Chereads / Blue Aloe / Chapter 22 - 21 - Ginger Bread and String IV

Chapter 22 - 21 - Ginger Bread and String IV

"Hei, kau tahu tidak? Orang itu adalah Rei. Dia itu pacarnya Keiza, si model cantik itu."

"Mahasiswa JFTU, kan? Kudengar rumornya kalau dia berteman sama anak-anak dari pengusaha besar."

"Itu karena dia sudah mulai kerja sendiri saat dia masih kecil sampai sukses sekarang. Kalau bukan karena bisnisnya, dia takkan kenal dengan anak-anak orang kaya itu."

"Merintis kekayaan dari kecil ya, hebat banget! Jadi iri sama Keiza, asli!"

...

Dan bla bla bla...

Aku tak mengerti mengapa aku harus mendengar lebih jauh dari pembicaraan mereka. Para staf yang berada di pojok ruangan, di sisi paling diabaikan semua orang, terdengar begitu bodoh.

Apakah mereka tak sadar bahwa aku bisa mendengar mereka?

Meski bukan hal yang terlalu buruk, tapi sama saja aku tidak merasa nyaman. Toh siapa yang peduli dengan perasaanku. Aku tak mengenal mereka sama sekali dan bukan urusanku juga.

Sekarang aku berada di sebuah studio pribadi milik AnB Collections, di mana Kei bekerja. Pacarku ini bekerja sebagai model sekaligus brand ambassador dari brand fashion ini khususnya cabang Jakarta. Dia bukan orang yang sangat terkenal seperti para artis, tapi dia cukup terkenal dengan posisinya sebagai model di Asia Tenggara.

Sebagai pacarnya yang sampai membela untuk menjemputnya, aku cukup bangga berada di sini.

Kantor AnB Collections ini sebenarnya cukup besar, sesuai dengan taraf brand-nya yang cukup terkenal di dunia. Hanya saja tidak berdiri sendiri di sebuah gedung pribadi. Kantor ini menyewa area di salah satu gedung perkantoran dan menguasai dua lantai, termasuk memiliki studio sendiri. Bahkan kudengar bahwa tempat produksinya juga berada tempat ini juga.

Aku tak begitu mengerti dengan fashion yang terlihat begitu mencolok itu, berbagai model pakaian dan sejenisnya dipasang dan dipamerkan untuk kompetisi di setiap pintu. Tapi aku mengerti sistem menarik dalam bisnis ini.

AnB menarik banyak designer busana dan sejenisnya untuk membuat karya di bawah perlindungan legalitasnya, asalkan semuanya sesuai dengan perjanjian dan tidak mengacau. Itulah mengapa disebut sebagai 'collections', di mana memiliki berbagai designer untuk membuat kreatifitas mereka dan berkompetisi untuk menaikan nama mereka.

Sistem ini seperti sebuah publisher yang hanya menyediakan tempat untuk para penulis untuk menunjukan karya dan memasarkannya. Dan tentunya harus sesuai dengan ketentuan dari publisher itu sendiri.

Hanya saja, aku tidak habis pikir bahwa ini juga bisa berlaku ke para designer yang memiliki idiologinya sendiri tentang sebuah seni, khususnya dalam urusan busana.

Aku takkan pernah kapok jika harus datang kemari dengan belajar lebih jauh dan mengabaikan staf konyol itu. Jika aku bosnya, aku sudah meneriaki mereka untuk kembali bekerja.

"Rei? Kau sudah di sini?"

Aku mendengar suara yang familiar di telingaku. Lalu kutengok asal suara itu.

Sama-sama bingung, aku dan dia. Sepertinya ada yang tak beres di sini.

"Apa Keiza tidak memberitahumu? Pemotretan di sini tertunda selama 30 menit tadi, jadi dia harus selesai setengah jam lagi."

Dia adalah Aisyah, manager Kei. Dia selalu tahu kalau setiap aku menjemput Keiza pasti mepet dengan waktu selesai pemotretannya.

"Tidak." Jawabku sambil menggelengkan kepalaku.

Jika aku tidak mengambil cutiku, aku pasti langsung pergi dan meminta maaf kepada Keiza.

"Tidak seperti biasanya, bukan?" Sisi itu keluar dari dirinya. Dia pasti sudah mengetahui apa yang sedang terjadi dengan Kei. Daripada menanyakan kepada Kei lebih dulu, dia lebih suka menanyaiku karena sikap curiganya padaku.

Hal itu dikarenakan aku selalu lebih tahu duluan apa yang terjadi dengannya sebelum managernya tahu. Itupun aku harus menganalisa apa yang terjadi dan menduga-duga saja, sampai akhirnya Kei cerita sendiri.

Untuk saat ini, aku harus bertanggung jawab memberitahu Aisyah. Kei sedang fokus dengan pekerjaannya, jika mood-nya begitu buruk pekerjaannya bisa menjadi berantakan. Kami sama-sama tahu itu. Dan perjanjian kecil ini sudah terbentuk antara aku dan Aisyah.

Kini Aisyah duduk di sampingku. Dia memiliki cukup waktu untuk mendengarkan penjelasanku.

"Dia membuat masalah." Kataku. Aku tahu bukan pembukaan yang bagus untuk menceritakan sebuah bencana.

"Apa kau menyalahkannya?"

Kami sama-sama tahu bagaimana kepribadian Kei. Mendengar Kei membuat masalah kepada seseorang dengan sengaja adalah hal yang tidak bisa dipercayai.

"Ini memang salahnya karena berurusan dengan..." aku terhenti sebentar untuk memikirkan kata yang tepat kukatakan, akhirnya, "yang baru viral di kampus."

"Kelly Brandon tak jelas itu?"

Bahkan Aisyah juga menganggap posting Ms. JN juga mulai melantur tentang hubungan seseorang.

"Lebih tepatnya ke Brandon." Jelasku meluruskan.

Tentu saja, Aisyah tidak mengerti masalah ini dan bagaimana Brandon bisa berhubungan langsung dengan Kei.

"Dan Kei sendiri yang menyebabkan kejadian di posting terbaru."

Raut wajah Aisyah terlihat sangat terkejut. Aku tahu bahwa kenyataan ini lebih buruk dari perkiraannya. Dia pasti tidak ingin mempercayai hal ini.

"Itulah yang terjadi. Tanyakan langsung padanya lebih lanjut." Kataku untuk mengakhiri penjelasanku.

Selain itu, aku juga ingin tahu apa yang akan dikatakan Kei untuk menjelaskan ini semua kepada Aisyah.

Butuh beberapa detik kemudian untuk Aisyah menguasai dirinya lagi.

"Ini sangat buruk, Rei! Bahkan sampai masuk ke media?! Apa kau tahu siapa pelapornya?"

Apa yang dia harapkan dariku? Aku bukanlah Tuhan yang bisa mengetahui segalanya di balik tubuhku. Jujur saja, ini membuatku sedikit tersinggung.

"Tidak disebutkan nama korban dan siapa pelaku sebenarnya. Apa kau tidak membacanya benar-benar? Dan aku tidak tahu siapa yang melapor."

Aku mengerti kekhawatiran Aisyah sebagai manager setia Kei. Dia pasti tidak ingin hal ini bisa menghancurkan karir Kei karena sikapnya yang... bisa dibilang tidak masuk akal ini-ugh... mungkin lebih buruk.

"Bagaimanapun, mereka pasti akan mencari tahu lebih jauh." Lihat, Aisyah bahkan berpikir lebih jauh dan mengerikan daripada aku.

Memang kunci utamanya adalah di Ms. JN yang memiliki informasi mahal ini.

"Kau harus mulai berhati-hati karena kehidupan pribadimu tersinggung kali ini. Pasti ada sesuatu di dalam rumahmu."

Jika sesuatu yang disebutnya adalah semacam mata-mata dalam bentuk manusia atau alat micro, aku akan mempercayainya. Karena hal seperti itu sudah sejak lama aku pikirkan. Hanya saja kasus ini terlalu cepat untuk disimpulkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Tidak, aku tidak mencurigai siapapun dan apapun." Jawabku.

"Apa kau serius untuk tidak melakukan pemeriksaan keamanan di rumahmu?"

Ini dia, Aisyah yang sangat ingin tahu pasti lebih dominan daripada harus peduli dengan Kei.

"Aku bisa mengurus masalah ini sendiri, kau tak perlu begitu khawatir."

Kini Aisyah terdiam, sepertinya dia sedang berpikir. Seperti itulah dirinya, orang yang suka berpikir dan mempelajari apa yang terjadi. Daripada dibilang seorang manager yang harus mengurusi bosnya, dia hampir seperti seorang detektif yang harus ikut memecahkan sesuatu dan juga harus mengetahuinya. Itu karena dia ingin tahu.

Setelah beberapa menit, Aisyah mulai bangkir berdiri. Dia memberitahuku bahwa dia harus kembali ke dalam ruang pemotretan untuk membantu Kei mengurus busananya. Dan akhirnya dia kembali ke dalam ruang pemotretan di mana Kei berada.

Mungkinkah insting seorang manager? Dia selalu mengetahui ada hal yang terjadi di dalam ruangan itu dan tahu di saat posisinya sangat dibutuhkan. Kurasa di dalam sana terjadi sedikit pertikaian.

Aku hanya menduganya dari suara perintah yang keras dari ruangan tersebut. Kuharap Kei tidak begitu tertekan dengan itu. Hari ini sudah membuatnya begitu tertekan.

...

Lima belas menit berlalu, aku akhirnya bisa melihat Kei keluar dari ruangan yang berbeda. Kurasa ruang itu adalah ruang rias yang berada tepat di samping ruang pemotretan. Aku terkejut dengan kehadirannya karena aku berharap dia keluar dari ruang yang biasanya dia keluar.

Hari ini memang hari yang tidak beruntung untuknya.

"Hai," aku menyapanya dengan mengikuti hawa di sekitarnya. Dia begitu murung dan sedih.

Aisyah di belakangnya sudah seperti seorang singa betina galak yang siap menerkam siapapun yang mau mengacau lebih dari ini. Jadi tebakanku memang benar, ada sesuatu yang terjadi di dalam sana.

Kuraih wajahnya agar dia mau menatapku. Meskipun dia sedikit kacau tentang hari ini, dia masih begitu cantik. Dia seperti seorang dewi yang akan menangis.

"Apa yang terjadi?"

Aku sepertinya salah bertanya. Singa betina galak di belakangnya mengaung kepadaku.

"Ehem! Kau seharusnya membawanya pergi dari tempat ini segera. Kalian ada urusan penting, kan? Biar aku urus yang di sini."

Aku langsung menarik lengan Kei dan memeluknya. Di baliknya, aku menatap Aisyah yang terlihat begitu galak dan mengerikan. Dia juga menatapku dan memberikanku isyarat untuk segera pergi.

"Kita makan siang dulu, yuk." Ajakku kepada Kei setelah aku melepaskan pelukanku.

Seperti biasa Kei mengangguk menurut.

"Bye, Ai." Katanya kepada Aisyah dengan suara yang lemah.

Kini sisi keibuan yang protektif terlihat. Lama-lama aku bisa berpikir bahwa perempuan ini memiliki kepribadian ganda sewaktu-waktu.

"Pergilah makan siang dulu. Kita bisa bertemu lagi setelah kuliahmu sore ini."

Lagi-lagi Kei mengangguk menurut.

"Kami duluan ya." Kataku pada Aisyah.

...

"Bisa kau ceritakan apa yang terjadi di studio?" tanyaku saat kami sudah berada di sebuah restoran china untuk makan siang.

Kei yang sedari tadi asik sendiri dengan layar hologram pribadinya (di mana aku sebenarnya tidak bisa melihatnya, tapi aku menyadari gerak-geriknya), bermain dengan sumpitnya, menjadi tidak fokus dengan makan siangnya.

Dia akhirnya meletakan sumpitnya. Dia menatapku dengan sedih.

"Nyonya Wei kesal terhadapku karena aku merusak gaun malam karyanya. Karena begitu kesal, dia menyumpahiku kalau aku tidak akan mendapatkan rekomendasi dan lulus seleksi di show besar AnB."

"Apa kau merusaknya dengan sengaja?"

Kei langsung menggeleng, tandanya itu benar. "Aku dan Ai sudah bilang ke dirinya bahwa gaun malam buatannya kekecilan untukku, tapi dia begitu memaksa."

"Itu salahnya dong, kau tak perlu cemas."

"Rei, Nyonya Wei adalah salah satu designer dari Singapura yang punya posisi tinggi. Aku yakin suaranya pasti sangat berpengaruh."

Hanya Kei yang bisa cemas saja walaupun sebenarnya dia bisa marah dengan masalah ini. Dia melihat ini sebagai musibah untuknya daripada sebuah masalah yang dibuat orang lain untuk dirinya sendiri. Pada akhirnya dia tidak mampu untuk menghakimi orang lain.

"Kuyakin kalau kau begitu cemas dengan hal itu. Aku sangat paham kalau kau sangat ingin mengikuti show itu tahun ini, tapi bukan berarti kau harus pesimis dengan satu designer saja, bukan? Orang-orang di sana pasti bisa melihat, lalu ada Aisyah yang berani membelamu karena kau memang tak salah apa-apa. Mereka takkan buta untuk tidak memilihmu hanya karena merusak kain seseorang."

"Rei, itu gaun malam yang sangat mahal!" Kini Kei memarahiku.

Aku memang seharusnya mengganti istilahnya dengan benar.

"Gaun itu sebenarnya digunakan untuk memperlihatkan hasil karyanya ke pusat AnB."

"Maksudmu seleksi untuk show itu?"

"Ya! Dan pengumuman model pilihan AnB akan keluar besok."

Kei benar-benar terlihat kecewa dengan dirinya. Mulai dari kesedihannya akan kecemasan yang berlebih, kini dia terlihat begitu kecewa dengan dirinya sendiri. Lagi-lagi dia harus menyalahkan dirinya sendiri untuk masalah ini.

"Kurasa dia takkan memiliki pertimbangan yang besar. Kau bilang pemilihannya berdasarkan seleksi global, jadi pusat AnB yang memilihmu."

"Pusat yang menyetujui lebih lanjut dari pilihan AnB lokal."

"Jangan begitu pesimis. Jika memang kau tidak mendapatkannya, mungkin tidak untuk tahun ini Kei. Kau masih memiliki banyak waktu, bukan?"

Tapi tetap saja, dia pasti merasa begitu kecewa dengan dirinya sendiri. Dia sudah berjuang begitu keras sampai membuatnya menjadi model resmi untuk brand ini. Namun pada akhirnya dia merusak usahanya hanya dengan sebuah masalah kecil dan sepele. Pasti begitu menyiksa batinnya sendiri.

Melihatnya hampir putus asa sepertinya sekarang ini membuatku teringat dengan masa mudaku. Bisa dibilang situasinya hampir sama, di mana aku juga merasakan hampir putus asa dikarenakan kesalahan kecil dan sepele yang kubuat.

.

Bab 21

Ginger Bread and String IV