Di depan cermin terdapat sosok seorang wanita dengan paras cantik dan mempesona.
Di bibirnya terpoles gincu berwarna peach, dengan sapuan bedak tipis si wanita terlihat sempurna apalagi saat rambut panjangnya tercepol indah dan memperlihatkan leher jenjangnya.
Kemeja berwarna krem membalut sempurna tubuh rampingnya saat ini, dipadukan dengan rok span di atas lututnya, ia pun merasa siap untuk memulai bekerja di hari pertamanya ini.
Di depan cermin, ia belajar untuk menampilkan senyum yang baik saat ia nanti bertemu dengan atasannya. Sehingga kini, bibirnya pun terulas senyum manis dengan guratan di sekitar matanya.
"Senyum dan ramah, seperti ini kah. Aku harap Bosku nanti bukan seperti yang di sebutkan dalam rumor," gumam si wanita muda ini, kemudian dengan mengangguk kepala singkat, ia pun berjalan mengambil tas kecilnya dan di sampirkan di bahunya baru kemudian berjalan meninggalkan rumah susun sederhananya.
"Let's go," lanjutnya dengan semangat.
Berjalan kaki hingga sampai di depan jalan raya, wanita ini menaiki bus umum dan duduk nyaman setelah menscan kartu busnya sebagai pembayaran.
Kepalanya dengan segera menyandar santai di sandaran kursi yang di dudukinya, kemudian menoleh ke arah jendela di mana jalanan dengan suasana ramai khas pagi hari berada.
"Bukan kah indah, jika kita bisa menikmati hidup dengan santai. Tanpa memikirkan bagaimana besok dan makan dengan apa esok," batinnya miris saat keinginan tidak sesuai realita.
Ia baru saja akan mengeluarkan headset sebagai teman perjalanannya, namun saat ia mengangkat wajahnya ia melihat seorang nenek yang sepertinya sedang bingung mancari tempat duduk.
Kepalanya ikut menoleh ke arah sekitar, dengan netra menjelajah mencari adakah gerangan kursi kosong namun ternyata tidak ada.
Padahal mereka yang mendapatkan tempat duduk mayoritas masih kuat hanya untuk sekedar berdiri, selama bus berjalan hingga halte berikutnya.
"Huh, dasar. Kemana rasa kemanusian mereka, apa mereka tidak punya hati," dengkusnya dalam hati.
Akhirnya ia pun berdiri dari tempat duduknya, kemudian mempersilakan si nenek yang menatapnya dengan senyum sampai mata, yang menatapnya dengan berbinar senang.
"Silakan, Nek. Duduk di sini, sebentar lagi saya sampai kok," ujar si wanita muda ini, mempersilakan si nenek dan membantunya dengan memegang lengan rapuhnya.
"Terima kasih, Cu. Semoga harimu selalu beruntung," balas si nenek dengan doa tulusnya.
Si wanita muda ini hanya mengangguk dengan bibir tersenyum tipis, membuat laki-laki yang melihatnya terpesona, bahkan ada beberapa yang segera menawarinya tempat duduk namun di tolaknya.
"Giliran yang masih muda, cepat sekali mereka menawarkan," batinnya mencibir.
Kemudian perjalanan pun di lanjutkan. Hingga tak terasa, jika halte tempatnya berhenti sudah terlihat di luar sana. Ia pun bersiap dan berjalan mendekati pintu keluar dengan banyak orang yang berdiri di sekitarnya.
Greek!
Pintu bus pun terbuka, ternyata dari banyak penumpang ada beberapa juga yang mempunyai tujuan yang sama dengannya yaitu perusahaan tempatnya bekerja.
Berhenti sejenak di depan gerbang masuk perusahaan tempatnya bekerja, ia melihat dengan wajah mendongak melihat atas gedung sana.
Dari sini ia bisa melihat papan nama dengan cetakan besar terpampang. Membuatnya tiba-tiba merasakan gugup, takut jika ia tidak mampu bekerja dengan baik di perusahaan besar seperti ini.
"Huft ... Aku harap semuanya lancar," doanya dalam hati dan kembali melanjutkan langkah kakiknya dengan langkah percaya diri.
Ia memulai langkahnya dengan hentakan tegasnya, kepalanya tegak dan memandang lurus ke depan, punggungnya juga ikut dengan dada membusung percaya diri.
Tempat pertama yang ia datangi adalah meja informasi, dengan menyampaikan tentang pesan dari personalia yang kemarin menerimanya bekerja.
"Permisi, saya baru di terima dan mulai bekerja hari ini. Nama saya Audrey Clare dan saya adalah personal asisten baru untuk CEO di sini, saya di pesankan untuk bertemu dengan Tuan Rayhan sebelum memulai bekerja. Bisa kah saya tahu, di mana ruangannya?" tanya si wanita yang baru kita ketahui bernama Audrey tersebut.
Si penerima tamu dengan papan nama Kamila ini tersenyum ramah, kemudian mempersilakan Audrey untuk duduk sejenak, selama menunggu seseorang yang tadi disebutnya.
"Baik, Mba Audrey. Silakan duduk sebentar, saya akan menghubungi Tuan Rayhan untuk konfirmasinya," sahut Kamila dengan Audrey yang mengangguk kecil, mengiyakan.
"Baik, terima kasih," timpal Audrey kemudian berjalan pelan dan duduk dengan santai di kursi tunggu.
Ia menelan salivanya tiba-tiba gugup saat dilihat oleh karyawan yang berlalu-lalang. Padahal ia sudah mensugestikan diri jika ia harus percaya diri, namun nyatanya ia tetap saja berubah kembali menjadi gugup.
Tatapan karyawan yang melihatnya berbagai macam, mulai dari penasaran, terpesona dan juga ada yang terang-terangan menatapnya tajam.
"Ukh, memang seperti ini kalau jadi karyawan baru. Sudah seperti di tivi-tivi, tapi semoga saja tidak sampai ada kejadian seperti di televisi," batin Audrey mencoba untuk tetap tenang.
Tidak lama kemudian, terlihat laki-laki dengan tubuh tegap menghampiri Audrey. Sehingga Audrey yang melihatnya segera berdiri dan menyambut uluran tangan yang diulurkan kepadanya.
"Selamat pagi, benar dengan Nona Audrey?" tanya laki-laki tersebut, kemudian mempersilakan Audrey kembali duduk dengan gesture tangannya yang di mengerti oleh Audrey segera.
"Selamat pagi, benar saya Audrey Clare. Tuan," jawab Audrey dengan nada tegas.
"Ah! Kalau begitu perkenalkan, saya Rayhan, Saya yang akan mengurus surat kontrak anda selanjutnya, mari kita pindah ke ruangan saya," ujar Rayhan kemudian mengajak Audrey ke ruangannya, untuk membahas mengenaik kerja sama mereka.
"Baik," sahut Audrey singkat dan mengekor di belakang Rayhan yang sudah berjalan di depannya.
"Ukh, Pak Rayhan tinggi sekali. Lalu, bagaimana dengan CEO di sini nanti, emang sih aku melihatnya fotonya di artikel tapi kan berbeda," batin Audrey melihat dengan seksama Rayhan di depannya.
Ting!
Mereka pun memasuki lift dan berdiri berdampingan dengan Rayhan yang melirik Audrey dengan senyum kecil.
"Santai saja, Audrey. Jangan tegang seperti itu," ujar Rayhan tiba-tiba, membuat Audrey yang mendengarnya tersentak dan bergerak salah tingkah.
Ia tidak mengira jika Tuan di sampingnya mampu menegtahui apa yang di rasakannya.
"Ah! Iya, Tuan Rayhan," sahut Audrey dengan gugup.
"Panggil saja, Pak. Kita sama-sama karyawan kok, kecuali Tuan CEO kita. Baru deh kamu bisa memanggilnya Tuan," canda Rayhan berusaha mencairkan suasana dengan Audrey yang mengangguk disertai dengan senyum kecil di bibirnya.
"Iya, Pak Rayhan," jawab Audrey dengan kepala menunduk.
"Hum, itu lebih baik," sahut Rayhan bersamaan dengan lift yang terbuka.
Ting!
"Silakan," lanjut Rayhan dan di angguki oleh Audrey yang segera berjalan, mendahului Rayhan yang tersenyum kecil di belakangnya.
"Hum, aku yakin Vier akan cepat menyukainya. Tapi, aku harap yang ini tidak mudah termakan rayuannya," batin Rayhan berharap dan kemudian mereka pun berjalan bersama menuju ruangan milik Rayhan untuk penanda tanganan kontrak untuk Audrey.
Bersambung.