"Cause if you think I care about you now, well, boy, I don't give a fuck!"
Suara Jey menggema ditemani Dua Lipa dengan alunan lagu 'IDGAF'-nya. Ia duduk kursi kemudi sambil mengoleskan gel dan mulai menata rambut klimisnya penuh gairah.
"Ayo bang, temen-temen Pandu udah pada nungguin nih." Pandu yang ada di kursi penumpang sebelahnya melirik Jey jengah.
Sudah 10 menit mereka masih ada di garasi rumah. Sore ini, Pandu dan teman-temannya, Galang dan Dira, sudah janjian untuk datang ke galeri unit kegiatan mahasiswa. Mereka mau melihat demo organisasi yang ada di kampus baru mereka. Namun hujan tiba-tiba turun, sehingga Pandu terpaksa berangkat dengan kakaknya karena kondisi tidak memungkinkan untuk mengendarai motor kesayangannya.
"Duh, sabar bentar dong, Ndu. Ini expo ajang Abang buat cari cewek, tau gak? Lo mending juga manfaatin expo ini baik-baik." Ucapnya sambil masih menatap pantulan dirinya di cermin bagian atas setir. Pandu melirik jam lalu kembali berdecak sebal.
"Cari cewek mulu lo bang. Bukannya masih sama kak siapa namanya? Yang anak FK?"
"Si Lauren? Udah putus kali minggu lalu." Ujarnya santai.
Pandu memutar bola matanya. "Bukannya baru jadiannya juga minggu lalu?"
Jey melirik adeknya sekilas lalu menutup cermin dan menaikkan sebelah alisnya percaya diri.
"Justru disitu asiknya. Main tarik ulur jangan pas PDKT tapi pas udah jadian. Sensasinya lebih ngena." Ucapnya lalu mengangkat-angkat alisnya jahil.
Ia lalu menunjukkan layar hpnya yang memberi notifikasi miss call sebanyak 10 kali dari orang yang sama bernama 'Lauren'.
"Nih, ditinggal bentar aja udah segini ngejarnya. Artinya game ulur berjalan mulus." Ujar cowok bertindik itu bangga. Pandu hanya menatap kakaknya datar.
"Udah, gue naik taksi aja. Abang kelamaan."
"Etss! Iya iya. Ini udah mau jalan. Gak sabaran amat." Jey menahan Pandu yang sudah membuka kunci pintu.
Tak sampai setengah jam mereka sampai di gelanggang mahasiswa tempat expo digelar. Hujan pun sudah reda, hanya tinggal gerimis ringan. Pandu segera keluar dari Mazda-2 putih Jey dengan terburu-buru.
"Eh, Ndu! Nanti balik nebeng temen aja ya. Abang ada acara malemnya." Teriak Jey yang hanya dibalas acungan jempol Pandu yang sudah agak jauh posisinya.
Gelanggang sangat padat sore ini. Udara yang cukup lembab sehabis hujan dan jam masih menunjukkan pukul empat sore menyebabkan hawa gerah yang cukup menyiksa apalagi berjalan saja harus mengantri sambil berdempetan. Dengan bantuan tubuh tingginya, Pandu dengan mudah menemukan Galang dan Dira yang sedang menepi di sebelah stand gokart.
"Lama amat, Ndu." Ujar Dira.
Pandu hanya tersenyum tipis lalu menjawab, "Bareng abang gue tadi. Dandan doang lamanya ngalahin nyokap."
"Udah daftarin apa aja?" Lanjutnya.
"Gue sih theater sama gokart aja. Takut gak keurus." Jawab Dira.
Pandu hanya mengangguk, "Lo, Lang?"
"Bola sama gokart." Jawabnya singkat. Pandu mengernyit.
"Lah katanya mau musik?" Seingatnya Galang pernah berkata jika ia pasti akan masuk band univ lewat ukm musik.
Dira tertawa terbahak dan menyela dengan nada mengejek, "Minatnya ilang pas liat yang jaga stand senior tersayang."
Galang hanya menjawab dengan tatapan sinis.
Pandu menangkap sinyal ejekan dari Dira lalu ikut tertawa kecil, "Oh, mager gara-gara ada bang Kala."
"Yaudin lah, mending daftar gokart aja keburu full." Ujar Galang lalu mulai mengambil celah di depan stand gokart.
UKM gokart adalah organisasi yang didominasi oleh mahasiswa teknik mesin, karena selain bermain gokart, mesin gokart yang digunakan adalah rancangan anggota klubnya sendiri. Tak jarang klub ini mengikuti kejuaraan tingkat nasional maupun internasional dalam bidang rancangannya.
"Anjir, cakep bener yang jaga, Lang." Ujar Dira penuh hasrat terpana melihat seorang cewek berparas luar biasa cantiknya tersenyum dan mengedarkan formulir pendaftaran.
Galang dan Pandu mengangguk setuju melihat visual sang gadis yang dimaksud Dira. Mereka dapat pastikan ada darah asing selain Indonesia mengalir di tubuh cewek itu. Rambutnya yang terurai sebahu, matanya lebar dan berkilau, belum lagi bibir ranumnya yang terlihat hanya dipoles liptint sedikit sudah membuat rona bibir itu menggoda.
"Diisi yang lengkap ya formulirnya. Gak cuma anak mesin kok yang bisa daftar. Terbuka untuk semua jurusan kok." Ucap gadis cantik itu.
"Hayuk buruan, mumpung Kak Grizelle belum lulus nih. Welcoming party-nya bonus foto bareng doi lagi, gokeellll."
Aurel, maskot klub gokart berorasi dengan toa di bagian depan stand dan hal itu menarik banyak mahasiwa berkerumun.
"Wah anjrit, fix daftar lah gue." Ujar Dira yang dengan semangat langsung mengisi form pendaftaran.
Pandu melihat Galang yang masih membolak-balikkan form pendaftaran,"Gak daftar, Lang?" Tanyanya
Galang melihat sekitar lalu kembali menatap Pandu,"Rame banget nih kayaknya. Takut gak efektif." Ujarnya.
Setelah mengumpulkan formulirnya kembali, Dira menghampiri Galang yang masih belum mengisi formnya, "Isi aja sih, liat sikon dulu. Kalo gak suka tinggal drop aja. Nothing to lose lah. Plus, gak ada jejak bang Kala." Dira membujuk Galang.
Benar juga. Poin plus plus plus bagi Galang jika Kala tidak ada di klub itu. Akhirnya ia mengisi form dan menyerahkannya ke Grizelle, kakak tingkat yang parasnya bak keturunan Aphrodite, sang Dewi kecantikan.
"Thank you. Nanti jam 6 langsung first gathering aja ya. Di ruang satu gelanggang. Kita kenalan dulu." Info Grizelle yang diangguki trio maba teknik mesin itu.
---
"Gak ada Kala pale lo, Sat!"
Galang berujar sebal ketika mendapati Kala berdiri sebagai salah satu pengurus inti klub gokart saat first gathering.
"Ya mana gue tau, sih. Orang doi kaga nongol pas expo juga." Bela Dira.
Galang bersungut-sungut ketika giliran Kala yang sedang berbicara di depan sebagai ketua klub gokart.
"Oke, jadi disini gak ada yang namanya seleksi-seleksi seperti di klub lain. Yang berlaku cuma seleksi alam, kalo ada niat ya pasti bakal tetep stay." Jelas Kala.
"Kalo nggak ada niat tapi maksa stay bakal diusir sama ketua sendiri nggak, Kak?"
Salah satu pemuda berwajah cukup menyebalkan menyela Kala. Ia berdiri di pojok ruangan bagian belakang bersama gengnya yang juga berkumpul dan menatap Kala bengis.
"Males juga si, kak, kalo yang diajuin lomba isinya itu-itu doang." Timpal salah satu komplotan pemuda itu.
Dari ekspresi para pengurus di depan, dapat terlihat mereka tidak menyukai komplotan cowok yang merupakan member dari klub itu. Kala hanya melirik sekilas lalu menjawab dengan datar.
"Kalo niatan cuman ngerecokin acara kayak yang barusan ngomong sih nggak perlu diusir, nanti juga pergi sendiri. Anjing kalo dibiarin gonggong juga capek sendiri, bukan?"
"Klub kita juga nggak bakal pilih kandidat yang gak ada kualitasnya buat ikut lomba, sih. Malu-maluin martabat kampus doang." Lanjutnya.
"Damn, son!" bisik Dira yang dapat didengar Pandu dan Galang.
Senior tadi pun hanya diam mendengar balasan Kala. Ketika tak melihat perlawanan dari anggotanya itu, Kala melanjutkan.
"Jadwal kumpul reguler kita dua kali seminggu. Senin sore dan Jumat sore. Senin khusus rakit mesin, Jumat khusus test drive."
"Sebenernya itu aja sih. Buat perkenalan antar anggota kayanya next Monday aja. Ada pertanyaan?" Tanya Kala sambil menatap adik tingkatnya satu persatu.
Hampir tujuh puluh persen anggota baru memang mahasiswa baru teknik mesin yang wajahnya sudah terasa familiar bagi Kala, sedangkan sisanya masih terasa asing. Kala lantas melirik ke arah anggota yang tadi mengganggu penjelasannya.
"Ron, kalo masih butuh panggung gue kasih sekarang." Ucapnya menantang Baron, teman satu klub dan satu jurusannya yang memang sejak pertama masuk klub tidak pernah akur dan hanya bisa mencari masalah dengan Kala.
Baron hanya terkekeh, "Nggak perlu, nanti gue bangun panggung sendiri di atas mayat lo." Ujarnya lalu melenggang pergi diikuti beberapa rekannya.
Seketika anggota baru langsung menyadari bahwa ada dua kubu yang terbentuk di klub ini. Kubu Kala dan kubu Baron. Kala yang menyadari suasana seketika tidak mengenakkan melirik ke arah belakang ruangan, mendapati Jey dan Aurel sudah tersenyum lebar menunggu kesempatan mereka.
"Yaudah, divisi welcoming party udah pelototin gue dari tadi minta diperhatiin. Buruan, sebelum gelanggang ditutup." Ujar Kala lalu beralih duduk di pinggir ruangan, menyerahkan sesi selanjutnya pada duo biang keladi keributan.
"Heeeh, beautiful people! Jangan lemes-lemes gitu lah. Malem sabtu nih, malem minggu loh." Jey mulai mengangkat suasana ruangan menjadi hidup kembali.
Dira dan Galang seketika menoleh pada Pandu.
"Kok lo gak bilang ada bang Jey, sih?" Tanya Dira.
Pandu yang juga kaget masih mengernyitkan dahinya bingung, "Dia juga gak bilang ikut klub ini ke gue. Dia cuman bilang join klub musik sama theater." Jawabnya.
Sedangkan di depan, Aurel dan Jey masih ber-'bacot' ria namun terlihat seluruh maba sangat terhibur dengan pembawaan asik atau 'sok asik' dari mereka.
"Tau, nih. Ini ruang gokart apa kuburan dah, sepi amat. Padahal mau diajak party bareng." Ujar Aurel.
Seketika seluruh ruangan berbisik mendengar kata party. Tak sedikit dari mereka yang meremehkan 'party' yang dimaksud hanya acara kumpul-kumpul simple sambil berkenalan khas universitas negeri lainnya.
"Enak aja, kumpul-kumpul doang." Jey menimbrung salah satu bisikan anggota baru.
"Udah pada join grup line gokart, kan?" Cowok berambut klimis tadi bertanya yang dijawab anggukan dari semua member.
Jey lalu menoleh ke arah Aurel dan memberi kode lewat tatapan mereka.
"Mainkan, Rel!"
Ting!
Ting!
Ting!
Nada notifikasi menggema bersamaan. Galang membuka grup chat gokart di hpnya. Aurel mengirimkan sebuah lokasi. Lantas ia menekan lokasi itu dan munculah nama serta detail jenis lokasi yang baru saja di-share.
"Colosseum club besok malem jam 10. Tenang, masih pre-welcoming party. Belom welcoming party benerannya. Itung-itung pemanasan."
Kala dan member lama lain yang duduk di samping hanya geleng-geleng kepala. Bukan Jey dan Aurel namanya kalo tidak merancang welcoming party klub mereka ini selalu heboh. Klub gokart bukan hanya terkenal akan prestasinya tapi juga prestige-nya dalam mengadakan welcoming party yang besar-besaran.
Tak hanya member klub, tapi semua mahasiswa Universitas Nadao yang populer dan punya jejaring pertemanan luas akan datang karena memang sang event holder, Jey, punya jutaan jaringan untuk membuat acara tetap ramai dan pecah.
"Gue kadang ragu, lo beneran adek bang Jey apa bukan, sih? Kalo masalah ginian beda jauh banget." Tanya Dira pada Pandu.
"Gue sendiri aja juga bingung, Dir." Ucapnya sambil menggaruk tengkuknya kikuk.
---
"Thank you, Vin. Tambah ganteng banget deh lo." Senyum maut Grizelle terpatri ketika jus strawberry favoritnya datang diantar oleh Gavin.
Gavin hanya terkekeh singkat sambil meminum jus mangga tanpa gula yang juga barusan ia beli. Ia mendudukkan dirinya di seberang Grizelle. Grizelle merupakan mahasiswa arsitektur tingkat empat dan satu angkatan di atas Gavin. Siang itu kelas mereka berdua tiba-tiba di-cancel sehingga akhirnya hanya bisa menunggu di kantin untuk kelas selanjutnya yang masih dua jam lagi.
"Tumben sepi nih kantin. Biasanya banyak anak nongkrong jam segini." Ujar Grizelle sambil melihat sekitar.
"Ya hari Senin juga, sih, kak. Rata-rata pada kelas pagi dan udah kelar."
Gavin ikut memperhatikan penjuru kantin yang memang hanya terisi satu atau dua orang. Netranya berbinar ketika melihat orang yang ia kenali tengah membawa batagor dan berjalan mencari bangku kosong
"Lang! Duduk sini aja!" Ucapnya setengah teriak melihat Galang sendirian.
Melihat itu, Galang tersenyum lega lalu melangkah mendekati Gavin dan Grizelle. Ia agak canggung ketika menemui Grizelle tersenyum lebar ke arahnya. Galang membalas senyum Grizelle kikuk lalu duduk di samping Gavin.
"Dira sama yang lain mana? Kok sendirian?" Tanya Gavin.
"Beda kelas, Bang. Kelas gue selesai cepet gara-gara cuman perkenalan doang." Jawabnya lalu menyendok batagor pertama. Gavin hanya mengangguk asal. Ia merasa agak sepi hari ini padahal mood basa-basinya sedang bagus.
"Kemarin photoshoot sampe jam berapa, kak?" Tanya Gavin.
Grizelle terdiam sejenak mengingat job semalam untuk cover majalah Elle bulan depan selesai cukup larut dari yang biasanya.
"Hm, jam 12 malem nyampe sih kayaknya. Outfit terakhir aja baru dateng jam 10-an kali." Jawabnya sambil melihat ke layar ponsel.
"Oh, pantesan si Kala skip kelas." Ujar Gavin.
Grizelle lalu menaikkan alisnya dan mengarahkan pandangan ke Gavin, "Dia kabarin lo kalo dia kesiangan, kan?" Ucapnya dengan nada sedikit khawatir.
"Iya, sans. Tadi malem juga nggak kenapa-kenapa, kan?" Balas Gavin yang langsung diangguki Grizelle.
Sedangkan di sisi lain Galang hanya bisa menyimak dan tidak mengerti topik yang dibicarakan selain nama Kala. Gavin yang menangkap sinyal skip Galang pun menjelaskan.
"Kak Grizelle nih anak arsitektur tingkat empat, Lang. Satu klub gokart kan kalian?" Galang lantas mengangguk mengiyakan.
"Nah, Kak Grizelle nih model. Sibuk, tuh tapi duit juga tumpah-tumpah." Goda Gavin yang dihadiahi jitakan dari Grizelle.
Selain sibuk kuliah, Grizelle juga berperan sebagai model. Pekerjaannya itu sudah ia geluti sejak ia masih di bangku SMA. Tak jarang ia juga terlambat atau skip kuliah karena job yang tidak bisa dipindah jadwal. Dari profesinya juga Gizelle kenal baik dengan Kala yang notabenenya seorang fotografer.
"Galang, kan?" Tanya Grizelle sambil menatap ramah ke Galang.
"Iya, Kak. Kemarin sempet kenalan sih di Colosseum tapi ya pasti lewat doang." Jawabnya sopan sambil tersenyum ramah.
Grizelle hanya terkekeh singkat lalu menjawab, "Inget kok. Pengen ngomong banyak padahal pas itu tapi udah keburu ditarik si Kala keluar buat ngurusin kameranya."
Gavin tertawa lalu menimpali, "Obsesnya udah gak sehat tuh anak sama kamera. Udah kayak darah dagingnya sendiri, kak. Sayang banget dia sama Albio, kalo lecet dikit doang udah langsung dimasukkin ke bengkelnya. Pake marah-marah lagi ke gue padahal yang bikin lecet juga pasti doi."
Galang yang kembali terlihat lost lalu mendapat penjelasan dari Grizelle mengenai kamera Kala yang dijuluki Albio dan obsesi anak itu terhadap Albio.
"Pokoknya inget aja, Lang. Kalo si Kala lagi pegang kameranya, mending lo jauh-jauh deh. Nggak rekomen gue kalo kena masalah sama tuh barang." Titah Grizelle yang langsung disambut raut aneh dari Galang.
"Gue juga sih, jangan sampe dah kena masalah sama itu barang. Gue aja yang udah kenal dia bertahun-tahun lama banget dimaafinnya. Ngak lagi dah." Timpal Gavin menyetujui.
"Hmm, nggak lagi deh bang gue urusan sama dia. Naikin emosi doang." Ujar Galang yang ditanggapi tatapan mengejek dari Gavin dan Grizelle.
Grizelle tertawa sejenak sambil menilik jam mahal yang tersemat di tangannya, "Eh, gue duluan dulu ya adik-adik manis. Ada urusan dadakan di fisip. Sampe ketemu di gathering nanti sore ya, Lang. Bye!" Ucap Grizelle yang langsung bangkit sambil terus fokus pada ponselnya dan melenggang pergi sebelum keduanya sempat menjawab.
"Lah! Duit jusnya ganti dulu kak!" Teriak Gavin yang sudah pasti tidak didengar Gizelle.
Galang hanya tertawa melihat kelakuan kakak tingkatnya.
"Untung cakep ye, bang." Ujarnya.
---
Kala membuka pintu rooftop kampusnya dengan sedikit kasar. Mulutnya sudah terlalu asam, terlalu lama terpisah dari tar dan nikotin langganannya. Ia segera merogoh saku celananya, menarik sebatang rokok dan segera membakar benda itu. Dengan penuh kepuasan, Kala menyandarkan sikunya di balkon rooftop sambil menyesap lintingan tembakau yang masih baru.
Angin sore itu cukup kencang namun makin menenangkan suasana hati dan pikiran Kala yang seakan terlalu ribut sejak ia membuka mata siang tadi. Pemotretan semalam adalah job penutup bulan yang seharusnya berakhir baik karena ditutup dengan membidik sosok rupawan seorang Grizelle.
Namun semua berubah ketika bagian wardrobe terkendala sehingga sesi photoshoot harus mundur dari jam seharusnya yang membuat Kala baru mengistirahatkan badannya pukul empat pagi karena dikejar deadline kampus dan editor. Belum lagi setumpuk hasil jepretannya yang belum ia pilah dan edit untuk brand majalah lain masih menunggu di rumah.
Pening yang sudah mendiami kepalanya sejak ia bangun hari ini makin menjadi. Ternyata sebatang rokok tak bisa menghilangkan denyutan yang kian lama kian tak karuan. Ia menundukkan kepala ketika dirasa denyutan itu berubah menjadi nyeri yang luar biasa. Tangan kirinya yang bebas dari rokok memijat pelipisnya perlahan berharap nyeri itu segera musnah. Matanya mulai memejam ketika dirasa sekelilingnya mulai berputar-putar.
Ddrrt!
Ddrrt!
Ia berdecak kesal ketika ponsel di sakunya bergetar menunjukkan tanda panggilan masuk. Dengan malas, tangannya merogoh saku celananya dan menekan tombol hijau untuk mejawab panggilan tanpa melihat sang penelpon.
"Kala, lo dimana sih? Katanya mau dimasakin? Gue udah di depan apartemen lo nih." Telinganya langsung disambut omelan seorang gadis dari seberang.
Kala menarik nafas dalam lalu mencoba membuka matanya. Buram.
'Shit!' Umpatnya dalam hati.
Dengan seadanya ia melirik jam di ponselnya lalu mendekatkan kembali benda persegi itu ke telinganya. Tanpa melihat nama penelpon ia sudah hafal di luar kepala suara gadis itu.
"Gue masih ada urusan. Titipin aja di lobi nanti malem gue ambil."
"Oke, kalo lo udah sampe apart kabarin gue. Take care."
"Lo juga." Balas Kala lalu menutup telpon sepihak. Ia menjatuhkan asal ponselnya ketika nyeri di kepala dan sesak di dadanya semakin menyeruak.
"Aargh. Fuck!" Erangnya tertahan lalu beralih ke posisi berjongkok sambil meremat kepalanya dengan tangan sebelah. Tangan satunya lagi meremat pegangan pembatas balkon rooftop dengan kuat.
Sakit yang datang kali ini frekuensinya lebih hebat dari biasanya. Rokok yang tadi terapit di jari-jari kanannya pun sudah terjatuh entah kemana. Pemuda berumur dua puluh satu tahun itu berusaha sebisa mungkin mengatur nafasnya yang juga sudah berantakan. Pingsan di kampus sendirian adalah hal yang tidak ia harapkan.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka yang membuat Kala sedikit bersyukur.
"Iya, Yah. Galang bentar lagi otewe ke rumah Dira kok. Ini lagi isi bensin."
Galang muncul dengan tangannya yang sibuk membuka bungkus rokok sementara bibirnya melontarkan kebohongan yang sudah di luar kepala ia sampaikan ke Ayahnya di seberang telepon.
"Tck! Iya nanti Gilang mampir ke indo-" ucapannya terhenti ketika melihat Kala yang masih berjongkok tertunduk sambil meremat kepalanya.
Dahi Galang berkerut ketika tak mendengar suara apapun selain erangan pelan dari tubuh itu. Ia merasa ada yang tidak beres dengan seniornya.
"Udah ya, Yah. Bensinnya udah penuh nih, Galang mau nyetir dulu. Dah." Ucapnya lalu menutup telepon. Fokusnya kembali ke arah Kala yang masih setia terdiam di posisi semula.
"Kala?" Panggilnya. Namun yang dipanggil tak memberi respon apapun.
Galang lalu mulai melangkah mendekat. Tangannya terulur untuk menepuk bahu kakak tingkatnya itu.
"Woi! Keneps lo?" Ucapnya namun Kala tetap tak bergeming.
Galang juga dapat melihat bahu Kala yang naik turun tak beraturan serta suara nafasnya yang memprihatinkan. Hal itu memanggil sedikit rasa paniknya.
"Kal- Eh! Eh! Anjrit kenapa lo?!" Racaunya panik ketika tiba-tiba Kala jatuh ke belakang menimpanya yang juga tengah dalam posisi berjongkok di belakangnya.
Kepanikan kembali menyeruak ketika melihat peluh sudah membasahi dahi Kala dan wajah tampan dari sang senior sangat pucat. Matanya pun terpejam tanpa pergerakan.
"Woy! Sat! Anjrit lah, bangun dulu jangan pingsan duluan!" Ucap Galang setengah teriak sambil menepuk pipi Kala yang sekarang bersandar di pahanya.
Namun tak sedikitpun pergerakan yang dapat ditangkap oleh netra Galang. Ia pikir Kala sudah tak sadarkan diri sekarang dan hanya ada dirinya seorang di rooftop gedung berlantai lima itu.
---TO BE CONTINUED---