Delilah mendapat sedikit petunjuk tentang keberadaan Ayah dan Kakaknya. Tak tidur semalaman dan karena tinggal satu hari lagi masa tenggat waktu yang ditentukan, Delilah mengejar sang Kakak yang sedang berada di sebuah bar.
"Oliver!" panggil Delilah pada Kakak laki-lakinya yang terlihat tengah merangkul seorang wanita seksi. Mata Oliver langsung membesar saat melihat Delilah. Delilah tergopoh-gopoh masuk ke dalam bar tersebut dan hendak mencekal tangan Oliver. Tapi Oliver lebih cepat berdiri dan menghindar.
"Mau apa kamu kemari!" hardik Oliver sambil menunjuk Delilah.
"Oliver, aku mohon kembalikan uang Tuan J yang kamu ambil dari kasinonya!" jawab Delilah dengan wajah meringis seperti hendak menangis.
"Apa maksudmu? Aku tak mengambil apapun darinya!" wanita yang bersama Oliver lalu merangkul lengannya dan memandang Delilah dengan pandangan angkuh.
"Siapa dia, Sayang?" tanya wanita itu. Oliver menoleh pada kekasihnya itu dan memiringkan kepalanya.
"Oh, dia Adikku!" jawab Oliver sekenanya. Delilah masih berusaha memohon agar Oliver mau mengembalikan semuanya. Tapi sepertinya Oliver memang tak perduli.
"Oliver, aku mohon..."
"Aku tidak ada urusannya dengan orang yang kamu maksud, Delilah!"
"Tapi dia mengejarmu sampai ke rumah, dia meminta uangnya kembali!"
"Aku tidak mencuri atau mengambil dari siapapun. Jangan mengada-ngada kamu!" bantah Oliver makin sengit. Rasanya Delilah sudah mau menangis karena sikap Oliver yang terus mengelak.
"Oliver, dia mengejarku. Jika kamu dan Ayah tidak mengembalikan uang itu maka dia akan membunuhku. Tolong Oliver kembalikan saja uangnya!" ujar Delilah masih memohon. Tapi Oliver malah mendengus dengan senyuman sinis.
"Kenapa aku yang harus mengembalikan? Bukannya kamu yang sudah membuat perjanjian dengannya? Hah... lucu sekali, hahaha!" balas Oliver malah balik mengejek. Wanita yang bersama Oliver juga ikut terkekeh mengejek Delilah.
"Jangan mimpi, Delilah. Lebih baik kamu pergi dari sini. Dan jangan ganggu aku!" tambah Oliver lagi. Delilah sudah meneteskan airmata kecewa, ia masih mendekati Oliver dan mencoba memohon lagi pada Kakaknya itu.
"Oliver, tolong aku mohon..."
"Pergi Delilah, ah dasar jelek!" Oliver menolak tubuh Delilah sampai ia terjerembab ke sebuah meja. Delilah berusaha terus bangun dan hendak mengejar Oliver yang pergi sambil menggandeng wanitanya. Oliver mendorong lagi adiknya dan Delilah terjatuh kembali kali ini ke lantai.
"Pergi!" Delilah yang terjatuh di lantai belum menyerah dan terus memohon dengan memegang kaki Oliver.
"Tolong aku, Oliver!" tapi Oliver yang kesal menendang Delilah sampai ia melepaskan pegangan di kakinya. Para pengunjung di bar itu jadi memperhatikan Delilah namun tak ada satupun yang menolongnya. Setelah Oliver pergi dan Delilah memandang seluruh pengunjung yang ada di bar itu, Delilah hanya bisa menunduk dan pengunjung bar kembali seperti biasa. Tak ada yang perduli, mereka sibuk pada urusan masing-masing, kecuali satu orang yang merupakan anak buah James sedang merekam kejadian itu di ponselnya.
Detik itu juga video tentang Delilah yang mengejar Kakaknya sampai ke sebuah bar sampai ke tangan James. James yang kini baru berada di dalam mobilnya usai pulang dari Hongkong, menyaksikan dengan wajah dingin saat Delilah diusir oleh Kakaknya itu. James menghela napas dan memberikan ponsel itu pada Earth yang duduk di sebelahnya.
"Terus ikuti dia, perintahkan satu orang lagi untuk mengikuti pria benama Oliver itu. Aku yakin jika dia dan Ayahnya bersembunyi bersama," ujar James memberi perintahnya.
"Baik, Tuan!" jawab Earth lalu menelepon memberi perintah pada anggotanya.
James melakukan aktivitasnya seperti biasa. Ia harus mengawasi pembelian senjata dari salah satu pabriknya dan ia cukup sibuk untuk melupakan Delilah sementara menunggu tenggat waktu membayar utang selesai.
Delilah yang putus asa dan habis menangis tak tau harus mencari kemana lagi kedua anggota keluarganya itu. Ia sering bertanya dalam hatinya mengapa Ayahnya tega berbuat hal seperti itu padanya. Apa salahnya sampai seumur hidup ia bahkan tak pernah bisa mendapatkan perlakuan normal seperti layaknya anak perempuan. Sekarang ia harus membayar utang yang bukan miliknya dan waktunya hanya tinggal beberapa jam lagi.
Delilah duduk di pinggir jalan memikirkan nasibnya. Apa dia harus mati sekarang hanya karena uang? Perutnya sudah berbunyi minta diisi makanan tapi Delilah tak bisa makan sama sekali. Ia takkan bisa mengunyah makanan dalam keadaan seperti ini.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Delilah pada dirinya. Ia teringat pada perkataan Stevano tentang rentenir bernama Felipe yang bisa membantu meminjamkannya uang. Delilah sudah putus asa.
"Tak ada salahnya mencoba," gumam Delilah lalu mengambil ponsel dan menghubungi Stevano. Delilah akhirnya setuju pada usulan Stevano untuk memakai pihak ketiga untuk setidaknya melunasi sepertiga dari utangnya.
Stevano yang mendapat telepon dari Delilah akhirnya setuju bertemu lalu mengajak gadis itu bersamanya. Dari awal Stevano mewanti-wanti Delilah agar ia mengiyakan saja seluruh syarat yang akan diberikan oleh Felipe nantinya.
"Berapa yang kamu mau minta?" tanya Stevano pada Delilah.
"Apa Tuan Felipe mau meminjamkan 100 ribu Euro?" Delilah balik bertanya dengan wajah meringis. Stevano berdecak tersenyum sinis.
"Memangnya dia Bank! Bank saja tidak mau memberimu pinjaman sebesar itu. Sudah berapapun yang dia berikan, terima saja! Jangan lupa, berikan aku komisi 100 Euro dari uang itu! aku kan sudah mengantarmu." Stevano bicara sambil berjalan bersama Delilah yang hanya bisa menunduk pasrah.
Delilah terpaksa membawa sertifikat kepemilikan toko bunga yang ia jaga sekarang sebagai jaminan. Sesampainya di rumah rentenir itu, terlihat beberapa orang pria yang sedang bermain kartu poker dan seorang pria paruh baya dengan perut buncit menghampiri mereka.
"Tuan Felipe, ada yang ingin bertemu dan meminta bantuanmu!" ujar Stevano sambil menyengir. Felipe yang lebih pendek sedikit dari Delilah melihatnya dari atas sampai ujung kaki. Keningnya mengernyit.
"Aku pikir kamu membawa gadis cantik ke hadapanku. Kenapa gadis seperti ini yang kamu bawa!" hardik Felipe pada Stevano. Stevano menggaruk kepalanya sementara Delilah terbengong tak tau apapun.
"Bukan begitu, itu hal lain Tuan Felipe. Ini hal yang berbeda. Dia temanku ingin meminjam uang padamu!" jawab Stevano pada Felipe. Felipe membuka mulutnya dan mengangguk mengerti.
"Oh, mau meminjam uang?" Delilah mengangguk cepat dengan polosnya. Ia memperbaiki letak kacamata minusnya dan terus menggenggam tali tas yang ia selempangkan di bahu.
"Kamu mau pinjam berapa?" tanya Felipe sambil mengangkat dagu. Delilah sempat menoleh sekilas pada Stevano sebelum menjawab.
"S-seratus ribu Euro, Tuan."
"APAAA!!!" pekik Felipe spontan. Delilah sampai mundur ke belakang karena kaget.
"Apa kamu sudah gila!" sambung Felipe dengan nada tinggi yang sama. Stevano hampir saja menjitak Delilah karena permintaan utangnya itu.
"A-aku..."
"Apa yang kamu mau lakukan dengan uang sebanyak itu? membeli mobil? Rumah?" Felipe masih penasaran sekaligus kesal. Seumur hidup saja ia tak pernah melihat uang sebanyak 100 ribu Euro.
"Aku... mau membayar utang," jawab Delilah dengan nada makin mengecil. Felipe mengernyitkan keningnya lalu menoleh pada Stevano.
"Apa dia serius?" tanya Felipe dengan bodohnya pada Stevano. Stevano terpaksa mengangguk. Mulut Felipe spontan terbuka.
"Bagaimana gadis sepertimu bisa berhutang sampai 100 ribu Euro? Tahukah kamu berapa banyak uang itu?" Delilah sedikit menunduk dan memilin tali tasnya.
"Itu seharga dua mobilku. Dan aku harus meminjamkan padamu uang sebanyak itu?" Delilah masih diam dan tak berani menatap.
"Katakan padaku anak kecil. Bagaimana kamu akan membayar uang sebanyak itu padaku!" Delilah lalu membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah dokumen kepemilikan toko.
"Aku mau menjaminkan ini." Delilah memberikan dokumen itu pada Felipe. Felipe membuka dan membacanya. Semakin lama keningnya semakin mengernyit.
"Harga toko ini tak lebih dari 30 ribu Euro bahkan bisa kurang dari itu," ujar Felipe mengibaskan dokumen itu di depan wajah Delilah.
"Aku tidak punya uang 100 ribu!"
"Kalau begitu 50 ribu saja," ujar Delilah menawar. Felipe makin kesal, ia sampai maju dan melotot pada Delilah.
Delilah memundurkan kepalanya ke belakang dan menelan ludah. Felipe menatapnya seakan hendak menelannya hidup-hidup.
"30 ribu dan bunganya 30 persen!" mata Delilah terbelalak.
"A-apa!" Felipe mengangguk.
"Tidak ada tawar menawar lagi!" sambung Felipe lagi. Delilah menurunkan bahunya dengan kecewa. Jika ditambah dengan utangnya maka seluruhnya hampir 40 ribu Euro. Delilah main pusing dan tak tau harus seperti apa.
"Bagaimana?"
***
Sementara itu persembunyian Mark dan anaknya Oliver ditemukan Earth dengan sedikit usaha. Begitu Mark pulang, dia ditarik oleh Earth dan diberi sebuah tinju ke perut.
"Akkhh!" Oliver langsung ambruk memegang perutnya. Seorang anak buang Earth lalu menarik Oliver untuk masuk ke dalam.