Mata Delilah membesar mendengar Ayahnya bicara seperti itu. Mulutnya sampai terbuka cukup lebar dan ia jadi lebih pucat dari kulitnya yang memang sangat putih. Bagaimana bisa Ayahnya malah menyarankan agar ia melakukan kejahatan seperti itu. Delilah spontan menggeleng.
"Aku tidak mungkin melakukan hal itu, Ayah. Mana mungkin aku membunuh seseorang!" jawab Delilah masih dengan wajah terkejutnya.
"Kenapa tidak! Jika kamu tau yang telah diakukannya maka kamu akan mengerti jika yang kamu lakukan itu belum seberapa." Delilah masih tertegun dan tak menjawab. Mulutnya bahkan masih terbuka karena terkejut. Mark kembali mendekat dan berusaha mempengaruhi putrinya.
"Sekarang berikan uang itu pada Kakakmu biar dia yang mengembalikannya." Delilah masih belum bergeming melihat Ayahnya tanpa bergerak sama sekali. Mark yang tau Delilah tak gampang percaya padanya kini merangkul dan menududukkannya ke tempat tidur. Ia kemudian dengan lembut memegang tangan Delilah dan menggenggamnya.
"Dengarkan aku, Sayang. Aku tidak ingin kamu celaka. James Belgenza benar-benar akan membunuhmu jika kamu mencoba bernegosiasi dengannya. Delilah mulai luluh dan menundukkan kepalanya. Ia meremas ujung rok yang dipakainya.
"Bagaimanapun aku adalah Ayahmu, aku tak mungkin mencelakakanmu. Aku tau aku sudah berlaku kasar padamu selama ini, tapi aku takkan pernah mencelakakanmu, Nak!" ujar Mark dengan wajah begitu meyakinkan. Rasanya sudah lama sekali Delilah tidak mendengar Ayahnya bicara selembut itu padanya. Delilah kemudian mengangguk dan setuju. Ia bangun dari duduk dan berjalan keluar dari kamar Ayahnya untuk masuk ke kamarnya. Mark menyengir jahat pada putranya, Oliver yang tak tersenyum.
Delilah kembali beberapa saat kemudian lalu memberikan sebuah amplop berisi uang tunai 30 ribu Euro pada Oliver. Oliver menerima uang tersebut sambil sedikit tertegun melihat Delilah. Mark langsung bangun dan merangkul putranya.
"Kalau begitu kamu di rumah saja. Tunggu aku dan Kakakmu pulang. Mengerti?" Delilah mengangguk. Mark kemudian keluar tapi Oliver masih berada di depan Delilah yang memandangnya dengan polos.
"Oliver... ayo kita pergi!" panggil Mark pada putranya itu. Mark masih melihat Delilah lalu mengambil sebelah tangannya.
"Dengarkan aku, jangan biarkan pria itu menyentuhmu meskipun hanya ujung rambut. Lawan dia, dia bukan orang baik. Mengerti! Jaga dirimu," ujar Oliver terus memandang Delilah dengan rasa bersalah. Delilah merasa Oliver seperti mengucapkan perpisahan padanya. Tapi ia hanya diam saja melihat Ayah dan Kakaknya pergi. Oliver sempat menoleh sejenak pada Delilah tapi kemudian ikut keluar bersama Ayahnya.
Delilah menuruti permintaan Ayahnya, ia duduk menunggu di dalam rumah sampai Ayah dan Kakaknya kembali dari menemui James Belgenza.
DUBRICH, PARIS
James masuk ke dalam sebuah ruangan khusus yang memiliki tingkat keamanan terbaik. Kaca pembatas dan display terbuat dari kaca anti peluru dan rudal. Ruangan super private yang temaram namun bisa melihat dengan jelas setiap "barang" yang ditawarkan. James sudah memiliki ruangan sendiri. Ia akan masuk ke ruangan yang sama ke setiap cabang Dubrich yang ia datangi. Seorang kemudian pelayan menuangkan champagne untuknya sebelum pelelangan dimulai.
"Terima kasih," ujar James lalu mengeluarkan selembar uang 100 dolar untuk si pelayan. Pelayan itu membungkuk dan menerima uang tersebut lalu keluar. James mengambil sebungkus rokok lalu menyalakan ujungnya. Bibirnya lalu mengisap rokok itu dan menghembuskan asapnya sementara suara moderator lelang terdengar.
"Selamat datang di Dubrich, tuan-tuan... silahkan masukkan penawaran anda untuk objek lelang pertama. Seorang gadis berusia 19 tahun asal Albania dan perawan. Penawaran dibuka dari 10 ribu dolar, silahkan..." James tak menekan tombol dan masih melihat fisik si gadis yang setengah telanjang ditampilkan di depannya.
Sang gadis takkan melihat siapa yang membelinya, karena kaca di depannya hanya bisa dilihat searah. Tapi ia bisa mendengar suara penawarannya. Bagi beberapa wanita, semakin tinggi penawaran semakin bangga mereka. Karena sebagian besar dari mereka memang menawarkan diri untuk dijual di rumah lelang itu. Tak jarang mereka berakhir menjadi salah satu selir orang-orang kaya itu.
Dubrich selalu memastikan jika wanita-wanita itu bukanlah korban human traficking. Meskipun James tak percaya karena ia pernah membeli wanita dan ternyata ia adalah korban penculikan. Sayangnya James bukan orang yang penyayang, gadis itu akhirnya juga berakhir jadi korban James di ranjangnya.
James baru menekan tombol penawarannya setelah objek lelang ke empat dibuka. Seorang gadis berambut pirang bermata biru seperti Delilah. Entah mengapa James tertarik membelinya padahal gadis itu bertubuh kurus dan tak begitu menarik. Harganya juga tak begitu mahal, hanya 90 ribu dolar.
"Siapkan saja barangku di kamar. Bawa koperku juga!" perintah James pada Earth. Earth yang sudah mengerti tersenyum dan mengangguk. James menekan tombol transfer pada ponselnya dan berdiri keluar dari ruangannya.
James diantar oleh para pengawalnya ke sebuah hotel mewah di Paris tempatnya biasa menghabiskan malam penuh nafsu dengan para mainannya. Ia masuk ke dalam lift khusus dan keluar menuju kamar yang telah disiapkan.
"Selamat bersenang-senang, Tuan!" ujar Earth memberikan sebuah koin khusus untuk membuka pintu kamar. James masuk dengan wajah dingin dan pintu terkunci otomatis. Ia memasukkan koin itu ke dalam saku jas sambil berjalan masuk ke dalam kamar di kamar presidential suite-nya.
Ketika ia membuka pintu, gadis yang ia beli sudah siap melayani James. Tangan dan kakinya telah diikat dengan kain berwarna merah dan ia sudah diberi obat perangsang. James berdiri tepat di depan ranjang sambil menyisiri tubuh gadis yang sedang menggelinjang pelan dan mulai berpeluh itu. Ia tersenyum perlahan dan menarik napasnya lalu mulai membuka satu persatu dari jam tangan, jas, dasi sampai kancing kemeja. Ia menarik ujung lengan kemeja sampai bawah siku lalu mengambil sebuah koper.
Ia meletakkan koper itu diatas ranjang lalu membukanya. Berbagai alat yang digunakan untuk bed play BDSM yang biasa dibawa James jika ia berpergian. James mengambil sebuah syal dan mendekati sang gadis lalu menutupi mata dan mengikat syal itu dibelakang kepalanya.
"Siapa namamu?" tanya James saat sedag mengikat.
"Gina..." desah gadis itu tak melawan sama sekali.
"Hai, Gina. Aku Tuan J."
"Tuan J..." desahnya lagi. James hanya menyengir.
"Jika terlalu sakit katakan. Tapi semakin sakit aku semakin suka, mengerti?" ujar James dan gadis itu pun mengangguk.
James lalu mengambil ikatan leher dan memasangkannya. Sebelum melakukan hubungan, ia memanaskan suasananya. Sedikit menyiksa dengan memasukkan beberapa benda yang aman untuk gadis itu agak sulit dilakukan karena dia masih perawan. James akhirnya memutuskan untuk melakukan hubungan seks terlebih dahulu. Lucunya, jika dulu ia tak berpikir apapun ketika melakukan hubungan Dom dan Sub, sekarang ia di kepalanya malah melintas wajah seseorang.
Delilah Starley menghabiskan makan malam sendirian sambil terus menunggu Ayah dan Kakaknya yang tak kunjung pulang. Hari sudah gelap dan diluar turun hujan deras disertai angin kencang. Delilah menghela napas dan mencuci piring bekas makan malam. Ia juga membersihkan apartemen untuk membunuh waktu.
"Kenapa mereka belum pulang?" gumam Delilah pada dirinya. Tak sedikit pun ia berpikir jika saja Ayah dan Kakaknya bisa menipu. Delilah akhirnya menghabiskan malam dan menunggu waktu tidur di rumahnya yang sepi sendirian. Ia suka membaca buku dan kerap meminjam di perpustakaan pusat kota.
Bagian yang paling ia suka dari tidur malam adalah duduk dengan nyaman bersandar di tempat tidurnya yang kecil lalu menyampingkan rambut pirang terangnya dan membaca buku. Dengan selimut menutupi kaki sampai batas pinggang, Delilah bisa berjam-jam membaca dengan asik.
Sementara James sedang mengerang dalam kenikmatan sambil meremas rambut dan menarik ikatan leher submisif nya dari belakang. Gadis yang "disiksa" nya sudah tak punya tenaga lagi untuk mengerang dan berteriak tapi James masih belum puas. Beberapa kali ia membalik dan melihat mata gadis itu, tapi tak sama. Matanya tak sama, James jadi makin marah mencambuk gadis itu.
"Tuan J... aku sudah tidak kuat," erang gadis itu lagi.
"Aku sudah membelimu. Jadi.... puaskan aku!" dorong James lebih brutal dari sebelumnya. Tak ada yang bisa dilakukan gadis itu selain berteriak karena ia mulai berdarah namun James tak berhenti.