Chereads / Me And My CEO / Chapter 6 - Detak Jantung Pertama

Chapter 6 - Detak Jantung Pertama

Mall Kota S

Seperti yang sudah di katakan oleh Xavier jika mereka akan pergi keluar untuk meeting dengan salah satu kolega.

Sebenarnya waktu meeting yang akan mereka hadiri masih beberapa puluh menit yang akan datang. Namun, Xavier berkata jika akan ada yang meraka lakukan sebelum meeting dan akhirnya, Audrey pun mau tidak mau mengikuti apa yang diinginkan sang atasan.

Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil, dengan seorang sopir mengendarai. sedangkan Xavier duduk di belakang, dengan Audrey yang duduk di sebelahnya, duduk dengan sikap kaku dan Xavier yang merasakannya terkikik geli dalam hati.

"Ya, Tuhan. Kenapa harus duduk berdekatan seperti ini sih," batin Audrey gugup sekaligus gelisah.

Ia tidak pernah berdekatan dengan seorang pria seperti ini. Ia bahkan selalu menghindari untuk berdekatan dengan laki-laki, saat dulu banyak perempuan yang menatapnya sinis karena laki-laki mengekor di belakangnya.

Sementara Audrey yang sedang merasakan gelisah, di sampingnya atau juga Xavier sendiri bersikap biasa karena memang ia sudah terbiasa berdekatan seperti ini dengan banyak wanita.

Lagian, asisten terdahulunya juga pasti duduk seperti ini, seraya menjelaskan kegiatan mereka di jam-jam berikutnya.

Tapi, kenapa dengan asisten barunya. Kenapa Audrey malah terlihat gelisah seperti itu, membuatnya ingin tertawa karena sikap malu-malunya.

"Hum, apa dia tidak pernah berdekatan dengan seorang laki-laki?Kalau begitu, dia masih segel dong?" batin Xavier dengan ekor mata melirik Audrey di sebelahnya.

Gleuk!

Audrey melirik ke arah jendela dengan tenggorokan menelan salivanya susah payah, saat merasa jika atasannya sedang melirik ke arahnya. Ia takut, jika rasa gugupnya sampai dirasakan oleh atasannya.

"Drey," panggil Xavier dengan melirik kecil ke arah Audrey yang juga meliriknya.

"Iya, Tuan," sahut Audrey cepat.

"Kamu masih ingat kan, jika setelah meeting nanti akan ada makan siang dengan Mama?" tanya Xavier yang dibalas oleh Audrey dengan anggukan kepala kecil.

"Masih ingat, Tuan," jawab Audrey singkat.

"Bagus, setelah ini kita ke butik dulu. Baru kemudian ke restoran untuk meeting," kata Xavier puas, membuat Audrey dengan segera bertanya bingung.

'Maksudnya apa, Tuan?"

"Ikuti saja apa kataku. Nanti juga kamu tahu," jawab Xavier dengan senyum misterius ke arah asistennya yang semakin mengerutkan keningnya, bingung.

Setelahnya, Xavier pun membuka handphone canggihnya, melihat dengan mata sesekali melirik ke arah Audrey yang saat ini sedang menggigit bibirnya. Sepertinya asistennya sedang berpikir tentang apa yang tadi dikatakan olehnya. Tapi ia hanya mengangkat bahu, kemudian kembali bermain dengan handphonenya.

"Sebenarnya apa yang diinginkan Tuan Xavier," batin Audrey penasaran,

"Lalu, untuk apa ke butik? Apa hubungannya dengan makan siang dan butik?" lanjutnya masih dalam hati bertanya bingung.

Tidak lama kemudian, mobil yang membawa Xavier dan Audrey menuju tempat meeting pun sampai di pelataran parkir mall yang luas. Keduanya turun bersamaan dari pintu yang berbeda, kemudian jalan beriringan ke dalam meninggalkan sang sopir yang mencari tempat parkir di basement gedung mall.

Dinginnya udara yang berasal dari airconditioner mall, membuat Audrey mendesah lega saat di luar udara terasa menyengat kulitnya. Hari ini ia memakai kemeja berwarna soft blue lengan pendek, dengan bawahan rok span di atas lututnya seperti biasa dan rambutnya ia ikat setengah.

Penampilan yang sungguh memukau, sehingga banyak berpasang-pasang mata yang melihat ke arahnya, belum lagi wajah dengan bibir berpoleskan liptint mengkilat berwarna soft pink, sehingga para laki-laki yang menatapnya tanpa sadar meneguk salivanya sendiri.

Xavier tentu tak kalah dengan sang asisten, ia jalan dengan pandangan lurus ke depan, menebar aura dominant khasnya dan itu mengundang tatapan berkilat-kilat memuja dari kaum hawa di sekitar mereka.

Pasangan Bos dan asisten yang serasi, sehingga mereka justru di cap seperti layaknya pasangan kekasih alih-alaih atasan dan bawahan.

Xavier mengajak Audrey untuk naik ke lantai tiga, di mana banyak butik juga toko pakaian bermerek berjajar menawarkan barang daganganya.

"Tuan, apa Tuan mau membeli pakaian?" tanya Audrey saat keduanya berada di depan pintu masuk sebuah toko pakaian.

"Tidak," jawab Xavier dengan kepala menggeleng pelan, jangan lupa senyum misterius yang terpasang, senyum yang sama saat mereka di mobil tadi.

"Lalu, untuk apa kita kemari? Bukan kah restoran ada di lantai dua?" tanya Audrey semakin tidak mengerti.

"Cerewet. Diam dan masuk saja, lalu pilih sebuah baju santai, elegan tapi sopan," balas Xavier lagi-lagi semauanya dan mendorong bahu Audrey dengan kedua telunjuknya, memasuki area toko pakaian mewah dan di sambut dengan ramah oleh pegawai toko.

"Selamat siang, ada yang bisa di bantu, Tuan Wyatt," sapa salah satu pegawai yang sudah mengenal Xavier.

"Hum, bantu wanita ini untuk memilih baju yang cantik dan cocok, itu saja," kata Xavier seraya menghempaskan bokongnya ke sofa, kemudian menyilangkan kaki santai tanpa peduli dengan Audrey yang semakin tidak mengerti.

"Tuan Xavier," panggil Audrey takut, namun sayang Xavier hanya mengibaskan tangannya dan mengusirnya layaknya ia adalah ayam liar.

"Cepat-cepat, kamu mau terlambat meeting," tukas Xavier seenaknya, kemudian membuka handphonenya untuk melanjutkan permainan gamenya.

Game ketapel dengan burung merah pemarah, yang membuatnya kesenangan saat si burung berhasil mengalahkan hewan hijau yang menjadi musuh.

"Yes! Mamam tuh burung," gumam Xavier menyumpah serapahi game yang sedang ia mainkan.

Sementara Xavier yang sedang asik bermain dengan gamenya. Audrey yang saat ini sedang dibawa oleh pegawai toko pun hanya bisa tersenyum, kemudian mengangguk saat si mba pegawai menawarkan berbagai pakaian modis ke arahnya.

"Ini bagus loh, Mba. Cocok dengan image Mba yang kalem," kata salah satu pegawai seraya menunjukan pakaian di tangan.

"Tapi lihat yang ini Mba, ini juga bagus!" sahut yang lainnya dengan pakaian sama bagusnya, menunjukan ke arah Audrey yang menolehkan bergantian melihat dengan pandangan menilai.

"Iya, bagus semua kok, Mba," timpal Audrey dengan senyum kaku.

"Jadi yang mana?" tanya kedua pegawai toko bersamaan, membuat Audrey terkekeh kaku dan menggelengkan kepala.

"Tidak tahu," cicit Audrey melihat ke arah dua pegawai dengan ekspresi canggung.

"Astaga!" batin keduanya bersamaan, menahan diri agar tidak facepalm saat itu juga.

Karena tidak bisa menentukan pilihan untuk baju yang di tunjukan, Audrey pun kembali kepada Xavier yang masih asik menunduk dengan permainan burung merah kesukaannya.

"Tuan Xavier," panggil Audrey, menuai gumaman dari Xavier namun wajahnya masih tetap fokus ke arah layar, tidak ingin kecolongan saat burungnya di bantai habis oleh burung.

"Hmm."

"Tuan Xavier, aku harus pilih yang mana?" lanjut Audrey bertanya.

"Yang mana saja terserah," sahut Xavier masih tidak menoleh ke arah Audrey yang menggigit bibirnya semakin bingung.

"Tapi ada 2 pilihan dan saya bingung, Tuan," tandas Audrey gemas, sehingga Xavier pun berdecak sebal dan akhirnya mengangkat wajahnya untuk melihat ke arah Audrey yang masih menggigit bibir bingung.

"Eh, gila sih. Padahal cuma gigit bibir, tapi kok anu yah," batin Xavier dengan pikiran melanturnya.

"Tuan," panggil Audrey sekali lagi, membuat Xavier tersadar dan menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikirannya.

"Iya-iya, saya dengar kok. Kamu kan tinggal pilih, apa susahnya?" tanya Xavier balik dengan nada sebalnya.

"Tapi dua-duanya bagus," jawab Audrey cepat.

"Ya sudah, pilih dua-duanya saja. Susah banget," timpal Xavier dengan santai.

"Tapi, Tu-

"Fine. You can try it first and then i'll judge it, agree? (Baik. Kamu bisa coba itu dulu dan saya akan menilainya, setuju?)" tawar Xavier bertanya dan Audrey pun mengangguk setuju.

"Baik."

"Good," sahut Xavier puas dan kembali pada kegiatan awalnya, apalagi kalau bukan melanjutkan main gamenya.

Sekitar 5 menit kemudian, Audrey pun keluar dan menunjukan kepada Xavier pakaian yang di pilihkan oleh si pegawai toko.

"Tuan Xavier, bagaimana?" tanya Audrey setelah menggati pakaiannya dan berdiri di depan Xavier yang mengangkat wajahny, lalu terdiam.

"Oh my godness," batin Xavier dengan jantung berdegup kencang.

Bersambung.