"Selamat pagi, Rei. Pagi ini aku sangat sibuk untuk pemotretan tiga tempat sekaligus. Jadi aku sangat minta maaf karena tidak bisa berkunjung pagi ini. Aku tidak begitu khawatir tentang sarapanmu dan Rin, skill memasakmu sudah membaik, bukan? Haha... Tapi, aku cukup khawatir tentangmu dan Rin. Mungkin sekarang kau sedang di gym dan membanting semua alat beban-beban itu. Jika memang benar, aku tidak bisa melakukan banyak hal, tapi aku ingin membujukmu untuk lebih bersabar. Aku tahu kau sangat kesal karena tingkah Rin yang menyebalkan tiap harinya. Dia memang seperti itu, bukan? Kita sama-sama tahu kalau dia selalu ingin perhatian lebih dari kau, Rei. Dan kehadiran Brandon kemarin kuharap membuatnya menjadi lebih baik lagi. Dan... sampai bertemu nanti siang. Aku memang sedikit takut untuk menemuinya, em... Brandon. Tapi kau memang benar, Rei. Aku harus memberitahunya yang sebenarnya. Tidak peduli apa reaksinya nanti, entah membenciku atau malah mengutukku. Yang penting, aku meluruskan hal ini padanya. Dan kau akan tetap bersamaku kan, Rei? I love you..."
Beep! Suara itu mengakhiri pesan suara itu.
Lalu aku menambahkan suara yang lebih keras lagi dengan membanting beban barbel yang barusaja kuangkat. Seperti katanya, ini sebagai pelampiasanku akan apa yang terjadi pagi ini.
Aku sudah melakukan semua hal yang harusnya kulakukan pagi ini-melampiaskan amarahku-dengan semua peralatan di ruang gym-ku. Mulai dengan sak tinju yang kupukul-pukul sampai membuat kedua kepalan tanganku memar, lalu aku juga sudah mengangkat berbagai alat berat seperti barbel dengan berbagai berat sampai lima puluh kilogram. Semuanya itu aku melakukannya dengan sengaja, menghajar habis-habisan tubuhku karena aku merasa sangat marah dan kesal.
Bagaimana tidak?! Pagi-pagi yang cerah dan sangat indah ini bisa dihancurkan oleh si sialan itu seketika! Jika dia bukan saudara kembarku, aku pasti sudah... sudah...
Arg...!!!
Aku yakin anak itu sekarang tersenyum menyombongkan kemenangannya.
Sialan! Aku bahkan tak bisa melukainya meski itu hanya di dalam otakku saja. Bahkan sak tinju dan beban berat barbel tidak bisa mengalahkan beban amarahku.
Ini membuatku begitu frustasi.
Aku tidak mengandalkan kekerasan jika aku sedang marah. Dan aku tidak akan selebay ini sampai berapi-api rasanya. Tapi, aku sudah tidak bisa menahan amarah sejak dahulu sekali hingga saat ini karena si sialan itu!
Ya, aku bisa memahami Brandon JayaChandra sekarang yang tidak ingin menemuinya, selain karena pacarnya tentu saja. Hidup bersamanya sudah membuatku stres maksimal.
Rin memang memiliki perilaku yang kurang baik, etika yang sangat rendah, dan pusat dari kebenaran. Aku yakin dunia akan hancur seketika jika dia menjadi presiden dengan bodohnya memimpin sebuah negara. Dia takkan memperdulikan apa tanggung jawabnya dan orang-orang di sekitarnya, dia hanya peduli dengan dirinya sendiri. Sungguh egois! Dia takkan pernah menerima apapun yang tidak membuat hatinya begitu bergembira dan menghukum mati yang membuatnya merasa tidak senang.
Memangnya dia seorang ratu besi? Orang tidak memiliki otak itu baru benar.
Sangat disayangkan untuk dirinya yang bisa bersikap seperti ini. Aku sudah menyalahkan diriku beribu kalinya atas perilakunya seperti itu dan mencoba untuk merubahnya. Namun setiap diberi tahu, dia membungkam mulutku dengan kata-kata yang seharusnya tidak selayaknya dikatakan olehnya.
Dan itu yang membuatku begitu murka pagi ini.
"Tuan, waktunya Anda bersiap-siap untuk pertemuan harian."
Otto menghentikan amukanku dengan sak tinju lagi. Sebelumnya dia membacakan beberapa pesan dan membiarkan pesan suara dari Kei masuk.
Daripada Kei, Otto bisa mengehentikan amukanku seketika karena aku harus segera berfokus dengan pekerjaanku. Sedangkan Kei, dia lebih pandai dan cepat dalam menenangkanku secara emosional.
Aku bersyukur memiliki mereka berdua.
"Ya."
Aku mengambil handuk gym-ku lalu aku mengusapkannya ke seluruh tubuhku yang basah karena keringat. Suhu tubuhku masih sangat panas dan membuat tubuhku begitu gerah. Bahkan segelas air es yang kuminum setelahnya tidak dapat meredakannya.
Sepertinya aku harus mandi.
Itu, jujur saja, ide yang brilian. Air dingin dari shower langsung membasahi seluruh tubuhku, terlebih kepalaku. Semua amarahku langsung bisa mendingin secara perlahan saat air mulai membawanya dengan mengalir sampai ke atas lantai kamar mandi. Tubuhku juga ikut mendingin seraya isi kepalaku sudah makin membaik.
Ah... andaikan setiap masalah bisa hilang secepat ini.
Setelah selesai mandi, aku mulai naik ke lantai dua untuk memakai pakaianku. Aku tidak membawa pakaian ke bawah karena saking kesalnya dan berakhir hanya bertelanjang dada dan handuk yang menutupi area perut ke bawah.
Sesampainya di lantai dua, aku melihat Rin berada di meja makan. Dia duduk membelakangi pintu masuk. Sepertinya dia menikmati sarapannya kali ini.
Ini mengalihkanku sehingga aku mendekatinya. Selain itu, aku juga teringat akan sesuatu.
Diam-diam aku mengintipnya untuk melihat apakah benar dia menikmatinya atau tidak. Dia terkadang suka berbohong tentang ini, maksudku seperti menutupi beberapa hal yang membuatnya merasa senang.
Well, ini memang membuat saudara kembarku ini terlihat begitu aneh.
Dan ternyata tebakanku benar. Rin makan sarapannya dengan sangat lahap. Apalagi saat dia memasukan buah-buahan segar di atas banana smoothie-nya.
Jangan lupakan fakta bahwa Rin sangat suka sekali makan.
"Enak, bukan?" aku sengaja mengagetkannya.
Dia terkejut seperti seorang siswa yang ketahuan menyontek contekan di pahanya. Kakinya yang bergetar menyenggol tas berisi tabung oksigen kecil dan membuatnya terjatuh. Tapi untungnya tas itu terkena kursi di sampingnya sehingga tas itu seperti bersandar pada kursi itu.
Suara dari tabung itu membuat suasana di sini tiba-tiba saja sunyi sebentar.
"Menjijikan!" Itu katanya sambil bangkit berdiri dan mengambil tasnya.
Rin tidak membiarkan mangkoknya tetap berada di tempat ini, sehingga dia membawanya dengan satu tangan. Sedangkan tangan lain mengambil tas oksigennya. Saat dia akhirnya berbalik, dia menabrak tubuhku yang masih sedikit basah.
Ah, untungnya mangkoknya tidak tumpah. Bisa-bisa aku mandi dua kali pagi ini.
Aku terdiam saja dan terus memandanginya. Dia mungkin bisa merasakannya dan menengok ke atas sambil menatapku kesal.
Rin memiliki tubuh yang pendek. Tingginya hanya sampai di pundakku saja. Melihat bentuk fisiknya yang mungil, dia sering dibilang adik daripada kembaranku. Dan kebanyakan juga bilang bahwa dia tidak cocok sebagai kembaranku karena sikapnya yang seperti anak kecil.
Selain itu, Rin memiliki kulit yang putih dan selalu terlihat lebih pucat di bagian wajahnya. Kedua matanya bulat dan dihiasi dengan kelopak mata yang panjang. Dia sebenarnya sangat cantik, tapi lebih ke imut. Meskipun dia harus memakai selang oksigen tiap dia keluar dari kamar.
"Menjijikan." Katanya lagi dengan kesal.
Dia berusaha untuk berputar dan melewatiku, namun aku menghalanginya.
"Rei, kau sangat menjijikan!" Katanya kesal.
"Kau sepertinya menyimpan sesuatu yang kupunya."
"Tidak."
Dia mencoba kabur namun aku berhasil menahannya. Kekuatan fisiknya memang sangat lemah. Ketika dia mendorongku dengan sikutnya agar menyingkir dari jalannya, dia lah yang menjadi terdorong sendiri.
"Hanya kau yang berani masuk ke kamarku dan tahu dimana aku menyimpan benda itu. Kau mengambil dua botol, bukan?"
Rin membuang pandangannya dan mendesah kesal.
"Punyaku habis."
"Jatahmu adalah seminggu lagi. Seharusnya kau tidak memerlukannya sekarang."
"Rei, dokter Hans yang memintaku untuk meminum obatnya dengan dosis dua kali lipat."
"Serius?! Jangan bohong."
"Tanya saja padanya. Kau tidak akan mengerti soal obat-obatanku."
Setelah mendengarnya, aku membiarkannya lepas. Ya, dia menang lagi pagi ini dan aku sudah dua kali kalah juga. Dua kosong! Itu kekalahan telak!
"Kau menjijikan Rei! Tubuhmu yang otot semua, otakmu, dan masakanmu!" Itu pesan terakhirnya sebelum akhirnya masuk ke kamarnya.
Mengurusnya harus lebih dari ekstra sabar.
Aku penasaran Kei terbuat dari apa karena hanya dia yang bisa sangat sabar meneladeninya.
Akhirnya aku masuk ke kamarku dan memakai pakaianku. Setelah itu, aku menelepon dokter Hans terkait dengan obat-obatannya Rin.
"Oh, Rei. Ini untuk membuat kondisinya membaik. Aku mendapatkan statis yang baik tentang kondisinya setahun ini. Jika kita menambah daya tahan tubuhnya, sesuai perkiraanku dia akan sembuh dengan sangat cepat."
Omong kosong apa yang kudengar ini?!
"Itu berlebihan, Dokter. Anda seharusnya tahu bahwa obat itu berbahaya jika dikonsumsi berlebihan."
"Rei, maafkan aku. Menurut penelitianku, Rin akan baik-baik saja. Justru dengan kondisinya yang seperti itu, dosis yang sedikit berlebih itu akan membantunya memulihkan kondisi tubuhnya dan membuat tubuhnya lebih kuat. Imun tubuhnya juga akan lebih meningkat."
Aku memang tidak pernah memahaminya. Sebelumnya, dia mengatakan bahwa Rin harus menjalani perawatan setiap waktunya karena penyakitnya tidak bisa sembuh. Pilihannya berada di tangan ayah yang menginginkan putrinya harus hidup. Sedangkan aku hanyalah robot yang harus bekerja ekstra untuk membiayai semua perawatannya. Itupun aku sudah cukup tidak berharap akan kesembuhannya.
Anehnya, dokter Hans sudah mengurus Rin selama lima tahun ini, dan baru kali ini dia memberitahu tentang perkembangan di tubuhnya.
"Apakah itu bisa menjanjikan?" aku bertanya dengan nada berharap yang kubuat dengan sempurna.
"Ya, tentu saja. Rin pasti bisa menghirup bebasnya udara lagi."
Itu terdengar seperti dia sedang menyandra Rin daripada memberikan jaminan. Aku membencinya.
"Baiklah, Dok. Tolong kirimkan data tentang perkembangan yang Anda maksudkan ke akun saya dan ayah. Beliau sudah sangat khawatir tentang kondisi Rin."
"Tentu saja, Rei. Tentu saja."
"Kalau begitu, saya tutup teleponnya. Maaf mengganggumu beristirahat, Dok. Terima kasih."
Sepertinya aku harus mulai untuk mengawasinya. Semakin kemari, dia membuatku semakin curiga terhadapnya. Dia juga akan semakin menunjukan niat aslinya terhadap pasiennya.
Dan, orang tua itu pasti akan mempercayainya langsung.
Untuk saat ini aku harus sedikit lebih bersantai. Aku tidak bisa membatalkan janjiku kepada mereka yang memaksaku untuk mengambil cuti dari segala pekerjaanku. Selain itu, aku harus membantu mereka untuk mengurus pesta di akhir pekan ini. Aku tidak ingin membuat Kei kecewa akan pesta ini besoknya.
Meskipun begitu, aku harus menghadiri beberapa pertemuan pagi ini. Jadwal terdekatku pagi ini adalah pertemuan informal dengan Kelly.
Dia menggunakan tubuhku sebagai subjek uji cobanya di lab. Setelah diberi tahu apa tujuannya, itu membuatku tertarik dan mau menerimanya. Bagaimana tidak? Aku diberi jaminan pergi ke luar angkasa! Itupun kalau penelitian dan uji cobanya berhasil.
Setelah persetujuan kami yang terjadi dua hari yang lalu, dia memberitahuku bahwa kami harus sering berkomunikasi. Entah tentang apapun, tapi kami juga harus kembali profesional untuk urusan penelitiannya. Dikarenakan posisinya yang jauh dan katanya dia tidak memiliki banyak waktu, dia memberikanku jadwal pertemuan dua hari sekali pada pukul delapan pagi.
Aku duduk di kursi meja belajarku. Seharusnya aku memakai meja kantorku yang berada di lantai satu, tapi karena masih ada banyak hal untuk persiapan pesta yang mengharuskan kantorku sebagai gudang kedua (dan karena Andri tukang tidur masih terlelap nyenyak), aku harus menggunakan meja yang selalu kugunakan zaman SMP. Kutekan meja belajarku yang sudah terhubung langsung dengan ponselku sehingga memunculkan beberapa jendela hologram.
Aku menutup semua jendela tersebut dan menyisakan dua jendela hologram. Salah satunya adalah situs-situs berita nasional dan internasional yang memberikan beberapa berita terbaru terkait tentang perekonomian, termasuk kasus buruh-buruh yang malang, hutang negara, pasar global, dan sebagainya.
"Otto, tolong persiapkan berita tentang buruh akhir-akhir ini. Mereka terlihat begitu liar." Perintahku pada Otto.
"Baik, Tuan."
Aku menutup jendela berita itu dan menggantinya dengan jendela hologram yang lain. Jam sudah menunjukan pukul delapan tepat, ini waktunya untuk bertemu Kelly secara tidak langsung.
Karena pertemuan sudah diatur sebelumnya, kami bisa langsung terbuhung tanpa adanya tanda notifikasi perizinan dan lain-lain. Sederhananya, kami tinggal menghidupkan layar hologram dan langsung bertatap muka.
Kali ini aku melihat wajah Kelly yang begitu cerah. Dia seperti sehabis menikmati liburan yang sangat menyenangkan sehingga membuatnya terlihat begitu segar. Aku takkan menyangkal bahwa dia sehabis liburan karena aku bisa melihat pemandangan di belakang tubuhnya. Di baliknya, tepatnya di balik jendela besar itu menunjukan pantai lepas dan lautan tropis. Dia pasti berada di sebuah resort yang mahal, mungkin berada di pulau di Nusa Tenggara.
Ini sedikit aneh melihatnya bisa seperti itu sekarang.
Selain itu, aku juga melihat hal lain yang mencolok akan perbedaannya. Selain rambut hitamnya yang tergerai, menunjukan betapa lurus dan berkilaunya rambutnya, dia juga memakai softlens. Untuk penampilan? Kurasa iya. Dia seperti perempuan pada umumnya yang selalu peduli dengan apa yang dipakainya. Menurut Ms. JN, dia pernah memakai gaun dari salah satu designer terkenal, yaitu AnB, salah satu brand favorit Kei dan di mana dia bekerja juga.
Hanya saja, aku merasa sedikit aneh karena dia tidak pernah memakainya di kampus-sejauh aku bertemu dengannya.
Tapi dengan begitu, aku bisa melihatnya seperti perempuan blaster antara Asia dan Amerika.
"Hai, Rei. Selamat pagi."
Itu cukup membosankan karena dia menyapaku dengan begitu formal.
"Hai... liburannya pasti menyenangkan." aku sedikit menyindirnya.
"Huh?!"
Aku memberikan gestur kepalaku dengan menunjuk sesuatu di belakangnya. Dan dia menyadarinya lalu tertawa geli.
"Ya, aku beruntung mendapatkan kamar yang bagus."
Aku jadi penasaran di mana letak resort itu. Jika tempatnya bisa menunjukan se-epic itu pemandangannya, aku yakin tempat itu properti seseorang. Sepertinya Kelly memiliki koneksi yang bagus juga.
"Dan ngomong-ngomong, Rei. Bagaimana dirimu?"
"Kau bisa melihatnya di statusnya, bukan?"
"Ya, secara fisik. Yang kumaksudkan adalah hari-harimu."
"Kau ingin mengetahui tentang hari-hariku?"
Dia mengangguk.
"Tidak buruk. Tapi, by the way, aku akan mengadakan pesta weekend ini."
"Sounds fun." Katanya tanpa menunjukan ketertarikan di dalam nadanya.
"Kuharap kau tidak pergi karena aku mengundang semua teman-temanku. Kau seharusnya datang dan bertemu dengan mereka!"
"Too bad, Rei. Aku juga ingin sekali... tapi aku memiliki kegiatan penting lainnya." Kali ini Kelly benar-benar terlihat sedih.
"Lalu bagaimana dirimu?"
"Aku? Ah... cukup melelahkan. Aku tetap mendapatkan perkuliahan dan tugas di sini. Ini bukan seratus persen liburan. Aku hanya mencari kepiting dan lobster di lautan lepas lalu memasaknya. Setelah itu menikmatinya sambil mengerjakan tugas. Seperti orang zaman batu, kan? Harus berburu dulu."
"Bukannya asik?!" tanyaku. Aku terkejut kalau Kelly tak menikmatinya.
"Ya, untuk awal-awalnya. Lama-lama kau akan bosan."
Memangnya sudah berapa sering dia harus berburu makanan? Dia kan baru saja di tempat itu.
"Dan Rei. Aku menemukan ide baru. Kau mungkin suka dengan desain barunya."
Oh tidak, dia pasti membahas desain baju astronot ketatnya. Itu membuatku memikirkan kembali betapa menggodanya Kelly saat memakainya.
Jangan salah, aku laki-laki normal yang bisa begitu saja bergairah karena melihat perempuan seksi.
"Aku sudah memberikan barang jadinya ke Satria. Kau bisa melihatnya langsung ke sana dan cobalah. Tapi, aku akan mengirimkan versi 3D yang kugambar."
Dia memperlihatkan gambarnya di jendela hologramku yang lain. Dasar warna dari baju tetap sama, namun dia hanya merubah pola-pola garis biru di baju itu sehingga dapst menonjolkan beberapa bentuk tubuh manusia. Untuk versi laki-laki, garis biru itu menonjolkan otot-otot yang di lengan atas, bagian dada sampai perut, lalu bagian belakang tubuh. Tidak lupa dia juga mempertegas di bagian kakinya.
Desainnya secara aestetik lumayan bagus, tapi kurasa dia belum memerlukannya sekarang. Bukannya dia harus mengetes ketahanannya dahulu ya?
"Bagaimana ketahanannya?"
"Aku sudah meningkatkannya."
Dalam waktu singat?! Yang benar saja.
"Bagaimana bisa kau melakukannya dengan cepat?"
"Desain itu sudah kurancang tiga bulan yang lalu. Aku terus mendesak kampus untuk membantuku merealisasikannya. Dan tada..."
Lalu mengapa dia menyebutnya sebagai barang baru? Mungkin lebih tepatnya baru rilis.
"Kurasa bentuknya lumayan bagus. Apa kau suka tubuh laki-laki yang berotot seperti itu, Kelly?"
Aku tersadar tiba-tiba setelah melihat Kelly terkejut dengan pertanyaanku. Aku pun langsung ingin memukul kepalaku ke meja karena itu membuatku merasa malu.
"Well," Kelly terdengar malu "bukannya laki-laki tubuhnya seperti itu?"
Ini mencerahkanku pada satu hal yang tak kuketahui tentangnya. Dia bisa menjawabnya dengan polosnya!
Alasannya memang logis karena standar tubuh laki-laki sekarang menuntut tubuh yang berotot kekar seperti bentuk tubuh di desain 3D Kelly. Hanya saja dia membuat garis-garis yang sangat menonjolkan otot-otot itu. Tapi mengapa dia menjawabnya dengan begitu polosnya?
Dia sangat jenius, kuakui. Sejak pertama kali bertemu dengannya aku bisa mengira bahwa pikirannya kritis dan selalu berhati-hati. Tapi kali ini...
Mungkin aku pendekatanku berhasil.
"Maksudku, kau terlalu menonjolkan garis-garis itu."
"Oh..." Benar, bukan? Kepolosannya muncul lagi. "Itu karena-"
Tiba-tiba aku mendapatkan panggilan mendadak yang tergolong sangat penting. Biasanya panggilan yang tergolong sangat penting ini bisa menembus sistem saat aku sedang ada rapat atau melembur.
Dan itu dari Kei.
"Kelly, maaf. Aku ingin mengangkat teleponnya sebentar."
"Baiklah."
Aku menghidupkan fitur senyap suara untuk Kelly dan mulai mengangkat panggilan Kei.
Suaranya langsung menjerit di telingaku setelah aku menerima panggilannya, seakan dia sedang dalam masalah besar.
"REI! BUKA SOSMED KAMPUS SEKARANG! CEK POSTINGAN MS. JN TERBARU!"
Aku langsung membuka sosial media kampus karena betapa histerisnya Kei saat ini. Dan firasatku menjadi memburuk seketika.
Di halaman trending terbaru, posisi paling atas adalah berita terbaru oleh Ms. JN yang diunggah jam lima pagi ini.
*
Korban Posesif Kelly Wijaya yang Berujung Pelecehan! Brandon J. Ketahuan Mesum dengan Gadis Lain di Kamar.
.
Bab 20
Ginger Bread and String III