James menghentikan mobilnya di salah satu sudut jalan dan keluar dari kendaraannya itu. Ia melihat ke kanan dan kiri mencoba mencari jejak. James punya insting yang bagus. Sebenarnya sedari di jalan menuju restoran, ia sempat memperhatikan Delilah yang seolah menghapal jalan. Firasatnya ternyata benar, Delilah hendak melarikan diri.
James kemudian menelusuri jalan dan memotong melewati beberapa lorong sempit. Ia bahkan memanjat sebuah pagar yang tergembok untuk bisa melewati lorong yang ia inginkan. Tak perduli ia memakai jas mahal ratusan ribu dolar, James bergerak dengan mudahnya seperti seorang pemburu profesional. Ia hanya sedikit terengah mengatur napas sebelum kemudian melihat bayangan Delilah yang muncul dari balik jalan setapak yang tengah dilaluinya.
Senyuman jahat James muncul. Ia lantas bersembunyi di balik sebuah koridor yang tak memiliki penerangan. Lorong itu akan dilewati Delilah yang berjalan dengan kaki telanjang setengah berlari. Delilah terlalu polos untuk kembali menyelusuri jalan yang sama untuk kembali ke daerah tempatnya tinggal. James jadi mudah membaca dan menangkapnya.
Di depan jalan ada dua orang pria yang sedang mengobrol dan sepertinya akan masuk ke dalam mobilnya. Delilah yang merasa mendapatkan titik terang keselamatannya mencoba lebih cepat berlari. Begitu ia melewati lorong gelap itu, ia langsung ditarik dan dibekap James dari belakang.
Delilah mencoba meronta dan berusaha berteriak tapi bekapan James terlalu kuat di mulutnya, membuat ia tak bisa mengeluarkan suara kecuali gumaman tak jelas.
"Kamu pikir bisa lolos dariku, Candy!" erang James di telinga Delilah. Dua pria yang sedang berbicara seakan mendengar sedikit teriakan namun begitu mereka menoleh, tak ada siapapun di depan mereka.
Delilah sudah ditarik ke dalam kegelapan oleh James Harristian. Ia terus meronta dan melawan James yang jauh lebih tinggi darinya. Sepatu yang ditenteng olehnya terlepas begitu saja dari tangan, sementara James dengan kesalnya mengambil sapu tangan dari balik jasnya dan mengikat mulut Delilah agar ia tak berteriak. Tak cukup dengan sapu tangan, kedua tangan Delilah yang bahkan belum begitu sembuh diikat menggunakan tali pinggang.
Seperti manusia goa, James menaikkan tubuh jaminan utangnya itu ke bahu dan berjalan kembali ke mobil. Delilah masih berusaha berontak tapi James tak melepaskannya sama sekali. Dengan sekali dorong, James memasukkan Delilah ke dalam mobilnya. Ia mengikat Delilah menggunakan seatbelt lalu menguncinya agar ia tak bisa bergerak. Delilah sudah mulai menangis dan James yang berang tak memberinya ampunan sama sekali.
James mengebut ke mansionnya tak perduli Delilah meronta karena mulut yang diikat dan tangannya juga. Sesampainya di mansion, Earth dan Grey yang kebetulan berada di lobi mansion sempat semringah menyambut Tuan mereka. Namun senyuman mereka langsung hilang saat James menarik dan menggendong Delilah di bahunya dengan paksa.
"Apa yang terjadi!" tanya Grey pada Earth. Earth langsung menghampiri James hendak bertanya ada apa. Tapi sebelum ia membuka mulut, James sudah memotong.
"Mana kunci RedRoom!" Earth masih terperangah dan tak tau harus merespon apa.
"Earth!" hardik James setengah berteriak dan Earth tersentak. Ia berlari ke salah satu tempat kunci khusus dan mengambil yang diinginkan oleh James.
"Tuan, apa yang terjadi?" tanya Grey memberanikan diri bertanya pada James yang masih menggendong Delilah. James tak menjawab dengan nada baik tapi berteriak pada Grey.
"Aku ingin Mark Starley dan putranya dibunuh malam ini!" tunjuk James marah sambil berjalan ke lantai dua tempat RedRoom berada. Delilah yang menangis menggelengkan kepalanya tak percaya yang didengarnya dari James. Lordes ikut berlari dari ruangannya melihat Delilah yang diangkat masuk oleh James ke ruang neraka itu.
"Oh Tuhan, Nona Delilah!" ujar Lordes sambil menutup mulutnya. Sudah begitu lama ia tak melihat James se emosi itu. Delilah berhasil memancing amarah James ke tingkat yang belum pernah dilihat oleh siapapun. James itu seperti monster tidur, ia punya sisi brutal dan buas yang takkan ada siapapun mau melihatnya.
"Apa yang harus kita lakukan, Tuan Lewis?" tanya Lordes dengan wajah cemasnya. Earth juga tampak cemas dan menoleh pada Grey yang sudah meremas rambutnya beberapa kali.
"Kenapa dia tidak membunuhnya saja? Nona Starley hanya akan membencinya!" ujar Grey pada Earth.
"Apa kita ikuti saja?" ujar Earth memberikan usulannnya. Grey mengangguk kemudian dan mengajak Lordes untuk mengikuti James ke kamar itu. Namun mereka tak akan berani dekat dengan kamar itu jadi mereka hanya mengawasi dari jarak yang dirasa aman.
James masuk dan mengunci pintunya. Lampu di kamar itu tak pernah dimatikan, sehingga James tau harus meletakkan Delilah dimana. Tenaga Delilah sudah terkuras karena terus melawan jadi dengan mudah James menurunkan dan mengikat Delilah pada sebuah tiang dengan kedua tangan terlentang di atas kepala.
Delilah terus menggeleng sambil mencoba terus melawan tapi itu hanya menjadikan James makin kejam padanya. Ia diikat menggunakan rantai dan dipaksa berdiri dengan kaki berjinjit. James benar-benar sedang dalam posisi sangat marah. Tapi ia tak bisa memukul Delilah, entah kenapa ia seperti sedang melawan dirinya sendiri.
Dengan tergesa, James membuka jas lalu membuangnya sembarangan. Sambil terengah dengan napas cepat, ia mencoba lebih tenang. Kedua tangannya berada di pinggang dengan mata terus memandang Delilah. James lalu mengambil salah satu alat yang paling sering ia gunakan saat 'menyiksa' pasangannya di kamar itu, mouth gag.
Ia melepaskan ikatan mulut Delilah dan sebelum ia bisa bicara, James menyumpalkan bulatan mouth gag lalu mengikat talinya ke belakang kepala Delilah. Ia takkan mampu menutup mulutnya karena alat itu menghalangi. Delilah sudah menangis memohon ampun namun James belum puas. Ia ingin sekali menyiksa Delilah... tapi tak bisa.
"Aku sudah bilang padamu berapa kali sampai kamu mengerti, HAH!" ujar James dari geraman rendah sampai berteriak kesal. Ia memegang kepala Delilah dan mendekatkan pada wajahnya.
"Aku ingin sekali menyakitimu, memukulmu atau melukai kulitmu. Tapi dadaku langsung sakit... apa yang sudah kau lakukan padaku, Candy!" James melepaskan kepala Delilah lalu dengan cepat mengambil sebuah botol scotch dan melemparnya ke dinding.
Tak cukup hanya melemparkan botol, James mengamuk dengan menghancurkan sebuah lemari kaca berisi berbagai macam borgol dan cambuk sampai hancur berantakan.
"Kamu berani kabur dariku! Aku akan membunuh Ayahmu!" hardik James pada Delilah yang benar-benar ketakutan. James lalu mengangkat sebuah meja dan melemparkannya pada sebuah cermin besar yang digunakan untuk membantu visualisasi fantasi seksnya.
Dari luar Earth, Grey dan Lordes membentuk ekspresi ketakutan, kernyitan bahkan sampai berdoa. Suara pecahan dan hancurnya barang-barang di dalam kamar itu membuat Grey yakin jika Delilah pasti sudah mati. Setidaknya tubuhnya sudah hancur oleh kebutralan James.
"Nona Delilah," isak Lordes menangis dengan suara sekecil mungkin. Sesungguhnya ia sudah mulai menyukai Delilah karena kepolosan dan kecantikan gadis itu. Terlebih ia merupakan gadis pertama yang dibawa James tinggal di mansion megah itu.
"Selamanya kamu takkan pernah keluar dari tempat ini. Jangan harap, kamu akan bisa melihat matahari!" geram James pada Delilah yang sudah hampir pingsan karena setengah digantung dan menangis hebat akibat ketakutan. Sambil menggeram dan sudah menghancurkan seisi ruangan itu, ia membuka pintu dan keluar dengan napas tersengal dan peluh yang membanjiri tubuh dan kepala.
Earth menarik Grey dan Lordes agar bersembunyi dan tidak ketahuan oleh James. Sedangkan James yang masih emosi lalu berjalan cepat turun ke lantai bawah. Setelah James pergi Earth mengajak keduanya untuk melihat keadaan Delilah. Lordes bahkan menutupi wajahnya tak berani melihat.
Kengerian langsung menyelimuti Earth, Lordes dan Grey begitu melihat seisi kamar. Lordes langsung menutup mulut dengan kedua tangannya.
"Oh Tuhan, Nona Delilah!"
James duduk di depan kolam renang indoor pribadi di salah satu sudut mansion. James baru bisa tenang jika ia melihat air. Taman dan kolam renang itu lebih untuk tempat relaksasi jika James terlalu lelah. Kini ia duduk dengan airmata menggantung dan menetes tak lama kemudian.
James menutup wajah dengan sebelah tangannya dan mulai menangis sendiri. Tak ada orang yang berani masuk ke dalam ruangan itu jika James sedang ada disana.
"Kenapa aku begitu sakit? Kenapa aku tidak bisa memukulnya? Ada apa denganku!" isak James terus mengantukkan kepalan tangannya pada kening.
"Aku cuma seorang monster..." James menggelengkan kepalanya. Ia meremas rambut dengan kedua tangannya seolah menolak siapa dirinya. Ia menggelengkan kepala tapi tetap menangis tersedu. James kehilangan pegangan pada jiwanya. Saat ada yang menyentuh sisi kasih sayang yang beku di hatinya, jiwanya memberontak. Saat ini, itulah yang dirasakannya, rasa belas kasihan pada Delilah, si gadis yang menjadi jaminan utang.