Chereads / Blue Aloe / Chapter 16 - Bab 15

Chapter 16 - Bab 15

Di Kediaman Pramudirga

.

Termenung dan terduduk dengan lemas. Tidak kusangka bahwa hari ini bisa menjadi sangat melelahkan.

Pada awalnya, aku mengira bahwa mereka yang berada di rumah ini tidak menyambutku dengan baik. Bahkan aku merasa bahwa aku akan terusir. Tetapi sebaliknya, dan mungkin lebih parah lagi, aku menjadi babu di rumah itu.

Jadi ini alasannya mengapa Jason membawaku kemari.

Anak itu akan kujamin langsung kuhajar sampai masuk ke lubang pemakamannya!

Mereka menerimaku dan menyalamiku. Niat terselubung mereka yang mengjengkelkan membuatku harus menerima kenyataan bahwa aku lah orang yang dicari-cari untuk menjadi orang suruhan mereka.

"Oh, jadi ini to Brandon! Salam kenal! Aku Mitha." Salah satu gadis yang hanya memakai kacamata. Lalu dia memperkenalkan yang lain, "yang ini Andri, ini Tompi, dan yang paling cantik ini adalah Keiza."

Aku melihat mereka semua persatu-satu. Menghafalkan wajah dan nama mereka tidaklah sesulit itu, namun tetap saja aku cepat lupa nama orang yang baru kenal dan baru saja bertemu.

"Hai, salam kenal." Itu Keiza, seorang yang dibilang paling cantik dan seksi. Dia memiliki tubuh yang begitu ramping, tinggi, dan wajah yang tirus. Tiap lekukan di tubuhnya terlihat begitu menawan di balik pakaiannya yang super pas di tubuhnya. Aku yakin tidak ada pria yang akan membiarkannya sendirian.

Beruntungnya aku yang memiliki Kelly sekarang. Melihat bentuk fisik dari Kei tidak membuatku terkesima.

Aku tersenyum dan membalasnya dengan manis, "Salam kenal."

"Ohya, aku lupa. Anak cewek yang barusan lari tadi namanya Rin. Dia yang punya rumah ini dan..." Sepertinya Mitha menyadari sesuatu. "Gimana bisa kau masuk?!"

Semua anak itu memandangku semua dengan ekspresi bertanya-tanya dan curiga, kecuali Keiza. Dia menatapku dengan tatapan manisnya seperti dia tidak masalah dengan masalah ini. Menurutku, dia mengetahui alasannya mengapa.

"Sistemnya error. Pintu gerbangnys terbuka untuknya sampai dia masuk." Jawab Jason.

"Dan kau seenaknya menyuruh dia masuk?!" Dengan garangnya Mitha sedikit membentaknya.

"Sudah, Mitha. Tidak apa-apa." Suara manis dari Keiza pun terdengar lagi. Dia melirikku sebelum akhirnya menarik lengan Mitha dan menatapnya.

"Serahkan saja dia kepada Rin." Lanjutnya.

"Rin saja kabur lihat dia." Omel Mitha. "Anak itu kenapa sih tiba-tiba? Ada orang asing masuk bisa-bisanya-"

"Mitha... sudah. Rin bukan anak-anak!"

Bisakah kau membayangkan seorang yang memiliki suara yang begitu lembut sedang memeringati seseorang dengan nada sedikit garang? Terdengar cukup menggemaskan, bukan? Itulah bagaimana suara Keiza kali ini.

Aku tidak pernah menyangka bisa bertemu gadis tipe seperti ini seumur hidupku.

"Rin takkan keluar kamar sampai dia merasa tenang." Keiza tersenyum kepadaku yang langsung membuatku kebingungan. "Selagi menunggu, Brandon bisa bantu kita-kita yaa..."

Dan itulah asal mula di mana aku menjadi babu di rumah ini.

Rasanya seperti langsung jatuh dari langit berbintang. Sejak masuk aku berasa seperti tamu yang ditunggu-tunggu, dan akhirnya aku menjadi babu mereka dengan mengangkat semua barang-barang yang berantakan di ruang tamu ke halaman belakang rumah.

Aku tidak masalah dengan itu, tapi mereka semuanya tidak ada yang membantu. Terlebih Keiza yang tiba-tiba menghilang.

Mengutuk mereka berasa takkan ada gunanya. Toh aku sudah menyiapkan hal spesial untuk Jason sialan itu.

Sebelum aku dapat beristirahat, aku mendengar panggilan,

"Brandon, mejanya sudah datang! Bawa ke belakang!" Itu si Mitha.

Aku akhirnya menghampirinya yang berada di teras sekarang. Dia terlihat sibuk dengan berbagai gulungan kain satin berwarna-warni di tangannya. Dia mengabaikanku saat tiba, dan asik sendiri dengan pekerjaannya.

Dia terlihat sesibuk ini di saat teman-temannya yang lain sedang menghilang. Bahkan aku tidak tahu di mana Jason dan dua laki-laki itu sekarang.

Ada dua buah meja kayu besar di dekat jalan masuk ke teras dari halaman depan. Dua benda itu jelas menutupi jalan masuk. Dan di tempat yang sesempit ini, Mitha juga tidak berpindah dari tempatnya dan sangat fokus memilah-milah kainnya.

"Mit, bisa masuk dulu?" Pintaku.

"Hah?" Dia spontan menjawabnya dan kebingungan sampai dia menyadarinya, "oh, sorry." Dia langsung masuk ke dalam.

Dan inilah benda mengerikannya. Dua buah meja kayu yang terlihat sangat berat. Aku tak yakin dapat membawanya sendirian. Lalu siapa yang akan membantuku membawa semua ini? Kuyakin para gadis tidak akan mau melakukannya, alasannya sangat jelas karena benda itu berat.

Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus melakukannya sendiri! Karena aku adalah laki-laki!

Sebelum mengangkatnya, aku bersiap-siap untuk mengumpulkan seluruh tenagaku. Aku memegangi kedua sisi panjang dari meja tepat di bagian tengahnya dan kuangkat. Satu. Dua. Tiga. Angkat!

Bruk!!

Tubuhku hampir terjengkal ke belakang, tapi untungnya aku menabrak pilar di teras yang dekat dengan tubuhku. Untungnya aku bisa mengarahkan tubuhku jatuh ke pilar tersebut! Jika tidak... aku yakin aku akan jatuh ke belakang.

Tidak kusangka bahwa meja besar ini sangat ringan! Aku berpikir dari bahannya saja terlihat seperti kayu jati yang dipoles. Tapi ternyata, meja ini adalah meja kayu tiruan yang berbahan seperti plastik. Mungkin gabungan kayu ringan dan plastik. Tampilan fisiknya bisa membodohiku, atau aku yang bodoh di sini.

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung membawanya masuk. Masih ada satu lagi di luar. Itu tidak masalah jika beratnya seperti ini.

Hingga aku akhirnya selesai. Mitha tidak memanggilku lagi setelah itu, tapi dia memanggil tiga laki-laki yang lainnya. Dengan cepat mereka muncul di hadapan Mitha seakan mereka menghilang saat meja-meja itu muncul. Dan ketika meja-meja itu sudah beres, mereka datang dengan cepat. Lalu mereka berdiskusi seolah tidak ada masalah apapun.

Oh...! Jadi aku benar-benar dianggap babu di sini. Kalaupun aku tidak lebih sabar, aku pasti melempari meja-meja itu kepada mereka semuanya!

Aku tidak berniat untuk mendekati mereka lagi.

Aku juga harus memikirkan sesuatu lebih berat kepada Jason besok!

Ada sebuah sofa di teras belakang yang terhubung dengan halaman belakang. Aku duduk di sana dan menikmati diriku sendiri. Halaman belakang rumah ini cukup luas, lengkap dengan sebuah gazebo mini dan juga sebuah kolam renang. Tidak banyak hiasan tanaman di halaman ini, hanya berisi rerumputan dan beberapa pot tanaman saja. Aku bisa memikirkan bagaimana pemilik rumah ini memberlakukan tempat ini untuk fungsinya saja, tanpa memikirkan aestetiknya.

Di balik itu semuanya, suasana di sini sangat tenang. Semua kebisingan terasa menghilang seperti ada sebuah dinding kedap suara mengelilingi halaman ini. Bahkan termasuk suara-suara di ruang tamu.

Dalam keadaan seperti ini, biasanya aku bisa tenggelam ke dalam pikiranku sendiri.

Sekarang sudah gelap. Kali ini ada bulan sabit yang menemaniku, berada di antara awan kelabu di langit gelap. Memang bukan bulan purnama yang selalu digambarkan akan ketenangan. Semua lampu taman di halaman ini hidup dengan otomatis. Cahayanya yang hangat menghidupkan suasana malam di taman. Selain itu, kolam renang memantulkan semua cahaya itu termasuk bayangan dari sinar bulan di langit sana.

Di dalam suasana yang begitu tenang seperti ini, entah mengapa aku terjun ke dalam kecemasanku sendiri. Pikiranku yang terlalu dalam membawaku memikirkan kembali semua masalahku, termasuk masalah keluarga, Kelly, dan kehidupanku sendiri.

Ah... apakah benar keputusanku untuk datang kemari?

Aku tidak berekspetasi apapun untuk keputusanku datang kemari. Aku bahkan tidak berani melakukannya. Meski sebenarnya hatiku ingin sekali mendorong diriku melakukan semua harapannya.

"Jadi kau berada di sini."

Suara itu tiba-tiba kudengar dari arah pintu. Aku seketika menengok dan melihat Keiza sudah berada di sana. Di balik tubuhnya, aku melihat sebuah robot maid mini yang membawa segelas minuman dingin dan sepiring kue tart mini di atas kepalanya.

Keiza tersenyum sangat manis ke arahku. Dia berjalan ke arahku dan diikuti oleh robot itu, lalu dia duduk di sampingku. Gerakannya sungguh lunglai seperti gadis-gadis menari tarian daerah di Jawa. Termasuk saat dia mulai merapikan anak rambunya ke belakang telinganya.

Tidak salah jika aku sampai terpesona seperti ini.

"Silahkan diminum dan dimakan." Katanya sambil mempersilahkanku untuk menyentuh minuman dan makanan di depanku. Itu membuatku langsung berkedip dan langsung melihat ke arah robot itu. Ternyata robot itu sudah berubah menjadi meja kopi di depanku.

Saking terpesonanya, bahkan suasana ini sampai kalah, aku tidak menyadari berbagai hal yang terjadi di sekitarku.

Seperti menungguku mengambil sesuatu di atas meja, Keiza terus menatapku. Lalu dia mulai berbicara saat aku sudah menegak sekali minumanku.

"Kau ternyata lebih tampan dari yang di sosmed." Katanya. "Sekarang aku paham mengapa banyak sekali gadis-gadis menggila karena mu."

Dia tertawa kecil. Tawanya sungguh menggemaskan.

Aku tidak meresponnya. Sialan!

Untuk mengalihkannya, aku mengambil satu potong kue tart kecil dan kumakan. Kuharap ini bisa menyelamatkanku kali ini.

"Aku ingin meminta maaf atas perlakuannya Rin terhadapmu sore tadi. Dia tidak seharusnya mengabaikan tamunya, bukan? Namun, begitulah Rin. Haha..."

Aku membiarkan pembicaraan ini menjadi satu arah saja.

"Kau tahu, aku sudah banyak mendengarmu dari Rin. Setelah mendengar bahwa kau sekarang berada di Jakarta, dia sangat senang dan ingin sekali bertemu denganmu. Dia memang seperti anak kecil, tapi aku tidak menyangka bahwa dia benar-benar mau bersabar selama dua tahun ini sampai kau datang. Tapi, kedatanganmu yang tiba-tiba membuatnya langsung merasa sangat malu dan bersembunyi di kamar."

Jadi selama ini dia berlari karena merasa sangat malu karena kehadiranku! Bukan karena resleting celanaku yang terbuka?! Aduh... aku juga lupa untuk mengecek celanaku setelah mereka menjadikanku babu. Tidak mungkin aku melakukannya sekarang. Tidak di hadapan seorang gadis!

"Jadi, Brandon. Apakah kau mau membantuku untuk membujuknya keluar kamar?"

.

Bab 15

The quarter of a moon III