Delilah menggeleng dengan wajah ketakutan. James mendengus kesal melihat Delilah yang tak mau ikut dengannya.
"Jadi kamu lebih memilih diperkosa pria tua itu daripada ikut denganku!" sahut James kesal. Delilah masih terisak dan menunduk. James melihat pakaian Delilah yang sudah sobek dan terlihat beberapa bagian kulitnya yang tersembunyi. James kemudian membuka jasnya dan memasangkannya pada Delilah. Delilah jadi tertegun dengan perhatian James padanya. James kemudian hendak menggendong Delilah tapi ditolak oleh Delilah.
"Aku baik-baik saja Tuan J," ujar Delilah dengan nada lembut. James sempat memandang sebentar lalu berdiri dan menyuruh Delilah melakukan hal yang sama. Delilah pun berdiri dan James menarik tangannya keluar dari kamar itu. Delilah tak punya pilihan selain pasrah saja saat ditarik James keluar dari rumah itu menuju mobilnya. ia seperti anak kucing ketakutan dan tak bisa berbuat apapun. Delilah hanya bisa pasrah jika akhirnya kematian adalah konsekuensinya.
James membawa Delilah ke mobil sportnya lalu membukakan pintu.
"Masuk!" ujarnya memberi perintah dengan dingin. Delilah hanya melirik sekilas pada James dan terpaksa masuk ke dalam mobil itu. Delilah yang tak pernah naik mobil sport sebelumnya hanya bisa bengong dengan interior mewah mobil itu. James kemudian masuk ke balik kemudi dan menurunkan pintunya.
Tak butuh waktu lama, James mengendarai mobilnya tanpa bicara apapun. Meski memakai sabuk pengaman, tapi tangan Delilah tetap berpegangan pada sisi kursi yang ia duduki. Ia makin takut seolah tau jika kematian akan segera menghampiri.
James membawanya ke mansion mewahnya. Delilah belum pernah kesana dan terus bengong melihat mewah dan besarnya bangunan itu. James keluar dari mobilnya usai memarkir di lobi mansion. Seorang pengawal James lalu membuka pintu mobil untuk Delilah dan James tak membuang waktu untuk menariknya masuk ke dalam.
"Lepaskan aku! Tuan mau apa!" tanya Delilah yang merasa James mulai memaksanya. James belum menjawab dan malah membawanya masuk ke dalam sebuah kamar. Ia baru melepaskan Delilah setelah mengunci kamar itu.
"A-apa maumu?" tanya Delilah ketakutan. James berjalan makin mendekat dan Delilah otomatis mundur.
"Mana uangku?" tanya James mendekat.
"A-aku... aku belum mendapatkannya Tuan J." James lalu memandang Delilah dan mengangguk.
"Kalau begitu kamu harus tinggal disini." Delilah mengernyitkan keningnya dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Tidak mau?" Delilah menggelengkan kepalanya. James kemudian mengeluarkan sebuah kertas terlipat dari balik jasnya. Ia membuka dan memperlihatkannya pada Delilah.
"Kamu adalah jaminan dari uang itu, Candy. Jadi jika Ayahmu tidak bisa mengembalikannya, maka kamulah yang harus membayarnya berikut bunganya." James menyengir dengan jahat. Delilah tidak percaya mendengar James. Ia mengambil surat itu dan membacanya.
"A-apa ini?" tanya Delilah dengan nada sedih dan suara lembutnya. James merebut paksa surat itu dari tangan Delilah dan menjelaskannya.
"Ini adalah perjanjian yang diberikan oleh Ayahmu, Mark padaku. Kamu adalah jaminan dari utang itu. Jika dia tidak bisa mengembalikan uangnya dalam waktu satu minggu maka kamu yang akan mengembalikannya dengan bunga 5 persen perhari. Jika kamu juga tak mampu mengembalikannya hari ini, maka aku bisa memilikimu!" ujar James dengan nada angkuh dan sedikit menaikkan dagunya.
Delilah meneteskan airmatanya mendengar hal itu. Napasnya jadi lebih cepat dan tersengal.
"Tidak mungkin Ayahku melakukan itu. Aku tidak mau jadi budakmu," jawab Delilah dengan airmata. James terkekeh dan berkacak pinggang.
"Kamu kira kita sedang di supermarket jadi kamu punya pilihan?" ejek James dan Delilah hanya bisa menunduk.
"Kamu harus melakukan apapun yang aku inginkan!"
"Tidak... aku tidak mau!" mata James mendelik. Beraninya ada orang yang menolak permintaannya.
"Kalau begitu bayar uangku sekarang!" tantang James lagi. Delilah jadi kehilangan akal. Tiba-tiba dia teringat pada yang kebaikan yang pernah ia lakukan untuk James.
"Aku sudah menyelamatkan nyawamu. Jadi anggap saja uang itu setimpal dengan yang aku lakukan," ujar Delilah. Ia berani bernegosiasi dengan pemimpin mafia seperti James Belgenza. James sempat sedikit membuka mulutnya karena terkejut melihat keberanian gadis itu. Sebenarnya Delilah juga takut setengah mati tapi ia tak tau harus bagaimana lagi membela diri.
"Kamu meminta harga dari menyelamatkanku?" Delilah mengangguk. Delilah jadi makin menggemaskan di mata James saat ini. Gadis itu penakut tapi nekat.
"Kamu tau nasib orang-orang yang berani bernegosiasi denganku jadi seperti apa?" tanya James mencoba menakuti Delilah. Delilah sedikit memutar bola matanya dan berpikir. James sampai menaikkan alis dan menatap Delilah dari rambut sampai ujung sepatunya.
"A-aku tidak takut padamu!"
"Oh, kamu harus takut padaku gadis kecil. Aku bukan pria seperti dalam cerita-cerita fiksi. Aku bisa membunuh kapanpun aku mau dan takkan ada yang bisa menjatuhkanku!" sahut James menyombongkan diri. Ekspresinya tak berubah senyum atau ramah sama sekali. Tetap dingin dan menakutkan. Delilah makin kecut tapi ia harus bisa mempertahankan hidupnya, bagaimana pun caranya.
"A-aku t-tidak mau jadi budakmu!" ujar Delilah mencoba lari. James dengan mudah menarik pinggang Delilah dan mengurung gadis itu dalam dekapannya.
"Aku akan menikmatimu malam ini, Candy. Jadi mulai sekarang, tempatmu adalah di kamarku!" bisik James menggeram di telinga Delilah. Delilah menangis dan berteriak tapi James dengan mudahnya menaikkan tubuh gadis itu dan membawanya masuk ke dalam sebuah kamar. Terdapat kamar di dalam kamar yang baru dimasuki Delilah.
Kamar itu adalah kamar terluas di mansion tersebut. Kamar mewah yang lebih luas dari apartemen Delilah itu tak membuat ia bengong seperti saat masuk ke mansion beberapa menit lalu. Ia sibuk melepaskan diri dari cengkraman James.
Tak sulit bagi James menyeret Delilah yang berteriak minta dilepaskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu kurus dan ringan. Tak sebanding dengan tubuh James yang setinggi model catwalk. Dengan lengan kekar meski tak berotot besar namun sangat bertenaga, Delilah bagaikan kertas bagi James.
"Lepaskan aku... tolong... tolong aku!" teriak Delilah mencoba melepaskan diri. Kakinya tak bisa menginjak lantai karena James mengangkatnya masuk ke dalam kamar. Pintu pun ditutup James kemudian. Melihat Delilah terus melawan, James menghempaskan Delilah ke dinding dekat pintu masuk lalu mengurung dengan kedua lengan dan tubuhnya.
"Ahh..."
"Dengarkan aku Candy, mulai sekarang kamu akan tinggal disini. Jika kamu ingin pergi maka kamu harus mengembalikan uangku beserta bunga 10 persen setiap hari." Delilah menaikkan pandangan melihat James tidak percaya. Ia malah menaikkan bunganya.
"Iya... aku menaikkan bunganya. Itu karena kamu berani bernegosiasi denganku tadi. Kamu pikir nyawaku seharga 100 ribu Euro!" desis James tepat di depan wajah Delilah. Delilah bisa melihat dengan jelas wajah mulus tanpa cela milik James. Pria itu benar-benar sempurna dan tampan namun yang dilihat Delilah saat ini adalah dia seorang iblis.
"Lepaskan aku... kamu pria jahat!" bump- kepalan tangan James memukul dinding tepat di samping wajah Delilah. Itu membuat Delilah spontan menutup mata ketakutan.
"Aku takkan melepaskanmu, Candy, mengerti!" Delilah tak berani menjawab lagi dan terus menundukkan kepalanya. James kemudian menegakkan tubuh dan berbalik meninggalkan Delilah. Ia membuka pintu lalu keluar dan mengunci kembali pintu kamar. Delilah yang sadar ia dikurung lalu mencoba menggedor pintu kamar.
"Buka pintunya... jangan kurung aku disini! Aku mohon buka pintunya, Tuan J!".