak tahu lagi apa yang terjadi.
Gagang pintu kamarnya berputar, pertanda ada orang akan berusaha membukanya dari luar. Oh itu Jacob. Pria itu datang dengan sebuah gelas dan piring berisi makanan. Setelah seluruh badannya masuk ke dalam kamar Chaerin, Samuel kembali menutup pintu. Alis Chaerin bertaut. Berbahaya jika hanya berdua dan menutup pintu, batin Chaerin.
Jacob sudah melabuhkan badannya di sebelah Chaerin. Pria itu tersenyum sembari memberikan makanan. Mereka saling bertatapan satu sama lain. Chaerin tenggelam dalam mata Jacob. Dia baru sadar kalau mata pria ini begitu indah, bulu matanya lentik, kulitnya tidak putih tapi bersih.
Perlahan wajah Jacob mendekat, Chaerin masih diam di tempatnya, dia tidak bergeser sedikitpun hingga wajah Jacob hanya berjarak 10 cm saja dengan wajahnya. Deru napas pria itu lebih kencang dari biasanya, Chaerin dapat merasakan kulit wajahnya terkena napas pria di depannya itu.
Chaerin mengedipkan mata untuk menyadarkan dirinya. Huh, apa-apaan tadi, batinnya. Chaerin menggeleng cepat, dia kemudian mendorong Jacob perlahan dan memintanya untuk keluar. Tapi sebelumnya dia berterimakasih atas makanan yang sudah dibawakannya.
"Chaerin, Chaerin", dia menepuk pipinya beberapa kali. Tadi itu benar-benar nyaris terjadi sesuatu pada mereka. Chaerin menggeleng. Sudah. Dia tidak ingin mengingatnya lagi. Dia mengalihkan pandangannya pada makanan yang masih berada di meja kamarnya. Chaerin menyantap makanan sambil membaca buku yang diberikan pak Edzard.
"Ohh iya, pak Edzard," tiba-tiba dia teringat dengan pak Edzard. Chaerin meletakkan kembali makanannya, kemudian berlari keluar kamar. Dia melihat Samuel yang tengah berdiri di depan pintu rumah, dengan kedua tangan yang memegang kedua sisi pintu. Lengan kekarnya seolah menghalangi siapa saja yang akan memasuki rumah.
"Samuel!"
Samuel berbalik begitu mendengar namanya dipanggil. Dia menatap Chaerin cukup lama baru menjawab panggilannya, "Ada apa?"
"Dimana pak Edzard?"
Samuel berjalan ke arah Chaerin, menatapnya bingung. Jelas-jelas dia tadi ikut melihat kemana pak tua itu pergi, tapi masih saja bertanya. Ohh iya, "Kau pingsan tadi, istirahatlah, nanti kau akan mengingatnya. Lagipula kita akan melakukan perjalan jauh besok. Jadi pergilah istirahat."
Sebenarnya ia kesal mendengar perkataan Samuel, tapi dia tidak ingin berada lebih lama di ruangan ini, dia ingin segera masuk kamarnya, terlebih lagi karena dia melihat Jacob yang baru saja masuk. Pipinya terasa panas, ia malu mengingat kejadian nyaris tadi.