"Pagi Nadine, pagi Mia," sapaku.
"Pagi Kei," balas mereka berdua.
"Gimana? Udah baikkan?" tanya Nadine.
"Udah ko, maaf ya aku pulang duluan," jawabku menyesal.
"Ngga masalah Kei, lagian emang kamu pusing. Bisa repot juga kalau kamu sampai sakit," ucap Mia.
"Kalau gitu tugasnya udah selesai?" tanyaku.
"Udah, kita kerjain bagian kamu juga biar cepet. Jadi sekarang kita santai, tinggal latihan buat presentasinya aja," jelas Mia.
"Maaf ya dan makasih ya ..." ucapku lagi.
"Udah dong minta maafnya, toh aku juga bilang ngga masalahkan?" ucap Mia berlalu.
"Biarin Mia aja ya Kei, mungkin dia lagi cape," bisik Nadine.
"Tenang saja Nadine, aku memakluminya ko," balasku meninggalkan Nadine.
Tak lama kemudian Nadine menyusul.
***
"Kei, Farel dateng tuh!" ejek Azza.
"Biarin aja," ucap Kei.
Azza hanya tersenyum meninggalkan Kei.
Farel berjalan ke arah Kei, namun berhenti di depan Mia. Seluruh kelas dibuat heran.
"Mau makan?" tawar Farel.
"Eh?"
"Ngga udah heran gitu. Kamu sendiri yang bilang bakal usaha, makannya aku mau bantu kamu. Ayo," ditariknya tangan Mia.
Mia masih mencoba mencerna apa yang terjadi.
"Sejak kapan Mia dekat dengan Farel?"
"Apa Farel ngga suka sama Kei?"
"Apa mereka berantem?"
"Ko gitu sih di depan pacar."
"Katanya bukan pacar."
"Dari awal aku ngga percaya. Mana ada sahabat kaya pacar, kalaupun ada pasti salah satu menaruh rasa."
"Kalau dari yang aku lihat, Kei bertepuk sebelah tangan."
"Bukannya Farel? Kalian ngga inget perlakuan Farel terhadap Kei?"
"Kalau gitu Farel sudah lelah dengan Kei, lama-lama Farel jengah. Makannya berpaling."
"Masuk akal."
Seperti itulah orang-orang membicarakan Kei dan Farel tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kei juga lelah dengan omongan orang-orang, mau bilang berapa kali juga kalau Kei dan Farel tidak berpacaran percuma. Faktanya mereka tidak percaya sama sekali.
"Terserahlah," gumam Kei membereskan buku.
Shella memperhatikan Kei.
"Kei, mau ke kantin?" ajak Nadine.
"Iya, Shella ikut?" ucap Kei.
"Ngga dulu, aku mau ngerjain tugas matematika," jawab Shella.
"Shella rajin sekali langsung mengerjakan tugas," sahutku.
"Shella banget deh, ngga heran kalau kamu juara kelas," sambung Nadine.
Shella tidak menanggapinya.
"Dah Shella," pamitku yang dibalas lambaian tangan.
Tidak sedikit orang yang membicarakan Kei. Kei sampai muak mendengarnya.
"Nadine, makan di atap sekolah aja yu," ajakku.
Nadine mengangguk.
"Ah rasanya tenang sekali," ucapku lega.
"Ayo dimakan," tawar Nadine menyodorkan seporsi batagor.
"Makasih," ucapku.
"Mau kenyang makan batagor doang?" tanya Nadine seraya menyuapkan nasi dengan ayam ke mulutnya.
"Kenyang ko," jawabku.
"Hmm ... kamu ngga apa-apa Kei?" tanya Nadine.
"Kamu random banget sih hahaha ... udah nanyain kenyang apa ngga terus nanyain kabar hahaha ...."
"Aku serius Kei ...."
Aku menatap Nadine, "ngga apa-apa ko."
"Kenapa ngga sanggah omongan mereka?" tanya Nadine penasaran.
"Percuma, apa yang aku bilang mereka ngga percaya."
"Ko bisa?"
"Karena aku dekat dengan Farel."
"Apa hubungannya?" Nadine benar-benar dibuat bingung.
"Jadi, Farel itu disukai oleh seluruh penjuru sekolah. Selain juara umum disekolah, tapi dikenal cuek. Hanya kepadaku saja dia ramah dan perhatian. Makannya pada cemburu sama aku, terus temanku juga cuma Farel doang."
"Menyedihkan sekali kamu Kei, padahal dulu kamu ngga gini," ucap Nadine dalam hati.
"Menyedihkan bukan?" tanyaku tersenyum pahit.
Nadine terdiam.
"Ya itu dulu, sekarang aku udah punya kalian. Kamu, Shella dan Mia."
"Aku pikir kamu udah dekat dari awal sama Mia."
"Ngga dekat banget ko, cuma waktu kelas 10 Mia selalu menawari sekelompok denganku. Berkat dia juga aku bisa mengobrol seadanya dengan teman yang lain."
"Apa karena itu kamu rekomendasiin dia?"
"Iya, rasanya Mia itu sosok ketua kelas yang adil. Lihatkan? Berkatnya aku bisa melewati masa sekolahku."
"Naif sekali," ujar Nadine dalam hati.
***
"Farel makasih ya udah ngajak aku," ucap Mia.
"Ngga masalah," jawab Farel memperlihatkan senyum tampannya.
"Wow, selain Kei ternyata anak itu bisa membuat Farel tersenyum."
"Siapa dia?"
"Mia dari kelas 11 IPS 5."
"Sekelas sama Kei dong?"
"Iya."
"Bukannya deket sama Kei juga?"
"Iya."
"Gila, ditikung temen dong?"
"Wajar sih, Kei sosoan ngga suka sama Farel. Padahal kemana-mana berdua."
"Ada bagusnya mereka dekat."
"Iya, gue dukung Mia aja. Dilihat dari segimanapun masih unggulan Mia."
"Setuju, dia baik banget. Terus waktu kelas 10 dia ketua kelas dan selalu nolongin Kei."
"Katanya dia ketua kelas lagi."
"Tuhkan! Mia emang cocok sama Farel. Rankingnya juga bagus, selalu masuk tiga besar."
"Aaaa, jadi iri deh."
Shella mendengar itu semua. Manusia memang suka berkata seenaknya.
Shella berjalan dan melirik Farel. Shella tidak mengerti apa yang disukai dari Mia. Bagi Shella, Mia tidak sebaik kelihatannya.
"Udah selesai makannya?" tanya Farel lembut.
"Udah ko, Farel?" tanya Mia balik.
"Udah juga."
"Mau ke kelas?" tawar Mia.
"Iya."
Mereka berjalan beriringan. Farel dan Mia menjadi pusat perhatian.
Tidak terasa, mereka telah sampai di depan pintu kelas.
"Sekali lagi makasih ya," ucap Mia.
Farel tersenyum seraya mengusap lembut kepala Mia. Mereka saling memandang. Perlahan Mia tersenyum hangat.
Disatu sisi Kei menyaksikan itu semua.
Nadine menaikkan ujung bibirnya dan Shella memperhatikan Nadine, Kei, Mia, Farel bergantian.
***
Seminggu kemudian, hubungan Mia dan Farel semakin membaik. Kei masih berusaha membiasakan diri. Shella acuh tak acuh. Nadine semakin dibuat senang.
"Nanti makan siang bareng ya," ucap Farel.
"Iya, udah sana ke kelas. 5 menit lagi bel masuk," balas Mia.
"Iya."
"Wah aku bangga padamu," bisik Nadine.
"Aku tersanjung," balas Mia berbisik.
"Kalian lagi ngapain? Ayo siap-siap, pelajaran pertama geografi dan presentasi," ucapku.
"Tenang aja Kei, kita kelompok terakhir," balas Mia.
"Paling juga tidak sempat," sambung Nadine.
"Kalian lupa? Ditambah sejam?" sahut Shella.
"Oh iya, ekonomi jadi sejam doang ya?" ucap Nadine.
"Maaf ya aku lupa, aku mau kasih tau teman-teman dulu. Makasih Shella udah ngingetin," ujar Mia.
"Iya," balas Shella.
Mia memberitahukan teman-teman, seketika kelas menjadi ramai. Nadine kembali duduk ke tempatnya dan aku membaca kembali materi yang akan dipresentasikan.
Bel masuk telah berbunyi. Satu persatu kelompok maju untuk presentasi sampai tibalah kelompokku maju.
Kami berempat memulai presentasi dan untuk memindahkan slide pada power point, kamu meminta tolong pada Azza. Azza dengan senang hati membantu.
Dampak kerusakan flora dan fauna terhadap kehidupan.
1. Berkurangnya sumber daya alam
2. Dapat menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir.
3. Penelitian secara ilmiah akan terhambat karena punahnya jenis flora dan fauna tertentu.
4. Akan memusnahkan habitat lain karena terputusnya rantai makanan.
Kami telah sampai ke pembahasan terakhir kami. Saatnya sesi tanya jawab.
"Baiklah, kami akan menampung pertanyaan terlebih dahulu. Silahkan ajukan pertanyaan," ucap Nadine lantang.
3 murid mengacungkan tangan.
"Iya silahkan Revan," ucap Nadine.
"Bisakah anda menjelaskan kembali lembaga-lembaga Biologi untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Saya kurang paham dengan penjelasan tersebut," tanyanya.
"Baik, pertanyaan sudah kami catat. Berikutnya Julian," ucap Nadine.
Semua pertanyaan sudah kami catat dan secara bergantian kami menjawab pertanyaan tersebut. Sejujurnya aku sedih karena penjelasanku tentang lembaga-lembaga Biologi tidak jelas. Lalu, aku tidak banyak menjawab pertanyaan mereka. Rasanya aku seperti benalu di kelompok ini.
***