Chereads / The Seven Wolves: The Collateral / Chapter 29 - Avoid The Lucifer

Chapter 29 - Avoid The Lucifer

James keluar dari dapur dengan wajah basah sehabis membersihkan bekas coklat di wajahnya. Salah satu pengawalnya lalu memberikan handuk kecil bersih. James mengambil handuk itu dan mengeringkan wajah tampannya sambil berjalan ke arah Earth yang sudah menyengir lebar.

Sambil mendelik ia mengambil ponsel yang sedang dipegang oleh Earth. Earth masih menyengir salah tingkah karena menginterupsi James yang sedang berciuman dengan Delilah sebelumnya. James lalu menempelkan ponsel di telinganya sambil berbalik membelakangi Earth.

"Ya, Jay?"

"Kenapa lama sekali? Memangnya kamu sedang apa?" sahut Jayden dengan suara kesal. Ia sudah menunggu lebih dari 10 menit untuk bisa bicara dengan James.

"Aku..." James lantas menoleh ke belakang mendelik lagi pada Earth yang belum pergi. Earth masih menyengir lalu tak lama kemudian langsung berjalan cepat meninggalkan James sebelum ia meledak marah.

"Aku sedang ada urusan sedikit dengan Delilah," sambung James.

"Apa yang kamu lakukan? Kamu menakut-nakuti dia lagi ya!" James mengernyitkan keningnya.

"Jadi... bagaimana lusa? Apa kita akan berangkat?" tanya James mengalihkan pembicaraan.

"Itulah kenapa aku meneleponmu. Berangkatlah lebih dulu, aku rasa aku akan datang keesokan harinya. Ada seseorang yang harus aku kejar disini, dan pria itu terus melarikan diri. Aku harus menyelesaikan dulu urusanku dengannya baru bisa ke Jakarta," jawab Jayden memberikan alasannya.

"Aku mengerti. Berarti kita harus menginap ya?"

"Tentu saja. Kita mungkin akan tinggal seminggu disana. Jadi sewa saja penthouse. Aku mungkin harus pulang ke rumahku dulu sebelum ke tempatmu." James menghela napas dan mengangguk.

"Aku tidak pernah pulang ke Jakarta selama ini. Jadi aku tak tau persis seperti apa kota itu sekarang," ujar James.

"Yah masih sama seperti dulu. Macet... dan macet." James sedikit tersenyum mendengarnya.

"Oh ya, James. Aku butuh salah satu mekanikmu untuk pabrikku. Ada hal yang harus diperbaiki dan awasi."

"Aku akan lihat apa mesinmu bisa diperbaiki oleh teknisiku atau tidak."

"Terima kasih, hubungi aku sebelum berangkat."

"Akan kulakukan Jay," ujar James sebelum menutup sambungan ponselnya.

James masih menatap layar ponsel yang tak lama kemudian berada dalam mode standby. Ia berpikir sejenak sebelum mata melihat ke atas, ke arah kamarnya.

Hari mulai malam dan James ingin beristirahat lebih cepat malam ini. Jadi ia masuk kamar lebih awal. Tapi di dalam kamar itu tak ada siapapun.

"Candy?" panggil James begitu masuk. Ia memeriksa walk in closet dan tak juga menemukan siapapun. Ia juga memeriksa kamar tidur dan tetap tak menemukan siapa-siapa.

"Candy!" James masih mencoba memanggil. Ia lantas keluar dan bertanya pada salah satu pengawal.

"Mana dia?" pengawal itu lantas menunjuk pada salah satu kamar tamu yang agak jauh dari kamar utama.

"Nona Starley ada di kamar itu, Tuan," ujar pengawal itu. James tak mengangguk dan memilih langsung berjalan ke kamar tersebut. Namun begitu James membuka pegangan pintu, pintu itu terkunci.

"Candy... apa kamu di dalam?" tanya James berusaha membuka pintu. Ia masih berusaha sopan dengan mengetuk pintu. Tak ada jawaban di dalam, James masih mencoba memanggil lagi.

"Candy, buka pintunya!"

Sementara Delilah menempelkan punggungnya pada dinding di sebelah pintu kamar. Ia tak berani bicara atau menyahuti James sama sekali. Ia ketakutan setelah insiden di dapur tersebut. Rona merah di pipi Delilah bahkan tak mau hilang meskipun itu sudah terjadi beberapa saat yang lalu.

"Candy... aku tau kamu di dalam. Buka pintunya!" ujar James lagi. Delilah masih tak mau menjawab.

"Jika kamu tidak mau membuka. Aku yang akan membukanya, aku memiliki semua kunci dari seluruh pintu di rumah ini!" ancam James tapi masih dengan suara datar.

"Candy... ayo buka pintunya. Aku takkan menyakitimu, aku janji," rayu James pada Delilah agar ia mau membuka pintu. Tapi Delilah tak bergeming.

James lalu berbalik dan memberi kode pada seorang pengawalnya untuk mengambilkan kunci kamar yang dimasuki Delilah. Hanya butuh kurang dari 5 menit sampai James mendapatkan kunci itu dan mulai membukanya. Begitu pintu terbuka, Delilah langsung terlihat dan mulai memundurkan langkahnya. James masuk dan menutup pintu kamar perlahan sambil terus memandang Delilah.

"Aku menyuruhmu membuka pintunya kenapa kamu tidak melakukannya?" tanya James masih dengan nada rendah. Delilah tak mau menjawab. Ia cuma memandang saja pada James tanpa bicara apapun.

"Apa kamu sekarang sudah bisu? Jadi tak mau menjawab pertanyaanku!" Delilah masih tak mau bicara. James berjalan mendekat dan Delilah malah mundur. Ia jadi kesal melihatnya. Sambil berkacak pinggang, James akhirnya mengulurkan sebalah tangan pada Delilah.

"Kemarilah, temani aku makan malam," ujar James berusaha tak emosi pada gadis itu. Delilah malah menggeleng cepat.

"Candy... aku lapar. Ayo makan!" ajak James sekali lagi. James berjalan lagi mendekat dan Delilah makin mundur. Melihat itu ia jadi menghela napas berat.

"Aku hanya ingin makan malam, aku takkan menggigitmu!" tambah James dengan nada kesal.

"Aku tidak lapar," jawab Delilah setelah diam begitu lama.

"Kamu mau aku bawa makan malamnya kemari?" Delilah langsung menggeleng.

"Tidak... Tuan J," jawab Delilah dengan suara makin mengecil.

"Lordes sudah membuat makan malamnya, jika kamu tidak mau ikut aku makan, aku hanya tinggal membunuh wanita itu," sahut James dengan santai. Ia lantas berbalik dan hendak keluar kamar.

"Tuan J... jangan..." pekik Delilah lalu tak sadar berjalan mendekat. James berhenti dan berbalik kembali pada Delilah.

"A-aku akan makan malam denganmu." James mengangkat alisnya lalu menjulurkan sebelah tangan. Delilah tak mau meraih tangan James, sehingga membuat James menarik pergelangan tangan Delilah agar ikut bersamanya keluar kamar. James tak bersikap kasar pada Delilah malam ini saat makan malam. Ia menarik dengan cukup lembut sampai gadis itu duduk di kursi meja makan. Namun sebelum melepaskan pegangannya James melihat bekas luka dari ikatan tali yang ia buat beberapa hari lalu.

"Kenapa kamu tidak bilang jika tanganmu terluka?" tanya James bertanya soal bekas luka jeratan tali itu. Delilah hanya diam saja sambil mengutuk dalam hati.

'Bukannya kamu yang sudah melakukan itu padaku? Dasar pria jahat!'.

"Kita makan dulu, nanti akan ku obati," sambung James lagi melepaskan pengangannya. Lordes datang menghidangkan makan malam sambil tersenyum pada Delilah dan James.

"Terima kasih, Lordes," ujar James tersenyum pada Lordes. Delilah sempat mengernyitkan kening melihat perilaku aneh James. Bukannya dia tadi yang mengancam akan membunuh.

James dan Delilah makan malam dalam diam. Tak ada sepatah kata pun yang diucapkan keduanya. Kecuali James yang sesekali mencuri pandang pada Delilah yang terus menunduk selama makan.

Usai makan, James kembali menarik tangan Delilah. Kali ini ia memilih untuk menggenggam tangan daripada menarik pergelangan. Delilah sedikit menarik tangannya saat dibawa James masuk ke kamarnya.

"Aku tidak mau kemari," ujar Delilah dengan suara kecil. James berhenti lalu berbalik.

"Lalu kamu mau tidur dimana?"

"Dimana saja asal bukan disini," jawab Delilah dan James menghela napasnya. Ia mengangguk kemudian dan keluar masih menarik tangan Delilah bersamanya. James mengira jika Delilah ingin tidur di kamar lain bersamanya padahal yang ia maksud adalah agar tak tidur sekamar dengan James.

"Kamu mau kamar yang mana?" tanya James berada di tengah koridor tanpa melepaskan pengangannya pada Delilah. Delilah lalu melihat ke beberapa kamar dan menunjuk kamar yang sebelumnya ia masuki.

"Kamar yang tadi?" Delilah mengangguk. James menuruti permintaan Delilah lalu berjalan membawanya masuk ke kamar yang diinginkannya. Begitu masuk, Delilah mengira James akan keluar tapi ternyata pria itu malah mengunci pintu dengan dirinya masih di dalam menarik Delilah ke ranjang.

"Aku baik-baik saja, Tuan J. Tuan boleh pergi," ujar Delilah mengusir James secara halus karena melihat ia bahkan tak kunjung pergi. James menaikkan alisnya dan tergelak kecil.

"Jadi kamu masih tak mau tidur denganku?" tanya James seenaknya masih tersenyum. Delilah langsung cemberut dan menggeleng. James akhirnya mengatupkan bibir dan mengangguk. Ia tetap menarik Delilah ke arah ranjang dan mendudukkannya dengan lembut.

"Tunggu disini," ujar James dengan ekspresi serius. Ia lalu berjalan ke pintu kamar dan membukanya. James terlihat memanggil seorang pengawal dan tak lama kembali masuk lalu menutup pintu kembali. Di tangannya rupanya terdapat krim anti memar yang diberikan oleh pengawalnya tadi.

James duduk di sebelah Delilah lalu menyamping dan mengambil pergelangan tangan Delilah untuk mengoleskan krimnya. James melakukannya sehati-hati mungkin dan Delilah malah melihatnya dengan pandangan aneh. Rasanya sosok James yang kemarin berlaku sangat kejam dan kasar hilang sudah. Untuk apa dia perduli pada pergelangan tangan Delilah yang terluka? Kemana perginya semua arogansi James sebelumnya?

"A-aku tidak apa-apa, Tuan J. Sungguh," ujar Delilah dengan suara lembut mencoba menghalangi James agar ia tak repot mengobati Delilah.

"Aku tidak ingin kamu terluka. Aku harus berlaku baik pada jaminanku bukan?" Delilah terdiam dan terlihat sedikit manyun.

"Jika kamu terluka, aku takkan mendapatkan uangku kembali," tambah James membuat Delilah menyesal pernah berpikir jika ia orang yang baik.

'Apa yang kupikirkan? Memangnya dia orang baik mau mengobatiku tanpa pamrih. Sebentar lagi dia pasti berlaku jahat dan aneh lagi,' ujar Delilah dalam hatinya.

James memang pintar membuat mood baik Delilah pergi. Ia masih bicara hal-hal yang membuat gadis itu makin kesal. Setelah mengoleskan krim tersebut, James menyimpan kembali sisanya diatas sebuah meja sudut di kamar tamu yang tak begitu besar itu. James lalu mengelap tangannya dan mulai membaringkan punggungnya di ranjang. Delilah yang masih duduk di pinggir ranjang jadi bingung.

"Kemarilah..." James menepuk sisi ranjang di sebelahnya agar Delilah ikut berbaring bersamanya. Delilah mengernyitkan kening dan menggeleng.

"Candy, aku tak pernah tidur dengan wanita dan aku sangat lelah hari ini. kemarilah, ayo tidur," ajak James lagi, kali ini lebih lembut. Jantung Delilah makin tak karuan. James yang tak sabar akhirnya menarik lembut tangan Delilah sehingga ia berbaring di sebelah James Harristian.