Chereads / Aegis The Twins Bloodless - Exitium / Chapter 8 - Dari tanah kembali ke tanah

Chapter 8 - Dari tanah kembali ke tanah

Di saat semua orang terlihat lesu, letih, dan putus asa, tiba-tiba... terdengar sebuah suara dari atas langit.

WUIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.... ... …. ...

Suara apa itu? Alarm? Entahlah, lebih seperti suara terompet, suaranya semakin besar dan semakin besar! Terompet sasangkala? Kiamat???!

Namun semakin lama suara tersebut semakin mengecil dan tiba-tiba menghilang, lalu terlihat sebuah cahaya yang menyilaukan dari langit, cahaya tersebut terjadi sepersekian detik yang diikuti oleh suara ledakan yang sangat besar setelahnya!!

BOOOOMMMMMMMMRGHGHHHHH!!!!!!

Orang-orang terkejut, takut, dan kembali panik setelah mendengar dan melihat sebuah ledakan besar di langit! Warna langit tiba-tiba berubah menjadi merah! Kemudian perlahan berubah menjadi jingga, dan tak lama kemudian kembali normal seutuhnya, lalu awan hitam kembali datang diikuti petir yang menyambar kesana kemari.

Lalu turunlah air hujan.

Semua orang terlihat sangat khawatir saat air hujan kembali turun, karena sebelumnya hujan selalu datang membawa malapetaka, kami tak tahu harus bersyukur atau tidak dengan datangnya hujan ini, segalanya semakin sulit untuk di pikirkan.

Dari kejauhan aku melihat benda besar turun dari atas langit! Apa itu?

Pesawat?

Ya!! Pesawat!

Beberapa pesawat terbang begitu rendah sekali!

Kenapa mereka terbang sangat rendah?? Pendaratan darurat?

Kondisi jalan saat ini sangat tak memungkinkan, dan kenapa posisi kepala pesawat barada di posisi yang sangat bawah??! Sial, itu bukan pendaratan darurat!!

Kita harus benar-benar menjauh! Apapun yang terjadi pada pesawat itu, yang jelas pesawat itu akan bertabrakan dengan tanah! Orang-orang kembali panic unutuk kesekian kalinya! Pesawat itu semakin menukik kebawah dan semakin cepat menuju daratan!!!

DUARRRRHGGGRUSGHHHHHHHHHHSSSSHHHGHGHHH!

Pesawat itu meledak! Api ledakannya terlihat jelas! Suara ledakannya terdengar jelas dan sangat menyeramkan. Ada apa ini? Apakah ada sesuatu hal yang menggangu penerbangan? Apakah pilot hilang kendali? Sepertinya begitu.

"Ini... kiamat."

Ucap seseorang yang berada tak jauh di dekatku.

Di saat yang bersamaan seseorang sedang memegang sebuah pistol di tangan kanannya dan mengarahkan pistol tersebut ke kepalanya sendiri!

Dia?!!

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!"

Seseorang berlari mencoba menyelamatkanya—

Tapi... orang itu lebih dahulu menarik pelatuk pistol tersebut!

KREK

Namun tidak terjadi apa-apa! Apakah pelurunya habis? Entahlah.

Beberapa orang yang masih peduli mencoba menghentikannya, orang yang mencoba bunuh diri tersebut menangis dan semakin menggila. Orang-orang takut dan khawatir, mereka benar-benar telah kehilangan harapan.

BOOORRMMGGMMGMGMGM!!!!

Ledakan lagi????!!! Tidak! Apa-apaan ini??!! Ini benar-benar aneh sekali!

Keadaan semakin memburuk setelah kami semua melihat tidak hanya satu pesawat yang terjatuh! Satu persatu pesawat kehilangan kendali dan menembus awan hitam menuju ke tengah-tengah Kota Bandung!

Satu persatu pesawat menabrak ke tanah dan meledak!!

BURRRSSHHHHHGGGG DUAARRRRGGHHSS

Banyak sekali pesawaat yang jatuh ke Kota ini! Meski tak ada satu pesawatpun yang terjauh ke tempat kami berkumpul, tapi kami masih bisa mendengar, melihat dan merasakan getaran dari ledakan tersebut.

Ini adalah pemandangan yang sangat mengerikan!

Aku merasa bahwa Kota ini sedang di teror oleh sesuatu yang kami tak tahu apa itu.

Rasa takut semua orang semakin menjadi-jadi, memang benar dengan apa yang semua orang bicarakan tentang hujan, hujan selalu berakhir dengan malapetaka. Satu persatu orang mulai pergi mencari perlindungan, ada juga dari mereka yang memilih berdiam dan pasrah. Aku sudah tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, hampir semua bangunan di Kota ini hancur dan hampir semua manusia yang tinggal di Kota ini meninggal. Aku tak tahu apakah aku benar-benar beruntung, sampai saat ini aku tak pernah merasa jika aku benar-benar telah selamat.

Aku hanyalah sisa-sia dari semua makhluk hidup yang masih bernyawa di Kota ini, layaknya sedang mengantri menunggu giliran untuk mati. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa tersiksa, aku tersiksa melihat semua kejadian di depan mataku. Gempa yang terjadi bukanlah gempa yang sembarangan, melainkan guncangan yang sangat dahsyat yang merubuhkan seluruh tatanan Kota, manusia, pemerintahan, aturan dan lain sebagainya.

Apa tuhan itu benar ada?

Apa dia sedang murka?

Hitam, hitam, dan hitam, sejauh mata memandang hanya warna hitam yang kulihat. Entah pergi kemana warna yang lainnya, di bawah sini benar-benar gelap, meskipun tidak benar-benar gelap, entahlah. Tanah yang amblas membuat cahaya semakin sulit sampai kebawah sini, entah sampai kapan awan hitam akan terus menutupi langit, di tambah asap dari kebakaran akibat ledakan dari hancurnya beberapa pesawat membuat mata sulit untuk melihat dengan jelas.

Apakah ini akhir dunia?

Sepertinya sesuatu yang tak masuk akal sedang terjadi, perasaan ku tidak enak. Sial! Yang benar saja, dalam keadaan Kota yang cukup gelap seperti ini kita benar-benar tak memiliki pencahayaan yang mumpuni. Aku tak bisa membayangkan betapa gelapnya Kota ini dimalam hari. Setidaknya kita masih bisa membuat obor itupun jika masih ada korek api yang tersisa, pasalnya di jaman ini semua orang sudah tak memakai korek api, sialan.

Dari kejauhan aku melihat orang-orang yang masih selamat mencoba menyalakan jenset dan beberapa alat-alat elektronik lainnya, namun alat-alat itu benar-benar mati total. Aneh sekali, ada apa ini? Aku merasakan dejavu yang luar biasa, tunggu... ini bukan dejavu!

Apakah kejadian ini ada sangkut pautnya dengan pesawat yang tiba-tiba terjatuh itu? Entahlah, aku benar-benar tak mengerti.

Semua benda elektronik sekarang mati total.

Dup...

Saat aku sedang berpikir tentang hal itu tiba-tiba Fay bersandar dipundakku, dia tertidur.

Tanpa mempedulikan tempat, kondisi, dan situasi dia tertidur begitu saja di pundakku, maaf Fay tapi pundakku bukan tempat untuk bersandar. Aku membaringkannya kebawah dengan hati-hati, setelah melihatnya aku sadar dia sangat kelelahan sekali, mengingat dia pernah bercerita jika dia mengidap insomnia.

Wajahnya yang sedang tertidur benar-benar cantik sekali, apa dia tak merasa takut apapun? Meskipun dia ahli pedang dia bisa lengah seperti ini, aku... aku bisa saja menyergapnya, memperkosanya.

Arghhh!! Sialan! Otak ku benar-benar sudah tidak waras!

"Mama.... Papa..."

Hmmmh? Dia mengiggau? Semakin kuperhatikan wajahnya yang sedang tertidur terlihat sangat cantik sekali!

Saat itu juga... wajahku dengan sendirinya mendekati dan terus mendekati wajahnya dan semakin dekat!

Aku bersumpah ini terjadi dengan sendirinya!

ku tak bisa menghentikannya!!

Siall!!!!!

"Gomu-gomu no...."

"…Hah???"

"Pistool!!!"

—bugggg!!!!!!!!!!!!!

"Arghhhhh!!!"

Dia mengigau salah satu jurus andalan luffy dari One Piece dan pukulannya tepat mengenai wajahku! Sakit sekali sialan! Tapi aku bersyukur, aku hampir saja melakukan sesuatu yang dapat mengakhiri seluruh kehidupanku! Sialan!!

Kenapa aku selalu melihat dia??!! Dasar gadis bodoh sialan!

Saat ini cuaca seperti biasanya, hujan gerimis disertai suara gemuruh petir dari langit, dan tentunya cukup gelap, hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam Kota. Aku lelah sekali, aku juga belum tidur, apakah sekarang siang? Sore? Atau malam? Entahlah, semua terlihat sama.

Aku dan Fay beristirahat di salah satu puing bangunan yang hanya memiliki satu tembok yang masih berdiri tegap dan atap yang masih tersisa setengahnya dengan dua tihang retak yang menyanggahnya.

Aku bersandar di tembok, beristirahat dan menunggu kesadaranku hilang terbawa arus aliran sungai alam bawah sadar, ku harap jika dunia yang ku tempati saat ini hanyalah mimpi, aku harus segera bangun dari semua mimpi buruk ini.

Aku tak ingin berlama-lama ada di sini.

Disekitar sini sudah benar-benar sepi, tak ada satu orangpun yang berlalu-lalang lagi, karena beberapa dari mereka telah pergi, dan ada pula yang benar-benar telah pergi... dari dunia ini, mati. Sebagian orang telah meninggal karena bencana ini, dan sebagiannya lagi meninggal karena sudah tak tahan lagi... dengan semua rasa sakit ini.

Mereka mati tepat di hadapanku.

Mereka membunuh dirinya sendiri... tepat di depan mata kepalaku sendiri.

Kami adalah sisa-sisa dari mereka yang masih bernyawa.

Kami hanyalah hantu gentayangan.

Kami hanyalah mayat hidup yang sedang beristirahat di tengah-tengah tumpukan puing-puing bangunan, kami tertidur di antara ribuan mayat yang tergeletak begitu saja di sekitar kami, sedikit demi sedikit rasa kemanusiaanku perlahan pudar dan mulai menghilang.

Sekali lagi kuucapkan—

Aku tak ingin berlama-lama di sini!

Kumohon!

Siapa saja!

Bangunkan aku!

Bangunkan aku dari mimpi buruk ini!