Sekarang aku berada di ruang kerjaku sambil disidang oleh dua orang pahlawan yang telah bersusah payah menghentikanku.
"Terima kasih." Kataku pada mereka sambil melihat kedua kepalan tanganku yang dibalut oleh perban. Aku sudah merawatnya setelah membersihkan diriku.
"Kupikir kau mengalami masalah kejiwaan serius, Rei."
Mendengar itu, Jason langsung memukuli Andri dengan bantal. Itu bukanlah cara berbicara yang baik pada orang yang sedang sangat sensitif sepertiku. (Jangan ditiru!). Jika aku tidak dihentikan oleh mereka tadi dan sadar akan luka di kepalan tanganku, aku pasti juga sudah meninju anak itu sampai mati.
Tetapi, aku mengerti mengapa dia mengatakan hal itu.
"Ini tidak biasanya kau marah malam-malam. Dan untungnya tak ada tetanggamu yang datang dan protes." Kata Jason setelah memukuli Andri.
"Menurutmu apakah para gadis di atas mendengarnya?"
"Entahlah. Kau saja melarangku ke atas."
Aku menjadi terdiam karena menyesalinya. Sebenarnya aku juga merasa takut kalau mereka mendengar kegaduhan tadi. Ya, aku takut ekspresi mereka setelah melihat apa yang terjadi. Tapi melihat tidak ada yang turun dari lantai dua, sepertinya mereka juga memiliki kegiatan yang asik.
Baguslah kalau begitu.
"Yang pertama cerita dulu." Kata Jason. "Sebenarnya sudah terlihat aneh saat Kei masuk ke rumah sendirian tadi. Mungkinkah..."
Apakah mungkin karena di restoran tadi...
"Ya, tebakanmu benar."
Kali ini Jason terlihat kesal. Aku mengerti dia seperti itu karena sudah lelah memberitahuku tentang masalah ini. Selama ini Kei tidak pernah semarah ini dan akan sangat kacau jika terjadi. Pada akhirnya, aku yang terkena efeknya.
"Kau harus belajar dari BJ yang tidak pernah meninggalkan pacarnya." Katanya. Sepertinya dia tidak ingin mengingatkanku lagi kali ini. Mungkin ini yang disebut sebagai 'lelah'.
"Kurasa masalahnya tidak di situ." Kataku.
Jason terlihat tidak mau mendengar karena baginya aku itu selalu banyak alasan.
"Salah satu teman angkatannya memberikannya undangan pertunangan tadi dan dia sangat excited membicarakannya."
"Lalu apa pikirmu soal itu, Rei? Perempuan itu selalu ingin diperjuangkan mati-matian oleh pasangan mereka."
Aku dan Jason sangat terkejut mendengar itu dari Andri. Bayangkan, A-N-D-R-I. Yang selama ini aku dan Jason mengenalnya sebagai maniak komputer dan sudah berpikir bahwa Andri sudah menikahi komputer dan isi-isinya.
"Jika anak sepertinya bisa berpikir seperti itu, tandanya kamu sudah sangat parah, Rei!"
"Apakah aku tidak bisa jujur kalau aku tidak siap dengan itu semua?"
"Bukan itu maksudnya, Rei."
Aku benar-benar tidak mengerti.
"Aku melakukan ini juga demi dirinya. Jika memang dia menginginkan tahap ke selanjutnya, dan aku meng-iya-kannya, kau pikir dia akan bahagia? Kalian saja kesal sendiri karena aku lebih sibuk kerja daripada mengurus Rin dan Kei."
"Maksudku adalah kau tidak memiliki komitmen, Rei. Contohnya adalah kau tidak mau mengalah sedikit untuk memilihnya daripada pekerjaanmu."
Sama saja apa yang dikatakan Kei tadi di restoran. Apakah hanya Aisyah yang bisa mengerti posisiku sekarang?
"Menurutku, Rei. Kau bisa lebih egois untuk kehidupanmu sendiri. Maksudku, kau pasti memerlukan seorang pendamping untukmu kelak."
"Hei, aku hanya masih bocah berumur dua puluh tahun."
"Sebenarnya, orang lain menilaimu lebih dewasa daripada itu. Kau sudah menjadi idaman banyak wanita karena sifatmu yang terlihat seperti pria yang sudah lebih dewasa daripada kenyataannya."
Bagaimanapun Jason menjelaskan, aku tidak bisa mengerti apa maksudnya.
"Sederhananya, banyak cewek halu di luar sana yang ingin menikah dengamu karena kau terlihat 'hot' bagi mereka." Andri menjelaskan.
"Ya, seperti itu. Dan ketika Keiza berhasil mendapatkanmu, dia pasti merasa sangat bangga karena memenangkan hatimu dan menjadi ratu."
"Apakah itu yang dipikirkan para perempuan?" aku bertanya sambil menganga lebar-lebar. Ini pertama kalinya aku mendengar hal ini dan membuatku merasa aneh.
Kedua laki-laki di depanku mengangguk dengan kompak.
Aku memang akhirnya mendapatkan jawaban dari pertanyaanku sebelumnya tentang apa yang dipikirkan oleh perempuan sebenarnya. Tapi mengetahui kenyataannya ternyata membuatku merasa aneh. Rasanya seperti tidak wajar dan berlebihan.
Apakah benar perempuan itu mengejar mati-matian laki-laki pujaan mereka dan merasa bangga setelah mendapatkannya sebagai 'suami'? Ya, aku percaya bahwa label suami sangat kuat pengaruhnya. Tapi apa tujuan dari perempuan itu setelah merasa jadi ratu sejagat? Overproud? Berkuasa? Nama?
Aku sungguh tak mengerti!
"Lalu apa yang dilakukan perempuan setelah menjadi ratu?" aku akhirnya melemparkan pertanyaan kepada mereka. Cukup pusing memikirkan bagaimana otak perempuan bekerja.
"Mereka akan mengurusmu dan membesarkan anak-anakmu."
Aku cukup terkesan dengan jawaban singkat itu. Tapi itu tidak membuatku merasa senang. Maksudku, aku lebih mempertanyakan tentang kepribadian perempuan itu daripada harus mengurusku dan membesarkan anak-anak.
Di dalam pikiranku, aku merasa bahwa aku butuh untuk diurus. Maksudku aku bisa melakukan semuanya sendirian. Aku mampu memasak meskipun memakai mesin canggih dan resep-resep pilihan terbaik. Aku juga mampu mengurus semua keperluan pribadiku sendiri, seperti laundry dan kebersihan rumah. Toh, aku ada robot maid mini yang bisa membantuku melakukan pekerjaan rumah.
Tapi mengurusku? Dalam apa? Di ranjang? Tapi apakah hanya itu?
Aku makin berpikir bahwa perempuan seperti itu seperti tidak berguna.
Tapi untuk sekarang, menurutku Keiza berbeda. Aku melihatnya sebagai sosok pekerja keras dan sifatnya yang sangat perhatian. Nyatanya, dia punya tujuan hidup seperti menjadi model internasional, dan dia juga bekerja keras untuk itu. Lalu dia mau membantuku mengurus Rin. Dan... dia juga mau menerima kesibukanku (sebelum masalah ini, sih). Selain itu, dia juga begitu cantik.
Dia sempurna! Kuakui itu.
"Aku tidak mengerti." Kataku akhirnya.
"Jadi, apa tujuanmu pacaran dengannya?"
"Karena aku mencintainya."
Jawabanku ternyata salah. Aku bisa melihat kedua ekspresi yang terlihat kecewa terhadapku.
"Setiap perempuan menerima pacaran karena melihat laki-laki itu serius dengannya, membuat komitmen dan mempersiapkan untuk lebih jauh!"
"Whoa... wait wait! Kau berlebihan, Jason. Aku tidak mempersiapkan untuk hal yang lebih jauh itu."
"Rei, kau ternyata sangat buruk untuk urusan perempuan ya..." Andri meledekku. Inginnya aku menarik kepalanya ke gym agar dia bisa melihat wajahnya sendiri di depan dinding cermin di gym.
"Masalahmu hanyalah tidak memiliki komitmen itu. Kau sudah salah sejak awal kalian berpacaran!"
Pada akhirnya aku juga yang disalahkan terus-terusan.
"Apakah kau juga menyalahkan perasaanku?"
Bagaimanapun itulah alasanku mengapa aku mengencani Keiza.
"Bukan seperti itu, Rei. Kau harus memiliki sesuatu yang memberikan 'kepastian' padanya di masa depan, bukan?"
Lama-lama aku bisa gila benaran membicarakan topik seperti ini. Kurasa, ini sudah mencangkup pandangan orang-orang tentang hubungan yang baik itu seperti apa. Dan pandanganku dan Jason sudah sangat berbeda. Kami takkan bisa disatukan jika sudah urusan perempuan.
Tapi setidaknya aku belajar sedikit tentang isi kepala para perempuan itu.
Aku akhirnya masuk ke rumah dalam untuk beristirahat.
"..."
Sial! Aku kelupaan tentang Keiza! Dia masih di rumah ini dan aku belum mengantarkannya pulang. Jam berapa sekarang? Aku mencari-cari jam dan bodohnya aku tidak menekan dinding untuk mengeluarkan layar hologram.
29 Maret 2079, 00.12 WIB
Aku akan mati bertemu dengan papanya Keiza nanti!
Keiza pasti berada di kamar Rin sekarang, aku harus menjemputnya di sana dan mengantarkannya pulang sebelum makin terlambat.
"Rei?" Itu suara Keiza dari dapur.
Aku menengok melihat Keiza yang sedang membawa segelas minuman. Sekarang dia memakai pakaian santai yang biasanya dia pakai saat dia tidur di rumahku.
"Hei... maafkan aku. Aku seharusnya mengantarkanmu pulang." Kataku sambil mendekatinya.
"Tak apa-apa, Rei. Aku sudah izin ke papa untuk menginap karena aku harus menemani Rin malam ini. Dia sangat kesepian hari ini jadi aku berniat untuk menginap." Jawabnya. Kemudian dia memberikanku segelas jus. "Aku membuatkanmu jus, biar lebih segar."
Aku tidak tahu apa-apa lagi harus berkata apa. Jadi aku mencium keningnya bersamaan mengambil gelasnya darinya dan meletakannya di atas meja. Kupeluk erat-erat tubuhnya.
"Kei, maafkan aku tadi ya... aku membuatmu kecewa dua kali hari ini."
"Rei, aku sebenarnya juga ingin minta maaf karena aku egois hari ini. Aku tidak tahu mengapa aku bisa egois seperti tadi. Kurasa karena pre-periodku bulan ini."
Keiza terdengar seperti anak kecil yang merengek meminta maaf karena kesalahannya sendiri. Innocent-nya itu dan kebaikannya begitu menggemaskan!
Lagi-lagi aku mencium keningnya dalam-dalam.
"Kei, dengarkan aku. Untuk sekarang, aku masih tidak memiliki komitmen yang kau harapkan padaku. Maafkan aku, Sayang. Tapi yang bisa kuberikan sekarang adalah sebuah kenyataan bahwa aku sangat mencintaimu."
Respon yang kudapatkan dari Kei adalah pelukannya yang makin erat. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia membenamkannya di dadaku. Entah apa yang ada di pikirannya, tapi aku merasa bahwa responnya bertanda baik.
"Kau sudah banyak mengalami hal buruk dua hari ini. Dan kau berhasil melewatinya." Kataku dengan lembut sambil membelai kepalanya. "Well done, Kei. Dan aku sangat mencintaimu."
Keiza mendongak. Di balik cahaya lampu yang sedikit redup, aku bisa melihat kecantikan wajahnya.
Oh, sial.
"Semuanya berkat kau selalu di sampingku hari ini, Rei. Ya meskipun tidak setiap waktu, kau menemaniku dan terus mengingatkanku. Aku harus berterima kasih atas itu semua padamu, Babe."
Keiza menutup kedua bibirnya seperti menahannya untuk mengatakan sesuatu. Tapi, dia akhirnya mengatakannya.
"I love you too, Rei."
Oh, sial! Sial! SIAL! Dia membuatku tidak bisa menahannya lagi!
Seketika aku langsung menabrakan bibirku ke bibirnya yang lembut. Dengan sedikit agresif, aku melumat bibirnya dan sedikit menggigitnya untuk menggodanya. Seperti biasa, tubuh Keiza terasa menegang saat aku melakukannya dengan tiba-tiba. Dia terkejut sebentar lalu bisa mengikuti irama ciuman yang aku berikan.
Bisa kubilang bahwa Keiza adalah a good kisser. Dia tahu harus membalas ciuman agresifku seperti apa dan memberikan efek yang semakin panas di ruangan ini. Ah, aku yang sebenarnya yang semakin memanas sampai udara dingin AC tidak bisa mengalahkannya. Karena hal itu pun, aku sedikit kehilangan kendaliku.
Aku mengangkat tubuh Keiza dan mendudukannya di atas meja agar tinggi kami bisa lebih sejajar dan nyaman. Karena aku melakukannya sedikit terburu, itu mengakibatkan gelas yang berisikan jus tersenggol dan hampir tumpah. Tentu saja, Keiza yang merasakannya terganggu dan memberikan jarak di antara kami untuk mengurus gelas sialan itu.
"Kau tak mau minum?" tanyanya.
Yang kuinginan sekarang adalah merasakannya.
"Sini." Aku akhirnya menerima gelasnya dan meminum habis jus segar itu. Isinya adalah berbagai macam buah-buahan yang berasa manis dan sedikit asam.
Setelah habis, Keiza mengambil gelasnya dan meletaknya ke mesin pencuci piring. Saat dia berada di dekat mesin itu, dan langsung memeluknya dari belakang. Ya, permainan ini belum seutuhnya selesai. Panas di tubuhku masih bertahan meskipun aku sudah meminum jus itu.
Aku mencium leher dan pundaknya.
"Babe..." kudengar suara mendesah. "Jangan di sini."
Aku menghentikan aksiku karena aku ingin melihat wajahnya sekarang. Kuputar tubuhnya perlahan hingga kami saling bertatapan. Sangat cantik dan menggemaskan! Hanya dengan itu, dia bisa langsung menaikan hasratku.
"Ayo ke kamarku." Ajakku sambil tersenyum lebar kepadanya.
Kemudian aku menggendong tubuh Keiza dan menahan pantatnya tepat di pinggangku. Kini dia sedikit lebih tinggi daripadaku sehingga aku bisa bertatapan langsung dengan wajah bagian bawahnya. Dengan begini, aku memiliki akses yang luas dengan bagian bawah kepalanya.
Dan tentu saja, aku melakukannya sambil membawanya ke kamarku. Tubuhnya dia begitu berat bagiku, tapi aku terburu-buru membawanya ke kamarku dan meletakannya di atas kasurku. Malam ini aku melakukannya dengan lebih agresif untuk menunjukan bahwa aku menginginkannya sekarang.
.
Bab 26
The Pretenders IV