James keluar dari mobilnya yang mengantarkan ke sebuah restoran Sea Breeze Bar dekat Disneyland Resort. Ia memiliki janji dengan Jayden mumpung sedang di Hongkong usai melakukan pertemuan bisnis.
"Hai, Jay," sapa James pada Jayden yang tengah makan malam bersama seorang gadis remaja di bagian outdoor restoran tersebut. Jayden tersenyum dan mengajak James ikut bergabung.
"Ratu, kenalin ini teman Om Jay, namanya James," ujar Jayden memperkenalkan James pada gadis yang dibawanya. Ratu yang ramah langsung menjulurkan tangan dan bersalaman.
"Ratu Lin, aku keponakannya Om Jay," sapa Ratu sambil tersenyum ramah. James menaikkan alis dan ikut tersenyum sambil berjabat tangan.
"James Harristian, panggil aja James, atau Om James juga boleh." Jayden mengernyitkan kening mendengar nama berbeda dari James.
"Harristian?" tanya Jayden.
"Ya, itu namaku yang sebenarnya. Hanya beberapa orang yang tau, kamu salah satunya sekarang," jawab James. Jayden pun mengangguk lalu menuangkan minuman beralkohol pada gelas kecil kosong.
"Aku tidak minum jadi kamu saja yang minum," ujar Jayden sambil menuangkan. James hanya tersenyum dan meminum minuman yang diberikan oleh Jayden.
"Untuk pertemanan kita!" ujar James memberi sulangannya untuk Jayden. Jayden mengangguk dan ikut mengangkat gelas berisi soda dan Ratu berisi jus.
Sepanjang makan malam bertiga itu diselingi oleh canda tawa satu sama lain. James juga memuji kecantikan Ratu untuk anak remaja seusianya.
"Kamu pasti udah punya banyak pacar kan?" tanya James dengan bahasa Indonesia yang lebih santai. Ia tersenyum sambil sedikit menggoda Ratu.
"Ah, Om James... mana ada yang mau pacaran sama aku!" balas Ratu terkekeh kecil.
"Kamu gak tau ya kalo kamu tu cantik. Untuk remaja seusia kamu, kamu udah cantik banget. Kalo bukan karena kamu keponakannya Jayden atau kamu masih dibawah umur, Om pasti udah ajak kamu pacaran." James menaikkan alisnya menggoda ratu yang tertawa terkekeh. Jayden sampai menggelengkan kepala melihat dan mendengar tingkah James.
"Kenapa, apa aku salah? aku serius!" Jayden masih menggeleng dan kembali mengobrol dengan Ratu.
Ketika Ratu pamit sebentar ke toilet, James tersenyum lebih manis pada Jayden.
"Itu... apa benar?" tanya James pada Jayden. Jayden yang sedang mengunyah mencoba mencerna apa yang sedang dimaksudkan oleh James.
"Apa maksudmu?"
"Apa benar gadis remaja itu keponakanmu?" Jayden mengangguk.
"Ibunya adalah kakak perempuanku." Giliran James yang mengangguk.
"Tapi kalian tidak terlihat seperti memiliki hubungan darah. Entahlah, bagiku itu tidak seperti kasih sayang seorang Paman." Jayden masih mengunyah pelan sambil menatap James.
"Apa yang kamu lihat James?" James mendekatkan tubuhnya dan melipat kedua tangan di atas meja.
"Kamu sedang jatuh cinta pada gadis remaja itu ya? Jika orang tidak tau kalau kalian punya hubungan keluarga, mereka pasti mengira jika kalian pasangan kekasih," tutur James dengan jujur. Jayden masih terdiam memperhatikan James. Ia akhirnya menghela napas tak lama kemudian.
"Apa aku menebak dengan benar?" tanya James lagi tapi kali ini suaranya lebih rendah seolah ada yang membuatnya miris. Jayden mengangguk pelan tanpa bicara. Ia hanya mengambil minuman dan meminumnya dengan wajah sedih.
"Apa ada yang tau?" tanya James lagi.
"Tidak ada. Hanya kamu, James." James mengangguk dan menghela napas.
"Kamu tau jika itu dilarang kan?" Jayden mengangguk.
"Boleh aku tau sejak kapan?" Jayden tersenyum mendengar pertanyaan James.
"Jika aku mengatakan bahwa aku menyukainya saat pertama kali melihatnya setelah dia lahir, maka orang akan mengatakan jika aku gila." James mendengus dan tertawa.
"Tidak ada yang logis tentang cinta. Seseorang bisa saja melakukan hal paling gila sekalipun." Ketika melihat Ratu sedang berjalan ke arah meja mereka, Jayden sedikit berbisik.
"Dia tidak tau apa-apa dan tidak perlu tau selamanya." James mengangguk sambil tersenyum.
"Oke, sekarang Ratu siap main batu, gunting, kertas sama Om Jay. Kali ini Ratu pasti menang," ujar Ratu sesumbar pada Jayden
"Kita lihat siapa yang kalah, tiap kalah sentil di jidat kayak biasa." Ratu memberikan tanda bulat pada jemarinya tanya setuju.
James memandang tersenyum menonton Ratu dan Jayden bermain batu, gunting, kertas sambil tertawa bahagia.
'Ah, aku juga ingin jatuh cinta!' – ujar James dalam benaknya sambil masih tersenyum melihat konyolnya Jayden yang berakting sakit untuk membuat Ratu tergelak. Sambil menonton mereka dan minum, pikiran James melayang pada gadis bermata biru topaz yang menjadi penolongnya, Delilah.
James merogoh salah satu saku jasnya dan mengeluarkan karet rambut hitam yang ia ambil dari kamar Delilah. Ia memilin ornamen bunganya lalu memperhatikan lagi Jayden kembali di depannya, Senyuman dan tawa Jayden adalah milik seorang pria yang tengah jatuh cinta.
James pikir ia akan merasakannya pada beberapa wanita termasuk Michele Luiz. Tawa itu pernah ia rasakan pada Michele yang sudah ia bunuh satu bulan yang lalu. Tapi tawa itu bukan cinta, lalu apa? Kini ia tertarik dengan seorang gadis yang menolongnya hanya karena warna matanya.
'Aku tidak boleh jatuh cinta pada siapapun, semua wanita adalah sampah!' ujar James dalam hatinya. Wajahnya yang tersenyum melihat Jayden dan Ratu lalu berubah dingin kembali.
"Apa perlu aku antar?" tanya James pada Jayden dan Ratu.
"Tidak, aku bawa mobil sendiri. Apa kamu akan menginap?" tanya Jayden pada James sewaktu mereka berjalan keluar dari restoran tersebut.
"Aku rasa tidak, aku punya meeting besok pagi di Superhart!"
"Ah, aku ingin sekali mengunjungi pabrikmu!" ujar Jayden mengantarkan James ke parkiran mobilnya. James tergelak dan mengangguk.
"Datanglah Jay, banyak yang ingin aku perlihatkan padamu!" Jayden mengangguk dan membukakan pintu mobil untuk James.
"Hi Earth!" sapa Jayden saat Earth menghampiri hendak membuka pintu mobil. Earth memberi salam sedikit membungkuk pada calon pemimpin Golden Dragon itu.
"Tuan Lin," balas Earth dengan sopan dan tersenyum. Ia juga ikut setengah membungkuk pada Ratu yang memberi senyuman ramah yang sama. Earth kemudian masuk ke dalam mobil dan pergi tak berapa lama kemudian.
"Wakil Tuan Lin memberikan undangan ini untuk Tuan. Katanya undangan inagurasi," ujar Earth memberikan sebuah amplop merah dengan lambang Naga emas di depannya untuk James.
"Dia mengundangku?" Earth mengangguk.
"Tuan Lin ingin berteman denganmu. Hanya orang terdekat dengan Golden Dragon yang diundang, dan satu-satunya tamu asing, hanyalah Tuan." James tersenyum dan membuka amplop undangan tersebut.
"Aku juga merasakan hal yang sama. Aku belum pernah bertemu dengan orang seperti Jayden. Dia lebih manusiawi dari bayanganku," ujar James membuat Earth terkekeh kecil.
"Aku juga berpikir hal yang sama, Tuan," ujar Earth sambil menyetir.
James langsung kembali ke Italia usai bertemu Jayden. Ia memilih beristirahat di kabin tidur pesawat yang membawanya dalam perjalanan 10 jam tersebut. James menepuk bantal dan bersiap merebahkan diri hendak beristirahat ketika Earth sedikit membuka pintu memberitahukannya sesuatu.
"Tuan, Mark Starley melarikan diri," ujar Earth di depan pintu kabin. James menghela napas berat dan bersandar di sisi ranjang.
"Aku tau bajingan itu pasti melarikan diri. Perintahkan satu orang mengikuti Delilah, aku ingin tau apa yang dilakukan gadis itu. Dan cari Mark juga putranya itu. Jika bertemu, beri mereka pelajaran!" ujar James lalu memasukkan separuh tubuhnya dalam selimut dan merebahkan diri.
"Baik, Tuan. Selamat tidur," ujar Earth lalu menutup pintu kabin.
James masih terlentang melihat langit kabin yang putih dengan lampu yang sudah dimatikan dan hanya menggunakan lampu baca saja. Ia mencoba menutup mata dan beristirahat. James bukan orang yang gampang tidur. Selama bertahun-tahun, ia dihantui oleh mimpi buruk masa lalunya yang menyakitkan. Ia jadi malas tidur karena hal itu. Ketika sangat lelah dan ingin istirahat, James menghindari tidur nyenyak (deep sleep) agar tak mengalami mimpi buruk yang sama lagi. Namun malam ini dalam perjalanannya pulang, ia mengalami mimpi yang selalu dihindarinya.
"Maafkan Mama, tapi kamu gak bisa tinggal sama Mama lagi. Oscar gak mau terima kamu sebagai anaknya. Jadi Mama pikir lebih baik kamu tinggal di sini aja!" ujar seorang wanita cantik di dekat mobil sedan mewah di depan sebuah panti asuhan. James terlihat sedikit lusuh dengan luka di sudut bibirnya dan ia terengah. Ia menoleh ke bangunan panti asuhan kecil lalu melihat pada wanita yang dipanggilnya Mama.
"Ma, tolong jangan tinggalin aku di sini. Aku janji gak nakal lagi!" James kecil yang berusia 6 tahun mulai meneteskan airmatanya.
"Ini bukan soal nakal, James. Mama gak bisa bawa kamu ke rumah baru. Jadi kamu tinggal di sini, kapan-kapan Mama akan jenguk kamu!" wanita itu lalu membuka pintu mobil dan langsung pergi meninggalkan James yang panik. Ia berlari berusaha mengetuk kaca mobil agar tak ditinggalkan di tempat asing itu.
"Ma... Mama... jangan tinggalin aku! Mamaa...!" teriak James ketika terjatuh di jalanan berbatu karena mengejar mobil tersebut.
"Mamaa... Mama....!" teriak James.
James tersentak dan terduduk dengan peluh dan napas tersengal di ranjangnya sendirian. Sebuah hentakan turbulensi terjadi dan tak lama kemudian pesawat pun kembali tenang. Tangannya meremas rambut dan matanya meneteskan airmata.
"Dasar wanita sialan!" umpatnya pelan.