James mengatur napas dengan mengambil segelas air dan meminumnya. Ia tak tau kenapa tiba-tiba jadi gugup melihat Delilah di depannya. Gadis itu tak banyak tingkah, ia bahkan hanya sesekali berani melirik pada James lalu menunduk lagi.
Pelayan kemudian membawakan Wine sebelum makan malam dihidangkan. Setelah memesan anggur terbaik, pelayan kemudian menuangkannya pada gelas James dan Delilah secara bergantian.
Delilah hanya melihat saja pada gelas Wine di atas mejanya, ia tak menyentuhnya sama sekali sementara James sudah meminumnya perlahan. Matanya memperhatikan Delilah namun tak menegur sama sekali. Setelah menghela napas barulah ia bicara.
"Apa yang kamu lakukan?" tegur James menyentakkan lamunan Delilah pada gelas Wine di depannya. Mata biru Delilah memandang James begitu ia bicara.
"Tidak ada, Tuan J." Delilah kemudian memilih menunduk dan memilin jemarinya di bawah meja.
"Apa kamu tidak suka minumannya?" Delilah mengangkat wajahnya dan tak menjawab.
"Apa kamu pernah minum Wine atau alkohol sebelumnya?" tanya James lagi. Delilah dengan pandangan polosnya menggeleng. Sebelah tangan James lalu menjentikkan jemari memanggil pelayan untuk mengganti minuman Delilah.
"Sudah lebih baik?" Delilah mengangguk pelan. Makan malam pun berlangsung tanpa ada pembicaraan apapun sama sekali sampai akhirnya James dihampiri oleh seorang pria. James kemudian ikut berdiri dan menjabat tangan pria paruh baya yang datang menghampiri meja mereka.
"Maaf aku jadi menganggu makan malammu, Tuan Belgenza," ujar pria itu ramah.
"Tidak apa-apa. Anda sedang makan malam juga?"
"Iya, aku bersama istriku. Aku melihat anda masuk jadi aku memutuskan untuk menyapa." James tersenyum dan mengangguk.
"Aku ingin berterima kasih untuk sumbanganmu dua minggu lalu di acara amal yang dibuat oleh balai kota. Sumbangan itu sangat berarti untuk para tunawisma agar memperoleh rumah perlindungan yang lebih layak. Kami akan membangun rumah penampungan dan taman bermain anak mulai pekan depan. Aku harap setelah selesai dibangun, anda memiliki waktu untuk ikut meresmikannya," ujar pria tersebut sambil tersenyum dan terkekeh.
"Akan ku usahakan, Pak Walikota," balas James. Mata pria itu lalu beralih pada Delilah yang sempat bengong melihat percakapan James dan pria tersebut.
"Oh, maafkan aku. Aku tidak tau jika Tuan Belgenza membawa pasangan." Dengan sopan, Delilah berdiri dan membungkukkan sedikit tubuhnya lalu tersenyum. Namun James memotong lebih cepat menjelaskan siapa Delilah pada pria yang ternyata adalah walikota Napoli.
"Ah... ini adalah salah sepupuku. Kerabat keluarga Belgenza," ujar James memotong memperkenalkan. Delilah sempat melirik pada James namun kemudian kembali tersenyum pada Walikota yang sudah menjulurkan tangannya.
"Senang bertemu denganmu. Maaf aku menganggu makan malam kalian, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih atas sumbangan 500 ribu Euro yang diberikan Tuan Belgenza untuk pembangunan rumah singgah tunawisma baru." Pria itu bicara sambil tersenyum pada Delilah dan James. Delilah hanya diam saja dan mulai bertanya dalam hatinya.
'Kenapa dia bisa memberikan 500 ribu Euro dengan mudahnya sebagai sumbangan tapi meminta 50 ribu Euro dengan menaikkannya menjadi 100 ribu lalu menambah bunga berlipat-lipat?' tanya Delilah dalam hatinya.
Ia tak menyimak lagi perbincangan singkat James dan Walikota itu. Tak lama kemudian, pria itu pergi meninggalkan meja Delilah dan James.
"Maaf soal tadi," ujar James lalu mempersilahkan Delilah melanjutkan makan malamnya.
"Kenapa kamu tidak bisa meringankan utangku sementara kamu bisa menyumbang begitu mudahnya pada Walikota, Tuan J?" tanya Delilah dengan nada serius dan wajah mulai kesal. James menghentikan makan dan menghela napas.
"Aku harus menyumbang karena aku tinggal disini, Candy."
"Maksudmu, kamu membayar karena tinggal di Napoli? Lalu bagaimana denganku? Kenapa kamu tidak memiliki belas kasihan padaku? Aku juga orang miskin!" Delilah mulai geram dan tak menyentuh makanannya lagi.
"Apa aku harus mengulang berkali-kali jika Ayahmu sudah menjadikanmu sebagai jaminan? Apa kamu tidak bisa baca suratnya!" James mulai emosi.
"Lalu kenapa kamu masih menahanku di rumahmu? Jika memang aku harus membayar utangnya, biarkan aku keluar dan mencari uang. Aku akan menyicil padamu!" James mendengus sambil tergelak sinis.
"Dengan apa kamu mau mencari uang? Dengan toko bunga kecil itu!"
"Aku masih bisa memikirkan cara lain. Lagipula jangan pernah menghina tempat itu. Itu adalah warisan yang harus aku jaga sampai salah satu anggota keluarganya datang dan mengambil kembali hak mereka."
"Oh, jadi kamu sudah menggadaikan tempat yang bukan milikmu! Menarik, aku pikir kamu tak bisa selicik itu, Candy!" sindir James lalu memotong lagi makanannya. Delilah menelan ludah dan mengepalkan sebelah tangannya.
"Aku akan melaporkanmu pada Polisi. Agar kedokmu terbuka, Tuan J!" ancam Delilah. James memejamkan mata sejenak lalu mengambil serbet dan mengelap ujung mulutnya.
"Jangan pernah membuatku marah, Candy! Jangan mencoba mengancamku."
"Jangan panggil aku, Candy! Aku bukan peliharaanmu!" ujar Delilah marah lalu berdiri dan hendak pergi. James berdiri dengan cepat dan menarik lengan Delilah.
"Kamu mau kemana!"
"Aku mau ke kamar kecil, kenapa! Apa aku juga tak boleh kesana!" hardik Delilah dengan suara lembutnya. Tangan James lalu melepaskan lengan Delilah dan membiarkannya pergi sambil terus mengawasi sampai ia masuk ke restroom restoran itu.
James menarik dan melepaskan napas sebelum kemudian mengakhiri makan malamnya dengan mood jelek. Ia tak lagi berselera meneruskan menghabiskan makan malam yang bahkan belum sampai setengahnya.
James kemudian menunggu Delilah kembali sambil melihat waktu di jam tangan Greubel Forsey Art Piece 1 warna biru gelap yang melingkar di tangan kanannya. Delilah sudah menghabiskan waktu lebih dari 10 menit di restroom dan belum kembali. Sambil mendengus kesal, James berdiri berjalan ke arah restroom menyusul Delilah.
Ada seorang pegawai yang berdiri tak jauh dari restroom dan memberi salam saat James melewatinya. Ia menegur James karena hendak masuk ke kamar mandi wanita.
"Maaf Tuan, restroom pria di sebelah kanan," ujar pegawai itu dengan sopan.
"Aku mencari kekasihku, wanita berambut pirang dengan mata biru dan dia memakai gaun sequin pastel warna soft pink. Apa dia masuk ke dalam?" tanya James memberikan info detail tentang Delilah.
"Oh, Nona itu sudah keluar dari tadi, Tuan. Tidak ada siapapun di restroom wanita saat ini," jawab pegawai itu masih tersenyum. Kening James seketika mengernyit dan wajahnya terkejut.
"Apa! Dia sudah pergi!" pegawai itu mengangguk lagi. James seketika kesal dan mengatupkan bibirnya dengan ekspresi marah.
"Kemana dia pergi?"
"Bagian belakang..." James tak menunggu pegawai itu menyelesaikan bicaranya dan langsung berlari ke belakang. Ia melewati beberapa asisten chef di dapur sampai akhirnya tiba di pintu paling ujung dari dapur. James terengah dan keluar mencari Delilah yang ternyata sudah melarikan diri.
"Dasar gadis licik...!" umpat James kesal lalu kembali lagi ke dalam. Dengan langkah tergesa-gesa ia masuk dan mencari manajer restoran.
"Namaku James Belgenza, panggilkan aku manajermu sekarang!" geram James pada pegawai reservasi yang ditemui James.
Delilah berhasil keluar dari restoran mewah itu dengan menyusup masuk dapur lalu keluar dari pintu paling belakang tempat biasanya para pegawai mengeluarkan sampah. Ia berlari menelusuri jalan yang diingatnya akan membawanya kembali ke apartemennya.
Delilah yang awalnya berlari dengan heels lalu tak tahan dan membuka sepatunya di tengah jalan. Ia berlari dengan kaki telanjang sambil melihat ke belakang berharap James takkan mengejarnya.
"Aku rasa aku sudah jauh. Kenapa tidak ada orang di jalan!" ujar Delilah sambil terengah. Ia melihat ke kanan dan kiri berharap ada yang akan datang membantunya.
"Aku harus terus berjalan!" Delilah pun meneruskan perjalanannya berjalan di atas paving block dingin yang terbentang di sepanjang perjalanan pulang.
Sementara James yang tengah berada di ruang manajer restoran, mendapatkan akses CCTV dari seluruh sudut restoran. James menyaksikan Delilah yang kabur menggunakan pintu belakang sambil berlari ke arah jalan pulang.
"Hanya ini Tuan Belgenza," ujar manajer tersebut menoleh pada James yang berdiri di belakangnya. James kemudian mengambil sebuah kartu kredit dari sakunya dan memberikannya pada manajer itu. Ia menerimanya dan kembali tak lama kemudian.
"Hapus semua CCTV itu sekarang!" ujar James memberi perintah.
"Baik Tuan." James tak membuang waktu dan dengan tampang sangat kesal, ia keluar dengan mobilnya menyelusuri jalan yang baru saja dilalui oleh Delilah.