Chereads / Me And My CEO / Chapter 9 - Kenalin Ini Pacar Xavier

Chapter 9 - Kenalin Ini Pacar Xavier

Restauran Eropa Kota X

"Jadi ... Audrey ini siapanya Vier?" tanya Karina, membuat susana yang sudah canggung berubah canggung, terutama bagi Audrey yang namanya disebut.

"Eh!"

"Kok, Eh. Kamu, siapanya Vier, Audrey?" timpal Karina kembali mengulangi pertanyaannya, menatap Audrey dengan tatapan mengintimidasi. Begitu pula dengan seorang wanita muda yang ada di sampingnya, yang masih menatap Audrey dengan tatapan menilai.

"Aku-

"Audrey ini pacar baru Vier, Mah," sela Xavier dengan lantang, membuat ketiga wanita yang ada di meja makan menatap Xavier dengan berbeda.

"Apa!" pekik si wanita yang dari tadi diam, menatap Audrey semakin tajam sehingga Audrye yang di tatap seperti itu pun mengkerut takut.

"Kamu, kamu punya pacar baru lagi?" lanjut si wanita dengan nada tidak percaya.

"Iya," balas Xavier singkat, menatap si wanita dengan datar dan tidak perduli.

"Tante," rengek si wanita kepada Karina yang ada di sebelahnya.

"Xavier, bukan kah kamu bilang jika kamu akan menerima Amberly jika kamu putus dengan kekasihmu yang kemarin? Tapi, kenapa kamu pacaran lagi?" tanya Karina tidak habis pikir dengan kelakuan sang anak.

"Dan siapa yang membuat Vier putusan, Mah? Bukan kah wanita di samping Mama itu. Jelas-jelas jika Vier tidak menginginkan perjodohan ini?" tandas Xavier dengan nada bosan, melirik tak acuh ke arah Amberly yang wajahnya memerah, kesal.

"Vier, tapi Amberly wanita-

"Mah, baik dan buruknya wanita yang akan menjadi pendampin Vier itu, hanya Vier yang bisa menilainya. Vier merasa jika kami tidak cocok, apakah itu tidak cukup?" sela Xavier dengan nada tenang, tidak ingin membuat sang mama takut dengan kekesalan yang saat ini di tahannya.

"Baik, kal-

"Tante, kenapa Tante menyerah," sela Amberly cepat dengan nada kecewa, membuat Karina yang kembali menelan kalimatnya segera menghadap Amberly dengan raut wajah kesal.

"Jangan sela jika saya sedang berbicara, Amberly. Jangan kira Tante menyukaimu, kamu bisa seenaknya," sentak Karina kesal, membuat Amberly yang di sebelahnya semakin kecewa dan akhirnya berdiri dari duduknya, meninggalkan ruang VIP dan menyisakan tiga orang dengan isi hati berbeda.

Karina yang kesal dengan sikap Amberly, wanita yang ia nilai memiliki sopan santun tinggi, melihat dari keluarga kalangan atas sama sepertinya. Lalu Xavier yang diam-diam tersenyum puas dan tentunya Audrey yang merasa seperti sedang berada di dalam sinetron.

"Apakah ini benar-benar hidupku yang sekarang? Aku tidak sedang dalam keadaan tidur dan bermimpi, kan?" batin Audrey bertanya bingung.

"Lihat, Vier. Kamu membuat Amberly sekali lagi marah. Tidak kah kamu merasakan cintanya yang besar? Kenapa kamu memilih yang lain, padahal Amberly jelas-jelas memiliki segalanya. Cantik, Kaya, pintar," ujar Karina seraya melirik ke arah Audrey yang hanya terdiam.

"Lagian, apakah kamu tidak tahu jika keluarga Amberly banyak membantu keluarga kita?" imbuh Karina menatap Xavier dengan tatapan sedikit memaksa.

"Demi Tuhan, aku bahkan baru bekerja kurang dari 48 jam di perusahaan anakmu, Nyonya," batin Audrey miris, saat mama dari atasannya salah paham dengan kehadirannya.

"Mah, perasaan tidak bisa di nilai dari materi yang di miliki atau juga banyaknya bantuan yang kita terima. Vier tidak menyukainya, apakah Vier harus memaksakan ini semua?" cecar Vier dengan nada sedikit keras, membuat Audrey di sebelahnya dengan refleks memegang tangan Xavier yang mukanya telah terlihat menahan kesal.

Grep!

Xavier yang merasakan tangannya di genggam pun dengan segera melihat ke arah Audrey yang menggelengkan kepalanya pelan. Seakan memberi isyarat untuk tidak mengeluarkan emosi, kepada sang mama yang terdiam di depannya.

Suasana bertambah berat, saat pasangan Ibu dan anak ini sama-sama mengeluarkan keras kepala mereka. Membuat Audrey yang merasa menjadi pihak yang peling bersalah tidak enak. Ia memutuskan untuk menengahi, walaupun ia sendiri sadar jika ia tidak pantas untuk mengatakan ini.

"Aku hanya tidak ingin keduanya berselisih, apalagi itu karena aku," batin Audrey, menghela napas perlahan dan akhirnya menghadap ke arah Karina yang rahangnya masih mengeras, sepertinya masih menahan kesal.

"Nyonya, sebelumnya saya meminta maaf jika saya di anggap ikut campur dengan permasalahan keluarga Nyonya. Tapi, menurut saya, sebuah perasaan itu tidak bisa di paksa untuk menerima rasa yang tidak diinginkannya. Kalau pun di paksa, mungkin akan tetap berjalan. Namun, apakah nantinya akan ada kebahagiaan, saat keduanya bersama di kemudian hari? Saya, hanya tidak ingin karena kesalahpahaman ini, Nyonya dan Vier hubungannya merenggang," tutur Audrey menatap Karina yang berangsur-angsur merilekskan diri, terlihat dari wajah yang tida sekaku beberapa saat lalu.

Karina terlihat menghembuskan napasnya berulang, kemudian menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang di dudukinya. Sedangkan Xavier melihat Audrey dengan mata berkedip, tidak percaya jika perkataan sederhana dari Audrey membuat sang mama yang terkenal keras kepala mengalah.

"Audrey," batin Xavier memanggil nama Audrey dengan hati berdesir.

"Kamu benar, jika perasaan tidak bisa di paksakan. Tapi, bukan kah ada pepatah jika cinta tumbuh karena seringnya mereka bersama? Bukan kah artinya bisa saja, jika Vier dan Amberly suatu saat akan saling jatuh cinta, misalnya ketika mereka menikah?" cecar Karina bertanya, membuat Xavier yang mendengarnya segera menatap mama dan Audrey bergantian, khawatir dengan sang personal asisten barunya.

Audrey mengangguk, kemudian mengulas senyum kecil kepada Karina yang melihatnya dengan alis terangkat, menantang.

"Benar, jika cinta akan tumbuh karena seringnya mereka bersama. Namun, apakah tidak akan ada proses di dalamnya? Akan sangat baik, jika proses yang dilalui manis dan penuh dengan benih-benih cinta tanpa di sadari. Tapi, bagaimana disaat mereka bersama justru salah satunya hanya akan semakin menanam benih benci semakin besar? Bukan kah sama saja pedang bermata dua? Pertaruhan dengan dua pilihan, apakah cinta yang akan tumbuh atau justru benci yang semakin subur," jawab Audrey panjang-lebar, nada yang digunakannya sangat tenang dan juga senyum masih terpasang apik dibibirnya.

Perkataan Audrey membuat Karina dan Xavier sama-sama terdiam, meresapi apa yang dikatakan oleh Audrey dengan tenang. Karina menatap Audrey, kemudian menatap Xavier yang menatap Audrey dalam diam.

"Xavier," panggil Karina dengan Xavier yang segera sadar dan menatap sang mama dengan ekspresi bertanya.

"Iya, Mah?"

"Apakah wanita ini yang benar-benar kamu cintai?" tanya Karina membuat Xavier dan Audrey saling memandang dengan netra melebar, kemudian melihat Karina dengan ekspresi berbeda.

"Bu-

"Iya, Iya Mah. Audrey adalah wanita yang Xavier cintai," sela Xavier dengan tegas, membuat Audrey kembali melihat Xavier dengan netra melebar sempurna.

"Baiklah, kamu hanya perlu berjuang untuk membuat Papamu luluh. Karena Mama tahu, jika bagaimanapun Amberly adalah pilihan Papamu," ucap Karina kemudian berdiri dari duduknya, berniat meninggalkan ruangan tempat mereka makan saat ini.

"Mama mau kemana?" tanya Xavier bingung.

"Pulang, sayang, Mama harus ganti baju untuk menghadiri arisan dengan teman-teman sosialita Mama," balas Karina seraya menyampirkan tas tangan mahalnya di lengan kanannya.

"Baiklah," gumam Xavier dengan kepala mengangguk mengerti.

"Nah, Audrey. Tante minta tolong untuk membantu Vier jalan di tempat yang benar yah, Tante permisi," imbuh Karina kemudian berjalan meninggalkan ruangan, menyisakan Xavier dan Audrey yang sama-sama terdiam.

Sepeninggalnya Karina dari ruangan, suasana pun menjadi hening bahkan lebih hening dari area pemakaman. Namun, tidak lama kemudian terlihat Audrey yang menolehkan wajahnya ke arah Xavier, yang tiba-tiba menelan salivanya susah payah.

"Jelaskan. Jelaskan apa maksudnya ini, Tuan Xavier Wyatt," ujar Audrey dengan menatap tajam Xavier yang melengoskan wajahnya, sedikit takut saat melihat tatapan tajam Audrey di sampingnya.

"Itu, sebenarnya ...."

Bersambung.