Chereads / The Seven Wolves: The Collateral / Chapter 15 - Little Brother

Chapter 15 - Little Brother

James bangun dari jalanan dan berusaha tak menangis lagi. Sambil tertatih, ia berjalan mengambil tasnya lalu melihat lagi ke arah jalan tempat ia ditinggalkan oleh Ibunya begitu saja. Di jalanan kampung yang hanya bertemankan sebuah lampu jalan di tengah malam, James menangis terisak lagi. Bagaimanapun ia hanya anak umur 6 tahun yang tak tau harus berbuat apa saat ini. James mulai kedinginan dan ia tak punya pilihan selain masuk ke pekarangan panti asuhan yang sepi itu.

James mengetuk pintu depan panti asuhan itu dan tak berapa lama seorang pria agak tambun membuka pintu. Dengan wajah sinis, ia melihat James lalu melongok keluar.

"Apa namamu James Harristian?" tanya pria itu dengan nada ketus. James dengan wajah ketakutan hanya mengangguk saja. Ia menelan ludah beberapa kali sebelum pria itu mendengus dan setengah menghardik.

"Masuk!" James pun terpaksa masuk ke tempat yang paling dibencinya itu. Malam itu adalah malam pertama James berada disana. Keesokan harinya, ia mulai dibiarkan kelaparan. Awalnya ia tak mengerti, tapi kemudian ia tau bahwa ditempat perlindungan pun ia harus bertahan hidup.

James harus berebut makanan dan memukul anak lain untuk bisa makan. Karena wajah tampannya, ia sering dibully dan dipukuli penghuni panti lainnya. Ia tak memiliki teman dan James berubah jadi anak dingin yang kejam. Dia tak bersekolah lagi karena pengurus panti tak mengijinkan.

Sampai suatu hari, seorang balita berusia tiga tahun masuk ke sana. Balita itu ketakutan dan kelaparan. Entah kenapa James tak tega melihatnya. Untuk pertama kali dalam hatinya timbul rasa kasih sayang. Ia mengambil sepiring nasi tanpa lauk lalu menarik balita itu ke pangkuannya. Perlahan ia menyuapi anak itu sambil ikut makan bersama.

"Siapa namamu?" tanya James sambil makan.

"Joona." James tersenyum untuk pertama kali usai berbulan-bulan tak tersenyum sama sekali.

"Makanlah, Joona." Balita itu mengangguk dan makan seakan dia bukan anak usia 3 tahun. James kemudian dipanggil oleh pengurus panti yang memberitahukan jika namanya dibagi pada seorang anak yang baru masuk bernama Arjoona Kim.

James kemudian menggandeng tangan Joona dan tersenyum padanya. Ia lalu melihat pada pengurus panti itu dan mengangguk.

"Berikan namaku padanya. Sekarang namanya Arjoona Harristian sama sepertiku... James Harristian!"

PARIS

Keheningan terjadi setelah gadis yang ditiduri James mengerang dan berteriak. Gadis itu pingsan tak sanggup menahan rasa sakit. Sedangkan James yang hasratnya baru lepas setelah berusaha keras, kini berdiri di balkon kamar hotel itu. Tanpa pakaian, James hanya memakai robe dan keluar ke balkon menikmati semilir angin di kota cinta, Paris.

Beberapa peluh masih terlihat di garis rambutnya namun tak lama kering dikibaskan angin malam yang membelai lembut rambutnya kembali ke warna aslinya, coklat kepirangan. Entah darimana ia mendapatkan garis Eropa, mengingat Ibunya adalah orang Indonesia. Tapi James memang tak memiliki tampang seperti orang Asia Tenggara.

Ia merogoh sekotak rokok lalu mengambil salah satu batangnya dan menyalakan ujungnya. Matanya berkaca-kaca saat ia menghembuskan asap nikotin dari bibir penuh merah jambu yang begitu menarik. James merasa ia jadi makin brutal dan kejam dari waktu ke waktu. Dan untuk beberapa saat, itu membuatnya stress. Ia tak lagi bisa mengendalikan diri saat menyiksa pasangannya di ranjang.

Rasa puas yang ia dapatkan dari menyiksa sesungguhnya membuatnya tak bisa merasakan seratus persen kepuasan. Ada yang kurang dan dia mulai menaikkan intesitas penyiksaan namun tetap tak berhasil. James mengisap lagi lebih dalam rokoknya.

Sebenarnya ia bukanlah perokok. Tapi entah kenapa belakangan ia jadi merokok lagi. Ia menghisap sekali lagi lalu mematahkan rokok tersebut dan menginjak puntungnya.

"Kenapa aku jadi tak bisa tidur!" gumamnya menarik isakan udara dari hidung lalu mengucek kepalanya. James lalu berjalan keluar kamar yang sudah berantakan dengan barang-barang aneh yang ia pakai selama melakukan hubungan tadi. Ia masuk ke kamar satunya dan mencoba merebahkan diri.

Ia mencoba tidur tapi tak bisa. Tubuhnya bolak balik seolah tengah berpikir keras akan sesuatu.

"Ah, aku tak bisa seperti ini terus!" gerutunya kesal. Ia tak ingin mengeluarkan senjata terakhirnya. Tapi James harus beristirahat setelah hubungan seks yang menguras tenaga. Ia akhirnya mengeluarkan karet ikat rambut milik Delilah dan menggenggamnya. Sepasang jari telunjuk dan jempol saling bergesekan dengan ornamen bunga kecil di tengahnya.

"Candy!" gumannya pelan lalu semakin lebih relaks dan mulai mengantuk. Tak lama kemudian, James akhirnya bisa tidur.

Seolah tak terjadi apapun, keesokan harinya, Earth mengurus semuanya. Dari membawa gadis yang pingsan ke rumah sakit dan menutupi perbuatan James seperti biasa lalu seorang pelayan khusus membereskan kamar dan menyimpan peralatan James setelah disterilkan. Semua dilakukan sewaktu James tengah sarapan dan membaca berita pagi.

Ia kemudian memimpin rapat di Superhart Tech dan perusahaan senjata miliknya. Menjelang siang, James kembali ke pesawatnya. Kali ini ia harus ke Belgia untuk pertemuan bisnis. Usai bertemu beberapa klien, ia mendapat telepon dari sahabatnya, Jayden Lin.

"Hey, Jay..."

"Dimana kamu?" tanya Jayden tanpa basa basi.

"Belgia, pertemuan bisnis."

"Bisakah kamu ke Hongkong. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ujar Jayden. James yang hendak naik ke pesawat berhenti sejenak dan menghela napasnya.

"Aku tidak bisa, Jay. Aku harus ke Austin, Texas untuk uji coba mesin."

"Kalau begitu aku yang kesana. Aku benar-benar harus bicara denganmu."

"Baiklah, sampai jumpa disana." James berjalan kembali untuk masuk ke dalam pesawat dan siap terbang ke Austin, Texas. Ia belum sempat pulang ke Italia dan masih sibuk mengurus bisnisnya.

Tak lama pesawat James pun membawanya berangkat ke Texas untuk uji coba mesin F1. Sebagai salah satu perusahaan yang membuat mesin bagi mobil-mobil balap, James selalu hadir dalam ajang-ajang seperti F1 atau Formula E.

Ia punya tribun sendiri di dalam sirkuit balap. Uangnya juga dipakai untuk bertaruh sesekali. Sampai tak ada yang berani bertaruh karena peluang menang akan sangat kecil jika James Belgenza ikut.

Jayden datang keesokan harinya. Ia langsung masuk bengkel dan menemui James. Setelah beberapa saat, Jayden menunggu James selesai dengan mesinnya. Setelah kepala mekanik mengangguk pada James, barulah James mengajak Jayden keluar dari bengkel menuju salah satu spot santai tribun VIP. Mereka duduk di sebuah meja dan kursi yang disediakan untuk bos dan pemilik tim yang akan bertanding.

"Apa hari ini ada pertandingan?" James menggeleng.

"Musim balap baru dibuka bulan depan. Sekarang hanya tes drive dan latihan." Jayden mengangguk.

"Sepertinya sangat penting sampai kamu menyusul kemari."

"Ada yang mau ku tanyakan James," ujar Jayden mendekatkan kursinya.

"Apa kamu kenal dengan Arjoona Harristian?" mata James melebar. Ia mendekatkan tubuhnya lalu melipat kedua lengan di atas meja.

"Darimana kamu tau soal Arjoona Harristian?"

"Siapa dia?"

"Adik angkatku, kami berasal dari panti asuhan yang sama. Pemilik panti memberikan nama belakangku untuknya." Jayden mengangguk lagi.

"Nama lahirku adalah Dastan James Harristian. Arjoona harus mengganti nama belakangnya, itu sebabnya aku memberikan nama belakangku untuknya. Jadi namanya menjadi Arjoona Harristian," ujar James lagi.

"Kamu tau dimana dia sekarang?" James menggeleng.

"Aku dijual dari panti asuhan itu saat berusia 12 tahun. Waktu itu Arjoona masih 10 tahun ketika aku pergi. Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu atau mendengar tentang dia lagi."

"Aku pernah coba mencari, tapi kudengar panti asuhan itu sudah tidak ada setelah aku pergi. Pemiliknya tewas bunuh diri dan semua anak yang tersisa diambil oleh Dinas Sosial." Jayden masih terus menyimak penuturan James.

"Ada sesuatu yang harus kamu ketahui James. Adik angkatmu itu bukan orang sembarangan. Dia adalah pewaris Kim Corporation yang hilang," ujar Jayden setengah berbisik. James menaikkan alis dan berpikir sambil memegang dagunya.

"Masalahnya sekarang kita tidak tau apakah dia masih hidup atau tidak." James mengangguk.

"Lalu bagaimana?" James balik bertanya.

"Kita cari dia. Jika dia sudah meninggal, setidaknya kita menemukan buktinya. Seorang Pamannya sedang mencarinya sekarang. Tony Kim punya hubungan bisnis denganku. Ketika dia tau aku mengetahui sesuatu tentang adikmu itu, dia langsung menghubungiku. Dia sampai membayarku untuk mencarinya." James mengangguk.

"Aku akan mencarinya di Jakarta. Akan kuberitahu padamu jika aku mendapat kabar," sahut James dan diberi anggukan oleh Jayden.