Marco mempercepat langkah mendorong pagar kosan, dia melangkah cepat dan menyusuri lorong, beberapa rekan menyapa dan dia membalas dengan senyuman singkat.
"Bi!" Sapa Marco pada ibu kos yang sibuk bersih bersih.
"Hay aden Marco, apa kabarnya?"
"Baik bi, bagaimana kabar bibi?"
"Baik dong den. Eh, si aden kemaren pulang bukan?" Marco mengangguk mengiyakan.
"Iya Bi, Marco mau ambil beberapa barang, mulai besok Marco kembali ke rumah papa" bibi cukup tercengang dengan ucapan Marco.
"Terus ibu bagaimana? Tinggal sendiri lagi dong den?" Marco mau tak mau mengangguk mengiyakan.
"Kuliahku sudah selesai jadi aku harus pulang ke rumah papa"
"Mm, semoga rukun ya den" bibi tau banyak hal bagaimana kisah dramatis keluarga Herman. Hingga gedung kosan ini jatuh sebagai bagian dari harta Gono gini dan jadi milik nyonya Mariam. Bibi sudah lama mengabdi pada nyonya Mariam dan berakhir dia di percaya mengurus kosan ini.
"Oiya bi, apa penghuni kos sebelah kamarku belum pulang?" Tanya Marco melihat pintu kamar yang sebelumnya di tempati Chi tertutup rapat.
"Kenapa den? Ini kuncinya kalau mau pakai" bibi menyodorkan kunci kamar paviliun.
"Aku masih simpan serepnya bi. Tapi kenapa sepi?"
"Oh, itu den. Penghuni remaja itu tidak jadi kos disini, katanya ada rumah kerabatnya, begitu kurang lebihnya" alis Marco mentaut kencang.
"Dia sudah pindah bi?"
"Dia siapa den? Maksudnya mereka? Kan ada tiga orang" meski sedikit bingung Marco mengangguk saja, tapi hanya Chi saja yang dia maksud.
"Yasudah den, bibi mau pulang. Salam untuk non Lyn" Marco mengangguk dan melangkah menuju tangga paviliun. Meneliti teras yang sepi.
Jadi Chi sudah pindah? Batin Marco penuh tanda tanya. Dimana rumah kerabatnya? Kerabat siapa yang di maksud oleh Chi?
Marco tak habis pikir. Dia melangkah dan memutar kunci kamarnya. Ruangan yang dia ingat kemarin. Dimana mereka saling berciuman dan berpelukan erat. Wajah Chi terbayang, membuat Marco menghela nafas panjang. Dia merebahkan diri di sudut kasur. Meraba permukaan kasurnya. Chi, aku ingin bertemu denganmu. Lirih batinnya. Dia sangat menginginkan Chi berada di sampingnya saat ini.
Marco tak bisa menemukan Chi, ini adalah kenyataan yang pahit. Dia merasa kesal sendiri.
Kosan ini adalah tempat terbaik untuknya. Di mana dua tahun belakangan dia merasa tenang tanpa suara tinggi dan pertengkaran antara Mariam dan Herman. Dimana dia bisa tinggal dan dekat dengan kampus, menikmati masa kuliah dengan baik.
Dan disini juga Marco bertemu kembali dengan Chi, cinta pertamanya. Mereka berciuman, berkencan dan ah! Marco ingin merasakan hubungan indah yang lebih lagi. Tapi kemana kekasihnya pergi. Marco menyapu ruangannya dengan seksama, membayangkan tubuh kekasihnya ada dan memenuhi ruangan ini.
Chi yang manja, Chi yang manis, Chi yang cemberut, Chi yang tersenyum, Chi yang menciumnya.
Semua masalah dalam pikiran Marco sudah siap meledak dan dia menginginkan Chi untuk mendinginkan kepalanya.
"Chi.." lirihnya dengan nada sumbang dan gusar. Kenyataan jika semua tadi adalah bayangan membuat Marco kesal sendiri. Dia kesal dan marah. Dia begitu menginginkan Chi berada di sampingnya.
Marco membuka kaosnya dan membuang ke lantai, rasanya ruangan ini jadi panas, mungkin karena dia sedang kesal dan di landa emosi.
Otot otot Marco mengeras, menampilkan guratan nyata. Dia kesal dengan keadaan yang dia hadapi. Dan dia kesal terlambat menemui Chi. Terlalu banyak hal yang harus dia benahi hingga Chi di urutan kesekian.
Harusnya dia menemui Chi terlebih dahulu dan persetan dengan Lyn!! Marco menyeka dahi dengan kedua telapak tangan kasar. Dia sungguh kesal dan kecewa.
"Chi!!" Suara Marco setengah berteriak.
Pukul tiga sore hari.
Chi melangkah masuk ke lorong kosan, meninggalkan senyuman getir diantara beberapa orang yang dia lintasi. Gadis itu mempercepat langkah menyusuri lorong dan swgera menuju paviliun tujuannya.
"Chii!!"
Dia semakin mempercepat langkah sedikit berlari, dia mendengar suara yang amat dia kenal.
Chi membuka pintu kamar Marco dengan cepat, dia bisa melihat jelas punggung Marco. Yang bidang dan menggurat otot kekar. Marco! Ya, itu kak Marco.
Chi menarik handle pintu hingga suara terdengar jelas membuat Marco menoleh dan membalikkan badan.
"Chi..?" Marco tak percaya dengan gadis di hadapannya. Remaja itu berhambur lari dalam pelukan Marco, membuat pria itu segera membalas pelukan dan semakin mempererat. Marco memeluk dan mengangkat tubuh Chi melayang ke udara berputar putar.
Ini bukan mimpikan? Ini bukan ilusi?
"Chi?" Tanya Marco masih tak percaya, sama halnya dengan gadis itu. Dia juga tak percaya. Dia bertemu Marco lagi. Mereka bertemu lagi disini.
"Kudengar kau pindah?" Chi mengangguk kecil beberapa kali.
"Kenapa kau kesini?" Marco bertanya dengan wajah bingung. Kenapa dia harus bingung.
"Aku mencari kakak" jawab Chi jujur apa adanya. "Aku ingin bertemu kakak, aku sangat merindukan kakak" balas Chi.
Marco menurunkan tubuh ramping Chi, gadis itu bersandar pada dada bidang Marco, suara debaran jantung terdengar di telinga Chi yang menempel pada otot dada Marco.
Dia sedang bertelanjang dada, sadar atau tidak. Tapi siapa peduli, yang mereka peduli hanyalah menumpahkan sekian banyak kerinduan.
"Terima kasih kau kesini, aku bisa melihatmu lagi" lirih Marco dengan mata berkaca-kaca. Dia sungguh lelah dengan kehidupannya dan Chi seperti oasis di Padang pasir.
"Ada apa kak?" Chi mengangkat kepala memperhatikan raut wajah Marco yang sendu.
Pria itu segera mengganti ekspresi nya dengan cepat, seperti berganti pakaian. Marco memulas senyuman. Telapaknya menopang dagu Chi, bibirnya menyambar bibir mungil Chi. Mencium dengan penuh hasrat.
Marco mengangkat tubuh Chi hingga masuk ke dalam gendongannya, dia ingin bisa terus mengangkat tubuh gadis ini dalam pelukannya seperti dahulu.
Chi mengkaitkan kedua lengannya di belakang leher Marco, menikmati ciuman mereka yang enggan terjeda.
"Kau meninggalkan ku pagi itu dengan tiba tiba tiba. Kau membuatku takut.." rengek Del dengan wajahnya yang manja dan menggemaskan, memainkan adrenalin Marco, telapak kekarnya memegang erat tungkai Chi.
Dia menyentuh gadisnya dengan segenap emosi yang tertahan. Pria itu menyandarkan Chi ke tembok, dia mendesak kekasihnya di sudut kamar.
Mengunci tubuh Chi dengan kedua tangannya. Tatapan Marco terasa lain. Ada banyak hal yang dia simpan. Entah emosi, rindu dan keinginan lainnya.
Chi bisa melihat jelas di sana. Tapi apapun, Chi dan Marco hanya ingin menikmati semuanya bersama.
"Chi.." bisik Marco di daun telinga Chi dengan suara bergetar, membuat desiran panas sekujur tubuh, meremang dan gemetar. Rasanya begitu lain dan memainkan gejolak di dalam dada.
Chi menyandarkan tubuhnya ke tembok, memberi jarak antara mereka sementara tungkainya masih menjalin di pinggang Marco.
"Aku menginginkanmu.." lirih Marco dengan sinar mata penuh harapan. Ucapan barusan? Apa artinya? Wajah Chi seketika memerah. Dia masih remaja, bahkan belum tujuh belas tahun. Apa yang Marco katakan? Chi seakan sulit mengerti.
"Aku ingin menikmati malam ini denganmu.." pinta Marco dengan suara tercekat dan berat. Jakunnya naik turun menatap lekat bibir merah jambu Chi.
"Kaaa.." lirih Chi dengan wajah merah padam. Marco harus berbesar hati jika Chi menolak keinginannya.
Gadis itu meraih ujung blusnya, dia menarik perlahan hingga Marco bisa melihat jelas apa yang tersimpan di depan wajahnya, di bawah sana, tepat di dada Chi.
Kau tumbuh dengan sangat baik.. pria itu tersenyum malu malu mau..
***
oh tidak, bagaimana ini. Apakah Marco dan Chi akan belah rambutan.