Delilah baru saja pulang dari toko bunga nya saat menemukan jika pintu apartemennya tak dikunci. Matanya langsung membesar dan mengira jika Ayahnya pasti sudah pulang. Ia segera masuk tanpa pikir panjang dan baru menyesal kemudian.
"Siapa kalian!" pekik Delilah terkejut dan menjatuhkan tasnya. Ia terkejut saat melihat sang Ayah sudah babak belur dipukuli. Delilah menghampiri dan memegang Ayahnya.
"Ayah baik-baik saja?" tanya Delilah dengan wajah ketakutan dan hampir menangis.
"Apa yang terjadi? Siapa mereka?" Delilah masih bertanya pada Ayahnya tapi tak dijawab.
James keluar dari kamar dan melihat yang terjadi. Ia berjalan pelan ke arah Delilah dan berdiri membelakanginya. Delilah sedang berjongkok ketakutan memegang Ayahnya. James lalu melihat Earth dan memberi kode dengan matanya agar ia bicara.
"Ayahmu sudah mencuri dari kasino. Sekarang dia harus mengembalikan yang sudah dia ambil!" ujar Earth dengan nada dingin. Delilah lalu memandang Ayahnya yang diam saja menundukkan kepalanya.
"Apa itu benar Ayah?" Mark masih tak menjawab.
"Tak cuma Ayahmu, Kakakmu juga. Dimana dia sekarang?" tanya Earth lagi. Delilah menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tau, dia pergi. Aku tidak tau kemana!" jawab Delilah sambil menggelengkan kepalanya. Delilah lalu bangun dan mencoba bernegosiasi dengan kumpulan pria itu, James masih memperhatikannya dari belakang.
"Sebaiknya kalian pergi dari rumahku. A-aku bisa melaporkan kalian ke Polisi!" ancam Delilah dengan sisa keberanian yang ia punya. James mendengus dan tersenyum di belakang mendengarnya. Benarkah ini gadis yang sudah menolongnya?
Earth dan anak buah James jadi tergelak menertawakan Delilah. Delilah dengan polosnya mengusir para mafia dari rumahnya, seperti anak anjing menggonggong pada Doberman.
"Apa kamu tau kami siapa?" Earth bertanya lagi.
"A-aku tidak perduli siapa kalian! Yang jelas kalian semua harus keluar dari rumahku sekarang juga!" Delilah masih mengusir tapi tangannya mulai gemetaran. James mengangguk. Ia sudah cukup melihat 'keberanian' Delilah pada anak buahnya. James berjalan mendekat dan Delilah masih berusaha mengusir anak buah James.
"Pergi dari sini!" ekspresi Delilah langsung berubah saat seorang pria memakai setelan jas rapi dan mahal muncul dari belakangnya. Pria itu berhadapan dengan Delilah untuk pertama kali baginya dan kedua kali bagi Delilah.
Tinggi pria itu melebihi satu kepala Delilah. Ia tampan... sangat tampan dengan rambut coklat kepirangan dengan belahan maskulin dan tertata baik. Delilah terkejut melihat pria di depannya, itu pria yang sama yang ditolongnya beberapa minggu lalu.
"K-kamu..." tunjuk Delilah dengan wajah terkejut. James sedikit memiringkan wajah menatap gadis bermata biru yang bersembunyi dibalik kacamata besar.
'Dia masih mengenaliku,' ujar batin James.
"Kenapa? Terkejut melihatku, Vreya Delilah Starley!" tebakan James langsung benar. Delilah hanya bisa terkejut dan tak membantah.
'Ternyata kamulah gadis yang telah menyelamatkanku,' ujar James lagi dalam hatinya. James lalu menyengir jahat dan makin mendekati Delilah. Delilah otomatis mundur tanpa berani bicara apapun.
"K-kamu mau apa?" tanya Delilah ketakutan sudah terdesak ke dinding dekat dapur.
"Aku datang ingin melihat sosok yang sudah menyelamatkanku beberapa minggu lalu, apa aku salah?" James sedang mempermainkan Delilah dengan pertanyaan tak penting. Mark lalu menoleh ke belakang melihat putrinya ternyata sudah pernah mengenal James Belgenza.
"I-iya, m-memang aku yang sudah menolongmu," jawab Delilah dengan suara makin kecil dan sekarang sudah menempel di dinding. James makin mendekat dan mengurung Delilah dengan merentangkan sebelah tangan menekan dinding. James menyeringai dan mengangguk pelan. Ia menyisir penampilan Delilah dari atas sampai bawah dengan matanya.
"Kamu tau siapa aku?" Delilah menggelengkan kepalanya.
"Bukankah kamu mengaku bahwa kamu adalah pacarku? Aku tidak tau jika aku punya pacar memakai kecamata besar sepertimu!" beberapa anak buah James tergelak.
"Mulai saat ini, panggil aku Tuan J." Tangan James lalu menarik kacamata Delilah dan membuangnya.
"Ah, kacamataku!" mata James lantas tertegun melihat warna mata Delilah yang berwarna biru cemerlang seperti batu mulia Blue Topaz, sangat indah. Kulitnya sangat putih cenderung pucat dengan rambut pirang terang, dia mirip sebuah boneka. Boneka Barbie hidup yang menutupi kecantikannya dengan kacamata, begel dan baju potongan tahun 60'an.
"Kamu mau apa?" tanya Delilah membuyarkan lamunan James akan dirinya.
"Aku mau uangku." Delilah bingung karena ia tak tau apapun soal uang.
"Oliver yang membawanya," aku Delilah polos.
"Siapa Oliver?"
"Kakakku," jawabnya lagi dengan nada rendah.
"Kalau begitu kamu yang harus membayarnya." Delilah tertegun dan berpikir. Ia sedang menghitung uang di dalam dompetnya saat ini.
"Berapa?" James tergelak dan mendengus menunduk hendak meledak tertawa. Gadis itu begitu polos mengira jika yang telah dicuri itu bisa dikembalikannya segera.
"Berapa? Kamu punya uang berapa?" James balik bertanya mempermainkan Delilah. Delilah meminta James untuk mundur karena ia akan mengambil tasnya yang jatuh ke lantai beberapa saat lalu. James tak mau mundur dan meminta anak buahnya untuk mengambilkan tas Delilah. Setelah tas itu diberikan, Delilah langsung merogoh isi di dalamnya dan memberikan semua uang yang ia punya. Seluruhnya 50 Euro. Dengan polosnya, Delilah memberikan uang itu ke tangan James.
James membuka mulutnya terkejut melihat seorang gadis memberinya uang 50 Euro untuk membayar utang Ayahnya. Matanya dari telapak tangan yang menampung lembaran uang naik melihat wajah Delilah lagi.
"Kamu pikir... ini Halloween?" Delilah menggeleng. James menaikkan uang 50 Euro itu dan memperlihatkannya di depan wajah Delilah.
"Kamu pikir aku sedang membeli permen (Candy)?"
"T-tidak... maksudku, aku ingin membayar utang Ayahku." James tersenyum jahat lagi. Ia memandang wajah Delilah lagi. Ada gairah berbeda saat melihat gadis ini. James yakin jika dia pasti masih perawan.
"Utang Ayahmu adalah 50 ribu Euro ditambah bunga, itu artinya jadi 100 ribu." Mata Delilah terbelalak. Seumur hidupnya ia tak pernah melihat uang sebanyak itu.
"S-seratus..."James mengangguk sebelum Delilah menyelesaikan.
"Bagaimana kamu akan membayarnya?" potong James kemudian. Delilah tak berani memandang james dan malah menundukkan kepalanya.
"B-beri aku waktu, aku akan membayarnya Tuan J," jawab Delilah membuat perjanjian yang menjerat.
"Baik. Aku beri waktu dua hari. Aku akan datang sendiri untuk mengambil uangku, Candy!" ujar James dengan suara Alto tipis yang manis sambil mengatupkan bibirnya lalu mundur dan berbalik pergi. Ia memberi kode pada seluruh anak buahnya untuk keluar dari apartemen itu mengikutinya.
Seketika Delilah terjatuh di lantai karena kakinya tak sanggup lagi berdiri. Ia sudah membuat perjanjian tanpa persetujuannya sama sekali.
"Apa yang sudah kamu lakukan? Apa kamu tau dia siapa!" hardik Ayahnya Mark pada Delilah yang masih sangat pucat. Mark lalu buru-buru bangun dari tempatnya dan mengunci pintu. Ia terengah dan mengintip beberapa kali dari balik jendela. Kemudian ia berjalan ke arah Delilah yang masih berjongkok dan menunjuk padanya.
"Kamu yang membuat janji dengannya, kamu juga yang harus menyelesaikannya. Aku tidak mau ikut campur! Aku mau pergi dari sini!" ujar Mark seenaknya lalu masuk ke dalam kamarnya.
"Apa maksud Ayah?" tanya Delilah. Ia berdiri dan mengikuti Ayahnya masuk ke kamar. Mark dengan cepat mengeluarkan seluruh pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper.
"Ayah mau kemana?"
"Pergi yang jauh... aku tidak mau mati di tangan mafia itu!"
"Mafia..."
"Apa kamu tau siapa dia? Dia James Belgenza, para mafia dan penjahat bawah tanah mengenalnya sebagai James Harristian. Dia akan membunuh kita jika kita tidak pergi dari sini!" ujar Mark berbalik pada Delilah lalu meneruskan membereskan pakaian.
"Tapi bagaimana dengan utangnya?"
"Bukankah kamu sudah setuju membayarnya? Itu urusanmu dan dia, aku tak mau ikut campur," jawab Mark tanpa belas kasihan sama sekali.
"Tapi aku tidak punya uang sebanyak itu Ayah!"
"Lalu kenapa kamu malah membuat perjanjian dengan dia?"
"Jika tidak, dia akan membunuhmu!" Mark mendengus tanpa berterima kasih jika Delilah sudah menyelamatkan nyawanya.
"Aku bisa saja mendapatkan sedikit kelonggaran jika aku bernegosiasi dengannya, tapi kamu dengan bodohnya seperti pahlawan kesiangan malah membuat perjanjian dengannya. Dasar bodoh!" umpat Mark lalu menoyor kepala Delilah. Mark tak membuang waktu menyret keluar kopernya dan meninggalkan Delilah di apartemen itu.
"Ayah jangan pergi. Jangan tinggalkan aku sendiri, aku mohon!"
"Ah, lepas! Kamu memang sama bodohnya dengan Ibumu. Untung dia sudah mati!" Mark menolak tubuh Delilah yang terus memohon agar ia tak pergi. Setelah memastikan keadaan aman, Mark tak membuang waktu untuk meninggalkan apartemen itu.
Sementara di dalam mobil, James menyandarkan kepalanya melihat pemandangan yang ia lewati di jalan-jalan di kawasan Vomero. Ujung bibirnya sedikit terangkat saat mengingat mata biru topaz itu.
"Candy!" gumamnya pelan.