Chereads / Pieces of Memories / Chapter 10 - Ch 10. Dugaan

Chapter 10 - Ch 10. Dugaan

"Wow Mia keren banget. Kamu menjawab semua pertanyaan dengan lancar. Ngga gugup kaya Kei," sindir Azza.

Azza memang anak yang ceplas ceplos. Dia selalu berbicara tanpa memikirkannya terlebih dahulu.

"Hei sudahlah, Kei juga sudah berusaha," sanggah Mia.

"Kamu tuh terlalu baik, mau aja sekolompok sama orang yang bahkan penjelasannya tidak dimengerti sampai diminta untuk dijelaskan ulang. Untung kamu yang jelasin," balas Azza.

"Azza udah dong. Kasian Kei," bela Nadine.

"Aku cuma bilang faktanya kok, Aku sampai heran, kok kamu bisa masuk sini sih?" ucap Azza.

"Ck, bisa diem ngga sih? Bukannya siapin buku buat pelajaran ekonomi malah ngomong sembarang!" ucap Shella kesal.

"Itu bener kok, maaf ya aku cuma bisa jadi beban," ucapku.

"Baguslah kalau kamu tau! Oh iya, jangan lupa tagih uang kas!" ucap Azza.

"Ngga usah dipikirin ya Kei, nanti aku bantu nagihin," ujar Mia.

"Iya."

Shella menggelengkan kepala.

"Tuhkan, Mia terlalu baik," celetuk Azza.

***

"Kei, ayo pulang!" ajak Farel menghampiri.

Seketika seluruh mata tertuju padaku. Tak sedikit pula yang mencibirnya.

Farel yang menyadari hal itu segera menarik tanganku.

"Cih, dasar cewek yang ngga tau diri," ucap salah satu teman kelas.

"Farel bodoh," gumam Shella.

Aku tahu bahwa sikap Farel mengundang kebencian terhadapku. Sekuat tenaga aku melepaskan genggamnnya, namun gagal.

"Maaf," sesal Farel melepaskan tanganku.

"Ayo pulang," ucapku meninggalkan Farel.

"Kei tunggu!" teriaknya menghampiri.

"Udah mulai buka hati sama Mia?" tanyaku penasaran.

"Sedang mencoba, kenapa?"

"Ngga apa-apa."

"Cemburu ya?"

"Siapa juga yang cemburu. Toh aku tau, kamu ngga suka sama aku."

"Sotau banget."

"Keliatan kok, tatapan itu bukan tatapan rasa suka melainkan rasa bersalah."

"Terus kenapa nanya?"

"Mastiin aja, aku ngga mau kamu memberi harapan palsu ke Mia."

"Kamu baik banget sih ke Mia."

"Karena Mia yang selalu nemenin aku waktu kelas 10."

"Pantesan."

"Jadi jangan buat dia sakit hati ya."

"Iya."

"Tapi ngga janji," lanjut Farel dalam hati.

"Udah sana pulang," ucapku ketika sampai dipersimpangan jalan.

"Hati-hati ya," ucapnya seraya mengelus kepalaku.

Aku mengangguk.

Farel berjalan ke kiri dan aku ke kanan. Aku harap semua akan baik-baik saja.

***

Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah sendirian. Farel sudah pergi menjemput Mia.

"Lihat lihat itu Farel dan Mia."

"Wah, serasi sekali ya."

"Rela aku kalau sama Mia."

"Aku juga."

"Farel dan Mia terkenal banget ya," ucapku dalam hati.

Begitu aku sampai ke kelas, Mia segera memelukku.

"Kei aku seneng banget," ujarnya.

"Aku juga ikut seneng," balasku.

"Farel baik banget ya, ngga heran kamu sahabatan sama dia," ucap Mia.

"Pagi-pagi tuh peluk Farel, bukan Kei," ledek Nadine.

"Kali aja habis ini aku peluk Farel, secara Kei sahabatnya Farel," Mia melepaskan pelukkannya.

"Hahaha ... ngga ada hubungannya sama aku," sahutku meninggalkan Mia dan Nadine.

"Pagi Shella," sapaku sambil duduk.

"Pagi, tugas udah?" tanyanya.

"Tugas ekonomi bukan?" aku memastikan.

"Iya, aku nomor 3 belum. Ngga ngerti hehehe ...."

"Tumben banget," ucapku mengelurakan buku. "Ini."

Shella menerima bukanya, "makasih ya."

"Sama-sama."

"Shella akrab banget sama Kei, sedangkan sama kita ngga," Ucap Mia yang memperhatikan Kei.

"Biarin aja. Nanti juga kalau Kei dikucilkan, Shella bakal ninggalin dia," ujar Nadine.

"Dikucilkan oleh siapa?"

"Kitalah. Kamu lupa perjanjian kita?"

"Ngga sih. Alasan kamu yang sebenarnya apa sih?"

"Buat Kei menderita. Dia harus merasakan bagaimana rasanya kehilangan sahabat."

"Ya aku ngga peduli sih, yang penting aku mendapatkan Farel," ucap Mia berlalu.

"Lihat saja Kei. Aku tidak akan membiarkan hidupmu tenang," ucap Nadine dalam hati.

Ting...tong...teng...

Bel masuk pun berbunyi. Tak lama bu Reni selaku guru ekonomi masuk.

Begitu guru duduk, Mia memimpin doa dan memberi salam kepada bu Reni.

"Baiklah, silahkan kumpulkan tugas terlebih dahulu," perintah bu Reni.

Dengan cekatan Mia mengumpulkan semua tugas.

"Hari ini kita akan membahas bab II tentang Kebijakan Fiskal. Sebelum ibu menjelaskan, ibu akan membagi 5 kelompok,"

"Kenapa harus kelompok?" Keluhku dalam hati.

Lalu dibagilah kelompok. 1 kelompok ada 5 orang. dan juga ada yang 6 orang.

"Kei kita sekelompok lagi," ucap Mia.

"Iya," jawabku.

"Aduh kenapa aku harus sekelompok sama kamu sih?" ujar Azza.

"Udah terima aja," sahut Revan.

"Kaya Azza paling rajin aja," celetuk Julian.

Ya, inilah kelompok. Aku, Mia, Azza, Revan dan Julian.

"Kita kelompom berapa deh?" tanya Revan.

"Kelompok 1," jawabku.

Revan mengangguk.

"Ini pembagian untuk setiap kelompok," ucap bu Reni lantang.

1. Pengertian APBN dan APBD

2. Sumber-Sumber Penerimaan dan Pengeluaran Negara

3. Pengaruh APBN dan APBD terhadap Perekonomian

4. Kebijakan Fiskal

5. Pajak

"Nah, sekarang ibu akan menjelaskan apa itu kebijakan Fiskal."

"Aku harap kali ini berjalan dengan baik," mohonku.

***

Tidak terasa kami sudah melewati 4 mata pelajaran. Sungguh menguras otak.

"Besok kita kerja kelompok di rumah Azza jam 10 ngga pake telat!" perintah Mia.

"Besok tuh libur, kenapa ngga jam 1 aja sih?" protes Julian.

"Biar beresnya siang, aku ngga bisa sampe sore," sahut Mia.

"Diusahakan," celetuk Revan.

"Ok," sambarku.

Besok adalah hari sabtu. Sekolah kami setiap hari Senin-Jumat.

"Kalau gitu aku pulang dulu ya," pamitku.

"Iya, hati-hati Kei," balas Mia.

"Kei!" panggil Farel begitu aku keluar kelas.

"Oh Farel," sahutku.

"Ayo pulang," ajaknya.

Baru saja aku melangkahkan kaki, ada seseorang yang memanggil namanku.

"Keisha!" panggilnya.

Deg!

Sekilas aku teringat bayangan anak lelaki yang berlari seraya menanggilku 'Keisha'.

"Keisha? Kei!" panggilnya lagi.

"Ah Revan, ada apa?" tanyaku ketika sadar.

"Ini jaket kamu ketinggalan," Revan menyodorkan jaket berwarna biru muda.

"Makasih ya."

"Sama-sama, sampe jumpa besok," ucapnya.

"Teman kamu baik ya," sahut Farel.

"Cuma balikin barang yang tertinggal, aku juga pasti gitu," balasku.

"Kamu banget."

"Hahaha ...."

"Maaf ya Kei," ucap Farel tiba-tiba.

"Buat?" heranku.

"Udah ninggalin kamu, Mia mendadak telpon aku. Aku kira kenapa, eh taunya minta bareng ke sekolah," jelas Farel.

"Lho bukannya kamu jemput Mia?"

"Ngapain? Rumah dia sama aku kan ngga deket. Mending aku jemput kamu."

"Jadi Mia bohong?" pikirku.

"Tunggu disini ya, mau ambil motor dulu," pinta Farel.

"Kalau Mia bohong buat apa? Buat aku cemburu? Tapi Mia udah tau kalau aku ngga suka sama Farel. Memang sih kata orang kalau sahabatan cewek sama cowok tuh pasti salah satu dari kita suka, cuman aku sama sekali ngga ada perasaan khusus ke Farel. Masa iya Farel?" pikirku sampai tak sadar Farel sudah ada di depanku.

Tinn ... tinn ... tiinnn!

Suara klakson menyadarkanku.

"Ayo naik," ajaknya kemudian.

"Farel memang ganteng dan baik, tapi entah kenapa aku tidak punya perasaan khusus padanya," ucapku dalam hati.

***