Hari semakin gelap, ketika kami melangkahkan kaki ke desa tersebut, suasana terasa sangat mencengkam. Aku melihat beberapa orang yang terlihat sehat setelah segala hal terjadi di Kota Bandung, mereka menatap kami dengan tatapan tajam dan penuh kewaspadaan. Orang-orang ini, aku tahu mereka... mereka adalah suku asli di Kota ini.
Dengan pakaian khasnya yaitu pangsi hitam dan ikat kepala berwarna biru tua bercorak batik dari kain khas yang mereka miliki, dengan berbagai jenis ikatan yang mereka pakai, mereka adalah suku Baduy.
"Aya naon karadieu?(Ada apa datang kemari?)."
Salah satu dari mereka mendatangi kami, tubuhnya yang lumayan besar dan wajahnya terlihat sangar, dia menatap kami dengan tatapan benci, seakan tak suka dengan kehadiran kami di sini. Lalu Elyssa datang dari belakang, tanpa meninggalkan satu katapun orang itu mengerti dan memberi isyarat untuk mengikutinya. Kamipun diajak ke salah satu rumah yang berada di paling ujung dan di tengah-tengah rumah-rumah lainnya, serta satu-satunya rumah yang tak berhadapan dengan rumah lainnya.
Setelah memasuki rumah tersebut, aku melihat seseorang dengan aura yang sangat hebat. Tak perlu bertanya pun aku langsung tahu jika dia adalah pemimpin mereka, dari tampangnya terlihat sudah cukup tua, mungkin dia memiliki umur yang sama seperti Pak Kuswara. Maksudku umur normalnya, bukan umur dari kutukannya. Dia terlihat sangat di segani sekali oleh orang-orang di dekatnya. Orang yang mengantarkan kami yang bahkan terlihat lebih sangar darinya pun tunduk dan bersalam di hadapannya.
"Sampurasun..."
"Rampes..."
"Punten, kaula nyanggakeun tamu ti kaler."
Suaranya berat sekali, aku seperti di tekan oleh sesuatu yang tak terlihat, auranya sangat terasa.
"Ada perlu apa kalian?"
"Kami sedang mencari serigala putih, dia membawa teman kami."
Semua yang melihat dan mendengar pembicaraan kami tiba-tiba seperti tersengat setelah mendengar kata serigala putih. Seketika suasana menjadi hening, hanya suara gemuruh dedaunan pohon yang terdengar oleh telinga.
Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu, dan juga... banyak sekali yang aku pikirkan. Orang-orang di sini sangat menyeramkan, entah kenapa rasanya tempat ini dipenuhi dengan amarah, kebencian, tapi di saat yang bersamaan aku juga merasakan sebuah kesedihan? Entahlah, aneh sekali... dan juga kenapa aku bisa merasakan semua itu?! Lupakan.
Dia menatap seseorang dari anggotanya, kemudian orang itu pun mendekati kami.
"Ikuti aku."
Orang itu membawa kami pergi menuju tempat tinggalnya.
"Masuklah, maaf jika berantakan, dari dulu sudah terbiasa begini. Orang-orang di sini memang begitu, tolong mengertilah. Apalagi dengan Puun, dia telah kehilangan banyak hal lebih dari siapapun."
"Ah... tidak apa-apa, kami yang seharusnya berterimakasih."
"Puun?"
"Itu... panggilan kami terhadap pemimpin, Puun itu kepala adat atau pemimpin adat, seperti itulah."
Ternyata dia tak seseram tak seperti yang aku pikirkan, dia adalah Joni. Joni adalah salah satu dari jaro, jaro bisa di bilang sebagai wakil dari Puun, dulunya suku ini memiliki 10 hingga 12 jaro, tapi sekarang hanya 3.
Dia sangat ramah sekali, dia bahkan menyiapkan dan menyediakan beberapa makanan untuk kami. Di selah-selah waktu istirahat Joni bercerita, bahwa satu bulan yang lalu mereka hidup normal, damai, aman dan sejahtera. Hingga satu waktu mereka memutuskan untuk berpindah tempat menuju Kota Bandung.
Salah satu orang pintar di antara mereka menyuruh seluruh warga kenekes untuk berpindah ke hutan di Kota Bandung, dia mengatakan jika mereka memiliki takdir yang harus di jalani. Tanpa basa-basi Puun langsung menyetujuinya dan pergi ke Kota Bandung. Dari yang mereka yakini bahwa mereka adalah keturunan dewa dan mereka harus menjaga keseimbangan dunia, takdir itupun datang menghampiri. Namun saat tiba di Kota Bandung... mereka tak bisa berbuat banyak.
Sebenarnya orang-orang yang pergi ke Kota Bandung lebih banyak dari yang kami lihat saat ini, mereka semua telah meninggal termasuk orang pintar yang menyuruh mereka untuk berpindah, setelah gempa datang... desa mengalammi kerusakan yang sangat parah. Keadaan semakin parah saat makhluk-makhluk aneh itu mulai menyerang. Belum sampai di situ, suatu malam ketika orang-orang sedang menguburkan mayat dari saudara dan kerabatnya, datang segerombolan serigala yang dipimpin oleh serigala putih.
Orang-orang terkejut saat serigala putih itu tiba-tiba berbicara, mereka sangat heran dengan apa yang terjadi saat itu.
Serigala itu memperingatkan mereka untuk segera pergi dari Kota Bandung, namun Puun menolaknya dan memilih untuk tetap di sini.
Di suatu malam disaat awan hitam menghilang, ketika tubuh mereka terkena cahaya bulan, tiba-tiba mereka menggeliat dan perlahan berubah menjadi seekor serigala. Pikiran dan tubuh mereka masih bisa di kendalikan, tapi fisik mereka telah berubah total dan menjadi lebih kuat.
Mereka menganggap ini sebagai kutukan, kutukan karena tak mempedulikan peringatan dari serigala-serigala yang pernah mereka temui, tapi Puun tetap dengan pendiriannya untuk tetap tinggal. Mereka bersedih sekaligus marah, mereka terus merenungkan dengan apa yang terjadi kepada mereka dan keluarga mereka.
Di saat keterpurukan itu mereka bertemu dengan Union Six, perasaan aneh saat pertama kali bertemu dan melihat penampilan dari Union Six tak jauh berbeda dengan kami, mereka menanyakan apakah mereka(Union Six) terkena kutukan sama sepertinya... tapi mereka tidak sama. Kemudian pemimpin dari Union Six, Venrie... menjelaskan jika tubuh mereka terkena efek dari Exitium, setelah menjelaskan panjang lebar Venrie mengajak mereka bergabung dengan Union Six.
Puun pun langsung percaya dan bergabung bersama mereka, dengan harapan segala kekacauan yang terjadi bisa segera tuntas dan Kota Bandung kembali tentram, mereka rela menggunakan kekuatan dari kutukannya untuk melawan immortal sebagai bagian dari aliansi Union Six, meski mereka tak pernah berkumpul lagi sejak pertama kali bertemu.
Kurang lebihnya seperti itu dari apa yang ku dapat di ceritanya Joni, dan itu menjelaskan kenapa ekspresi mereka terlihat campur aduk. Mereka adalah orang-orang yang baik, meski terlihat menunjukan kebencian... mereka hanya ingin melindungi apa yang mereka jaga.
"Aku keluar sebentar, mencari angin."
"A-aku juga..."
Aku butuh angin segar untuk membersihkan pikiranku dari segala hal yang bercampur aduk di dalam otakku. Elyssa duduk lesu di bawah pohon, aku tak tahu kenapa... tapi sepertinya dia sangat lega sekali setelah pergi keluar. Entah kenapa saat aku melihat Elyssa dan Joni, mereka berdua tak pernah menatap satu sama lain, mereka seperti saling menghindar.
Ada apa di antara mereka berdua? Entahlah, bukan urusanku.
Ngomong-ngomong... di luar sangat dingin sekali! Sialan!
Aku benar-benar lupa jika saat ini aku sedang berada di tengah-tengah hutan.
CRSSCCRSSH
Tiba-tiba aku mendengar sesuatu dari arah semak-semak. Saat aku meliriknya suara tersebut tiba-tiba menghilang begitu saja. Apa aku salah dengar? Entahlah, dan sepertinya aku juga melihat bayangan yang melewat dengan cepat. Dan entah kenapa aku semakin penasaran, tanpa berpikir panjang aku pergi mendekati semak-semak dan mencari dari mana datangnya suara tersebut.
Saat semakin dekat, ku raih semak-semak itu dengan kedua tanganku dan membukanya secara perlahan. Namun ketika aku membukanya, tidak ada apapun di balik semak-semak tersebut. Aneh, apakah suara tersebut berasal dari angin? Tapi aku tahu betul perbedaan dari suara semak yang terkena angin dan yang tidak, aneh sekali... entahlah, lupakan.
Saat aku hendak kembali ke kediaman Joni tiba-tiba saat aku membalikan badanku aku melihat banyak sekali cahaya yang memasuki hutan ini. Cahaya tersebut berwarna biru kemerahan, namun kadang lebih keungu-unguan, cahaya itu membentang menuju sebuah pohon dan ada seseorang yang sedang berdiri di pohon tersebut sedang memakan sebuah apel.
…?
Orang itu berpakaian sangat rapih, aneh sekali... bisa-bisanya dia perpakaian seperti itu? Di tengah hutan, dengan kondisi Kota Bandung yang seperti ini dia berpakaian begitu rapi layaknya sedang berpesta. Dia memakai setelan jas hitam dan sepatu pentofel, tapi tunggu!! Ada yang lebih aneh darinya, cahaya... cahaya yang kulihat saat ini dari mana datangnya?! Dan juga... siapa dia?!!
Apa suara yang kudengar sebelumnya berasal darinya? Apakah dia salah satu manusia yang selamat di bagian barat? Tidak mungkin, dari pakaian dan wajahnya dia terlihat seperti orang asing, atau mungkin dia berasal dari dunia lain? Entahlah, semakin lama aku berdiam diri, suasananya semakin canggung. Aku harus pergi, sebelum hal-hal yang aneh terjadi.
Aku pun berjalan dan perlahan mulai mendekatinya... lalu saat aku mulai melewatinya, aku melihatnya... tersenyum, ya... tersenyum!
Saat itu juga aku merasakan sesuatu yang aneh, entah kenapa aku merasa sangat terancam! Aku memang harus segera pergi dari sini, saat itu juga aku langsung mempercepat langkah kakiku, firsatku mengatakan jiak dia orang yang sangat berbahaya.
Aku berjalan dan terus berjalan, aku melangkahkan kakiku selebar mungkin dan secepat mungkin... aku ingin segera pergi dari tempat ini, aku benar-benar merasa sangat terancam sekali!
Tapi ada sesuatu yang sangat mengangguku, padahal aku yakin sekali jika aku sudah berjalan cukup jauh dan cukup lama, tapi aku belum juga sampai di desa tersebut, apa aku tersesat? Aku sangat yakin jika aku hanya mengambil jalan lurus, aku tak belok sedikitpun.
Dan setelah sekian lama aku berjalan dan tersesat—
Aku melihat kembali pohon yang sama yang di sertai cahaya aneh tersebut, dan dia masih berada di sana. Seorang pria yang berpakaian rapih! Dia masih berdiri bersandar di pohon tersebut sambil memakan sebuah apel, aku melihatnya lagi di tempat yang sama... ada apa ini?! Apakah aku terjebak di ruangan yang tak berujung? Apakah ini ilusi? Apa orang itu melakukan sesuatu pada tempat ini?! Entahlah, sial!
Meskipun aku sudah banyak melihat hal-hal yang tak wajar, tapi sepertinya akan selalu ada sesuatu yang mengejutkanku.
Lalu tak lama setelah itu aku merasakan sesuatu, rasanya seseorang sedang menatapku dan mengawasiku. Aku yakin sekali jika saat ini ada banyak makhluk yang sedang mengawasiku dari suatu tempat.
"Aria!!"
"...?? Elyssa?"
"Aria!! Di mana kau!"
"Aria!"
Aku mendengar orang-orang meneriaki namaku!
Ini mereka... Fay, Elyssa, Robby dan yang lainnya, mereka sedang mencariku.
"Kita akan segera bertemu lagi, Scarlett."
…??
Setelah mengatakan hal tersebut orang itu berjalan ke belakang pohon, dan menghilang begitu saja. Di saat kepergianya itu, terdengar suara gemuruh di atas pohon, dan saat aku melihat ke atas, banyak sekali burung yang berterbangan, tidak! Apa-apan itu! Itu bukanlah sekelompok burung biasa!
Banyak sekali jenis makhluk hidup yang baru saja meninggalkan pohon ini bersamaan dengan pria misterius tersebut! Sepertinya dugaanku benar, dia bukan berasal dari bumi dan aku benar-benar telah terkepung!
Untung saja Fay dan yang lainnya mencariku, jika mereka tak berteriak... entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aria..."
"Fay?"
Tak kusadari, Fay sudah ada di depanku.
Apa dia benar-benar mengkhawatirkanku? Atau hanya perasaanku saja?
Bug—
—Aargh.
Tiba-tiba... dia memelukku begitu saja, ada apa? Aku hanya tersesat, aku bukan anak kecil... meskipun tadi aku sempat berada di suatu kondisi yang tak terduga.
Fay, tak ku sangka dia benar-benar mengkhawatirkanku.
"Aria!!"
Satu persatu orang-orang aneh lainnya muncul, Robby, Levi, Juan, Gea, Haruka dan bahkan Elyssa, dia menyusul dari belakang dan menemuiku. Mereka semua mengelilingiku, dengan wajah yang sepertinya letih karena mencariku, mereka semua kelelahan.
"Ahh!! Rupanya kalian di sini!"
T-to Tony?!! Eh? Joni?! Aku pikir Tony, mereka memang mirip... namanya... yah... ahh... begitulah. Dia benar-benar mengkhawatirkanku, meski kami baru saja bertemu. Mereka aneh sekali, benar-benar aneh. Baru kali ini seseorang menganggapku, mereka mengkhawatirkanku. Sial, disaat seperti ini aku malah merasa sedih, bukan karena ada sesuatu yang menyedihkan... tapi sebaliknya, aku bahagia... aku bahagia mengetahui mereka mencemaskanku.
Kami semua berjalan kembali menuju desa kanekes, ya... kanekes itulah nama desa mereka, desa yang sekarang diisi oleh manusia serigala.
Mereka berkata kepadaku, jika aku sudah hilang selama berjam-jam, itu yang membuat mereka sangat khawatir. Aneh sekali... padahal aku pikir aku tersesat hanya beberapa menit, tapi mereka mengatakan jika aku telah lama menghilang. Sesampainya di kediaman Joni kami langsung beristirahat.