Chereads / My playboy boyfriend / Chapter 32 - Pernikahan yang tak diinginkan

Chapter 32 - Pernikahan yang tak diinginkan

Sebulan berlalu.

Marco duduk santai dengan melipat kaki, matanya terus fokus pada layar ponsel. Lyn sesekali melirik bayangan Marco dari kaca di hadapannya. Gadis itu sedang mencari hiasan yang paling cocok yang akan digunakan untuk pesta pernikahan nanti.

"Aku rasa aku harus menggunakan warna lipstik sedikit lebih menyala.." Lyn melirik MUA yang menanganinya, wanita setengah baya yang terkenal dengan skill tata rias wajah itu mengangguk pelan.

Ini bukan pertama kali Lyn menentukan warna yang diinginkan, mereka sudah mencoba banyak tone warna, tapi sepertinya belum ada yang cocok untuk nya.

Baru saja perias mengangkat tisu untuk mengelap bibir Lyn, Gadis itu mengangkat telapak tangannya meminta waktu sebentar.

"Marco!" Lyn memutar badannya, Dia sedikit cemberut menyadari Marco tak se- happy happy, pria itu terlihat tenang, wajahnya me raut datar, membuat dia kecewa. Pernikahan sudah di depan mata, dia sedang mencoba riasan dan gaun pernikahan, bukannya setiap pasangan akan menikah begitu bahagia dan ceria.

Mau bagaimana lagi! Tidak ada yang menginginkan pernikahan ini selain Lyn dan Herman, lihat saja wajah enggan Marco.

Berkali-kali lyn memaksanya tetap saja pria itu tak berubah. Membuat wajah Lyn terlihat jengkel sendiri tapi mau dikatakan apalagi. Hanya bisa menarik nafas panjang dan pasrah, hanya dia yang menikmati semua proses persiapan pernikahan ini, rasanya sakit di dalam dada.

"Bagaimana menurutmu? Apakah ini cocok untukku?" Marco menaikkan dagunya sesaat, hanya menatap sekilas wajah Lyn atau mungkin dia tidak pernah menatap sedikit pun.

"Cocok."

Tanpa menoleh, tanpa peduli, tanpa apapun itu, Lyn menghela nafas berat sekali lagi, dia hampir saja menyapu bersih benda di atas meja rias ini kalau batinnya tidak berteriak sabar! Kenapa Marco sedingin ini? Bukankah dia itu kakak yang baik sebelumnya!

Lyn menatap wanita yang berdiri di sampingnya. Dia menarik bibir dengan dada berseru panas, memasang senyum palsu.

"Bisakah kau tinggalkan kami berdua sebentar saja," nona yang menjadi perias tersenyum kecil, dia mengangguk seakan mengerti, mood calon pengantin tidak terlalu baik. Semua terlihat jelas di sini. Atmosfer ruangan ini terasa aneh.

Lyn beranjak dari tempat duduknya. Dia bangkit mendekati Marco yang masih duduk santai dengan raut wajah tenang, sayang sekali dia justru tak bisa setenang itu.

"Marco!" suara Lyn terdengar berat, tentu saja beban hidupnya sangat berat saat ini. Sedang hamil dan harus menikah dengan pria yang tak menganggapnya sama sekali.

Ya.. akhir-akhir ini Marco banyak berubah, tidak perhatian seperti sebelumnya. Apa yang sebenarnya kau inginkan Lyn? Sayangnya, dia harus melanjutkan rencana ini.

"Kenapa kau hanya berdiam diri saja! Tidakkah kau ingin mengatakan sesuatu.. Kau tahu pernikahan kita semakin dekat, kau tak boleh acuh begini!" Marco menegakkan kepala dan membalas tatapan nanar Lyn.

Pria itu bangkit perlahan dari kursi. wajah Marco yang semula terlihat tampan dan mempesona berubah dingin dan kaku. Pria itu tak menjawab ucapan Lyn, membuat gadis di depannya semakin geram.

"Marco!" Lyn menggamit ujung lengan pakaian Marco, menghentikan langkah pria itu. Dia sedang berbicara dengan calon pengantinnya, Kenapa dia jadi seperti ini sih?.

"Marco, Aku sedang bicara denganmu!" Kesal Lyn semakin di ujung tanduk.

"Lalu apa yang kau harapkan dari pernikahan ini? Kau tahu kita melakukan semuanya hanya karena keterpaksaan, terutama untuk diriku!" Marco membalas ucapan Lyn tanpa menoleh. Hati pria itu menjadi begitu beku, dingin dan keras.

"Setidaknya lakukan sesuatu, kalau memang engkau tak mampu setidaknya buat orang lain percaya jika pernikahan kita ini, Ya.. buat seperti pernikahan pada umumnya!" Marco membalik tubuhnya, matanya sedikit menyipit, menatap tajam sorot mata penuh harap gadis di deoannya ini.

"Aku tak bisa bersikap baik kepadamu, sudah tidak bisa lagi.. Tidak bisa seperti sebelumnya--"

"Oh ya! Coba kau katakan semuanya itu kepada papa, Aku ingin melihat seberapa besar keberanianmu!" Tantangan Lyn memotong kalimat Marco.

"Berhenti berlindung atas nama Om Herman, kau tahu dia bisa baik 1 jam lalu membencimu kemudian!" Marco hanya sekedar mengingatkan Lyn.

Dia tak pernah percaya dengan kebaikan Herman, bisa jadi Herman begitu perhatian karena Lyn sedang hamil. Tapi ayolah, Marco tak mau berpikir terlalu naif. Herman itu seperti uang, depan belakang berbeda.

"Terserah apa katamu, yang pasti saat ini papa pasti mendengarkan apa keinginanku. Dan.. jika kau menginginkan posisi mu di perusahaan, maka bersikap baik padaku!"

"Kau sudah mengancam ku?"

"Tidak, Aku sedang belajar sedikit tentang politik. Karena kau tak bisa diajak berunding dengan cara diplomasi, mungkin kau membutuhkan sedikit paksaan" Marco menarik sudut bibir, tersenyum sinis.

"Bukan sedikit, tapi penuh paksaan! Sejak kau membuat kesalahan dan melimpahkannya kepadaku, sejak dari situlah semua ini menjadi terpaksa!"

"Dan kau tak punya pilihan lain, atau aku akan menelepon papa!" Marco lelah mendengar ucapan Lyn, yang selalu membawa Herman dalam pembicaraan mereka dan dia hanya ingin menghindari perdebatan yang jauh lebih sakit lagi.

"Aku rasa kau cocok dengan gaun yang pertama tadi.. dan riasan natural dengan warna pastel pada bibirmu itu jauh lebih baik.." sepertinya cara Lyn sedikit berhasil meluluhkan pikiran Marco. Gadis itu tersenyum simpul.

"Bagaimana denganmu? Kau lebih menyukai jas berwarna terang atau gelap?" Lyn memanfaatkan keadaan.

Marco melirik ke arah patung yang memajang beberapa jas dengan desain khusus.

"Aku akan memakai warna gelap" Lyn menaikkan alis, dia tak begitu menyukai pilihan Marco.

"Bagaimana dengan jas berwarna ivory dengan list gold pada kerah nya?" Tunjuk Lyn pada patung yang lain, Marco melirik sesaat lalu menggeleng.

"Aku pikir warna gelap lebih cocok untukku, karena seumur hidup aku akan berada di tempat yang bahkan sulit untuk diraba.." bisik Marco meninggalkan ruangan, dia meninggalkan Lyn yang mematung dengan wajah tak percaya.

Wanita itu mengepalkan tangan, dia berdecak kesal. Marco sungguh menyebalkan!

Lyn Kembali ke tempat duduknya semula. Dia menatap bayangan dirinya di cermin, Gadis itu menyadari volume pipinya semakin bertambah, dia menurunkan pandangan menatap perutnya yang mulai membuncit.

Mau bagaimana lagi, dia dan Marco harus segera menyelesaikan semua ini dengan baik.

Lyn mencoba menarik senyum, dia berharap suatu saat nanti hubungan dia dan Marco akan lebih baik daripada sebelumnya.

"Aku tahu Marco pria yang baik, suatu saat nanti dia akan lelah bersikap seperti ini.." gumam Lyn penuh harap, Gadis itu menengadahkan kepala, menahan air mata yang mulai membayang di depan pupilnya.

Pernikahan harusnya menjadi impian setiap pasangan, dimana hari mereka meresmikan cinta dengan ikatan yang pasti. Ada banyak pasangan yang akan meneteskan air mata haru, menangis sambil tersenyum lebar. Tapi agaknya sedikit sulit untuk Lyn.

Pertama, pria yang menjadi mempelainya bukanlah orang yang mencintainya. Kedua dia harus menikah karena bayi dalam rahim nya.

Dan ketiga.. Lyn membayangkan wajah Abra. Suatu saat nanti, dia akan menggandeng Marco di hadapan Abra! dan meyakinkan diri jika pria yang menjadi pendamping hidupnya jauh lebih baik dari sih bajingan itu!

"Aku harus hidup, aku harus bahagia.." Lyn menyemangati diri sendiri. Dia mencoba menahan kelopak matanya yang semakin memanas. Mungkin itu akan terasa sulit. Memang akan sulit. Saat ini pun sudah begitu sulit. Tapi harus tetap dijalani.

"Ayolah Lyn.. semua pasti berlalu.." bisiknya menahan laju air mata.

Hemm.. Lyn, kasian juga..