Chereads / Pieces of Memories / Chapter 18 - Ch 18. Ujian Tengah Semester Ganjil (1)

Chapter 18 - Ch 18. Ujian Tengah Semester Ganjil (1)

Tidak terasa seminggu lagi sudah Ujian Tengah Semester. Aku pun harus mulai mempersiapkannya.

"Seminggu lagi Ujian, kamu baik-baik aja Kei?" tanya ibu.

"Baik kok bu," jawabku.

"Belajarnya tidak usah terburu-buru ya, kamu masih ada waktu seminggu lagi," ujar ibu.

"Tenang Bu, aku hanya perlu mereview materi sebelumnya saja," balasku.

"Kei, Ayah minta sama kamu buat ngga belajar berlebihan ya ... kalau cape istirahat dulu aja," pinta ayah.

"Siap laksanakan!" ucapku dengan lantang.

"Ayah senang mendengarnya," balas ayah.

Tinn tinn!

Suara klakson motor membuat perhatian kami teralihkan.

"Kei ... kayanya itu Farel," ucap ibu.

Aku juga berpikir demikian, karena siapa lagi yang akan datang sepagi ini jika bukan Farel.

"Hai Kei," sapa Farel sambil melambaikan tangan begitu aku keluar rumah.

"Ini masih jam 6 lho, kamu udah disini aja," omelku yang menghampiri Farel untuk membuka pagar.

"Hehehe ... biar ngga telat jemput kamu," balas Farel.

"Terserah kamu aja. Oh ya, udah sarapan?"

"Belum nih."

"Ayo sarapan dulu," Aku mempersilahkan Farel masuk, tentu saja Farel menerimanya dengan senang hati.

Seperti bisa ibu dan ayah memandang kami curiga.

"Duh kapan ada kemajuan ya?" celetuk ayah.

"UTS dulu," sahut ibu.

"Ayah, Ibu, aku harus bilang berapa kali kalau aku sama Farel ngga ada hubungan apa-apa. Hubungan kami murni sahabat," jelasku.

"Kei, Ibu tau sahabat cewek dan cowok tuh ngga ada yang murni. Pasti salah satu menyimpan rasa, iyakan Farel," balas ibu.

Perkataan ibu membuat Farel tersedak nasi goreng, "uhuk ... uhuk ...."

"Eh? Minum Farel minum," Aku memberikannya minum.

"Berarti omongan Ibu betul hahaha ..." ucap ibu bangga dan aku mengabaikannya.

"Ngga sepenuhnya betul," batin Farel.

Sesudah sarapan, kami langsung pergi ke sekolah.

"Kami berangkat! Dahh Ibu ... dahh Ayah!" pamitku.

"Makasih Om, Tante," sambung Farel.

"Sama-sama ... hati-hati di jalan ya nak!" pesan ibu.

"Titip Kei ya, nak Farel," pesan ayah.

"Ok."

"Siap."

Aku dan Farel menjawabnya berbarengan.

***

"Eh eh itu Farel," ujar Nadine seraya menyenggol lengan Mia.

"Tapi lagi sama Kei," balas Mia melihat Farel yang sedang bercanda dengan Kei.

"Kan udah makin deket. Semenjak kencan itu, Farel selalu balas pesan kamu, kan?"

"Iya sih ... tapi ..."

"Kebanyakan tapi. Udah sana samperin!" Nadine mendorong Mia.

Perlahan-lahan Mia mendekati Farel.

"Hai Farel," sapanya.

"Oh hai Mia," balas Farel.

"Eh ada Mia, aku duluan ya!" ujarku.

"Ets! Tidak semudah itu," Farel menarik kerah seragamku.

Aku langsung memukul lengannya, "jadi kusut tau!" omelku.

Mia melirik Farel yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"Farel, hari ini kamu ngga lupakan?" ucap Mia.

"Hari ini? Belajar bareng?" balas Farel.

"Iya!"

"Inget kok, pulang sekolah di perpustakaan."

"Ok, aku tunggu ya! Yu Kei kita masuk," Mia menarik tanganku.

"Lho? Eh?" Aku kebingungan karena Mia menarik tanganku begitu saja.

"Kamu sama Mia makin deket ya," celetuk Nadine yang muncul disebelah Farel.

"Bukan urusan kamu."

"Aku cuma mau bilang aja. Jangan sakitin Mia, kalau kamu ngga mau Kei kenapa-napa." peringat Nadine.

Farel tidak mempedulikan ucapan Nadine, oleh karena itu, ia meninggalkan Nadine. Nadine yang ditinggalkan hanya memperhatikan, lalu terlihatlah senyum sinis di wajahnya.

"Kita lihat saja nanti, sampai mana kamu bisa melindungi Kei," batin Nadine.

Mereka semua tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang memperhatikan, namun ia tidak berniat untuk ikut campur. Baginya itu hanya membuang-buang tenaga.

"Tidak disangka bahwa Nadine dapat berekspresi seperti itu," gumam Shella.

***

"Hai Shella ..." sapaku.

"Oh hai kei," balasnya.

"Pr matematika udah belum? Aku no 10 belum nih, bingung hehehe ...."

"Ternyata ada maunya."

"Hehehe ... jadi udah belum?"

"Udah, sebentar," Shella mengambil buku dan menyerahkannya padaku.

Aku menolak buku tersebut, "aku mau minta kamu jelasin, kalau kamu udah berarti kamu ngerti."

"Baru nemu aku orang kaya kamu."

"Kaya aku gimana?"

"Minta diajarin bukan liat pr kaya mereka-mereka," Mata Shella melihat meja Nadine yang sedang dikerumuni murid guna menyalin jawaban.

Aku mengikuti arah pandang Shella, "aku unik bukan? Hahaha ... lagian bentar lagi UTS, aku mau nilaiku tidak mengecewakan. Ya kalau bisa mengalahkan kamu."

Shella tersenyum miring, "boleh juga untuk orang yang katanya ngga berjodoh dengan matematika."

"Hahaha ... justru itu, aku harus bisa. Ajari aku ya Shella!"

"Baiklah."

Shella mengajariku pelan-pelan sampai aku benar-benar paham.

"Jadi gitu! Sekarang aku ngerti, kamu hebat banget jelasinnya," pujiku.

"Jujur ini pertama kalinya aku mengajari orang."

"Oh ya? Baru pertama udah sehebat ini."

"Kamu terlalu berlebihan."

"Berlebihan apanya? Kamunya saja terlalu malu. Mulai sekarang aku bakal minta kamu ajarin aku terus!"

"Baiklah."

"Yes!"

"Ngga buruk juga temenan sama Kei," pikir Shella.

Selama ini, Shella hanya ikut-ikut saja tanpa menganggap siapapun sebagai teman. Ini membuat aku menjadi teman pertama Shella di SMA.

Tak lama kemudian bel berbunyi dan semua duduk di tempatnya masing-masing.

***

"Kei ... kantin yu!" ajak Mia.

Sejak Mia pergi dengan Farel, sikapnya kembali baik. Aku senang Mia tidak marah lagi padaku.

"Hayu! Shella yu ke kantin!" ajakku.

"Aku bawa bekal, kalian saja," tolaknya.

"Makan di kantin aja! Ayo Shella ayo ..." Aku membujuk Shella.

"Ayo Shella, milih makan bareng atau milih Kei ngomel-ngomel karena kamu makan sendiri," sahut Nadine.

"Hey Nadine! Aku ngga ngomel-ngomel," protesku.

"Terus itu apa kalau bukan ngomel? Hahaha ..." balasnya.

"Lho kenapa Kei cemberut?" celetuk Farel.

"Astaga Farel, ngagetin aja!" ucap Mia.

"Hehehe ... habis aku panggil diem aja, ya udah disamperin. Ayo makan," ajaknya.

"Kamu ngajak aku apa Mia?" tanyaku yang heran, melihat matanya ke Mia sedangkan tangannya menggandengku.

"Kalian berdua," jawabnya santai.

Aku langsung melepaskan tangannya. Aku melirik Mia, terlihat jelas bahwa Mia cemburu. Aku tidak mah Mia marah lagi.

"Apa?" tanya Farel yang sadar akan tatapan sinisku.

"Ngga, ayo Shella," Aku menarik Shella. Untung saja bekalnya tidak jatuh.

"Kei bilang-bilang dong kalau mau narik aku," keluh Shella.

"Hehehe ... maaf ya."

Shella hanya diam membiarkanku menariknya sampai kantin.

Setelah aku pergi, Nadine mendekati Farel dan berbisik, "masih ingat peringatan aku, kan? Sana deketin Mia."

"Ngga tau aja, kalau aku manfaatin dia. Tapi baguslah, kamu ngga sadar," batin Farel.

Farel melirik Nadine sinis.

"Hmm ... kalian kenapa?" tanya Mia.

"Bukan apa-apa," sangkal Mia.

"Ayo Mia," ajak Farel.

Mia langsung mendekati dirinya ke Farel. Lalu, Nadine menyusulnya.

"Itu kosong! Ayo Shella," ajakku.

Shella mengikutiku dengan pasrah.

"Aku pesen makanan dulu ya," ujarku.

"Iya."

Shella membuka kotaknya dan tiba-tiba saja Nadine duduk dengan seporsi siomay di tangannya.

"Kamu bekel apa Shella?" tanya Nadine basa-basi.

"Nasi goreng," jawab Shella.

"Buatan sendiri?"

"Iya."

"Canggung banget ya kalau sama kamu. Aku jadi kagum sama Kei yang bisa deket sama kamu. Meski dulu dia memang begitu."

Shella mendiamkannya.

"Ah kalau dulu teman dia lebih banyak, tapi sayang banget ngga inget. Coba inget, dia bisa mengingat semua temannya, termasuk yang telah tiada."

Ucapan Nadine membuat Shella berhenti sejenak.

"Eh maaf kalau aku ganggu makan siangmu," ucapnya seraya tersenyum.

"Sepertinya dia sengaja, tapi untuk apa? Aku bahkan tak tertarik dengan masalah kalian," batin Shella.

***