Chereads / My playboy boyfriend / Chapter 34 - Timbal balik

Chapter 34 - Timbal balik

Marco dan Lyn kembali ke rumah, sekarang Marco sudah memiliki kendaraan roda empat sendiri. 

Ya, Herman memberikan satu tentu tidak dengan cuma cuma, dia meminta Marco untuk sigap menjaga Lyn. 

Hari ini mereka baru saja menyelesaikan rangkaian pemeriksaan pra nikah. Tentu saja dengan kondisi Lyn yang berbadan dua banyak hal yang harus di siapkan dengan khusus.

"Bagaimana?" Herman menyambut di teras rumah. 

Entah mengapa, Marco merasa aneh, akhir akhir ini Herman lebih sering menghabiskan waktu cukup lama di rumah. Biasanya pria itu selalu sibuk di kantor, apa dia sudah lelah bekerja? Orang seperti itu mana pernah lelah bekerja.

"Semua berjalan lancar om"

"Bagus!" Ujar Herman, dia menunjuk tumpukan di meja yang baru saja di taruh asistennya 

"Marco.. aku membawa beberapa buku dan berkas penting, database juga. Kau harus mempelajari banyak hal, sebelum siap bekerja" wah mengejutkan sekali. 

Marco langsung mengangguk cepat. Dia sangat bersemangat. Itulah mengapa dia menikahi Lyn karena dia ingin jadi pria berhasil, hingga suatu saat nanti dia bisa dengan bangga menjelaskan semuanya pada Chi. 

Meminta kekasihnya itu untuk menemani dirinya di sisa umur. Membayangkan semua itu membuat Marco tersenyum sendiri.

"Kau terlihat bersemangat!" Ujar Herman.

"Tentu saja, om"

"Bagus kalau begitu, aku harap pernikahan kalian berjalan lancar hingga kau siap bergabung ke perusahaan"

Marco mengangguk lagi, dia menoleh ke arah Lyn, wanita itu tersenyum dengan sudut bibir tertarik. 

"Kau dengar itu Marco, papa tak akan mengecewakanmu, benar kan pa?" Tanya Lyn dengan wajah bangganya.

"Bagus kau tahu itu. Aku bukan dirimu yang mengecewakan orang yang merawat dan membesarkan mu dengan semua kemewahan ini!" 

Lyn hanya bisa terdiam mendengar kalimat sarkas Herman.

"Kau harus menjaga tubuhmu, aku tak mau ada yang sadar dengan perutmu saat pesta nanti!" Ujar Herman menunjuk perut Lyn. Gadis itu mengangguk.

Melihat wajah sinis Herman, ucapannya yang ketus membuat Marco terkadang masih iba pada Lyn. Ya, bagaimanapun pria itu punya hati yang lembut.

"Aku akan mempelajari semua ini om," ujar Marco meraih salah satu file di meja dan membukanya, dia membaca perlahan untuk waktu yang singkat. Lalu meletakkan kembali.

"Aku akan membawa semua ini ke kamar setelah mengantar Lyn beristirahat" ujar Marco. 

Herman sudah akan menepati janjinya, bukankah Marco juga. Dia akan menjaga Lyn sebisanya. Setidaknya ayo bersikap baik pada wanita malang ini.

"Lyn kau harus istirahat, apa kau ingin makan sesuatu?" Tanya Marco dengan sinar mata perhatian. Lyn tersenyum kecut menyadari perubahan sikap Marco.

"Aku ingin makan sesuatu yang segar dan pedas." Ujar Lyn dengan mendecak lidah, dia begitu menginginkan makanan dengan rasa yang lain, mengidam. Begitulah istilahnya.

"Apa yang dia inginkan?" Tanya Herman pada Marco, entah dia tak mendengar jelas atau Herman tak mau menanyakan langsung pada Lyn. Sikap pria itu sulit di tebak.

"Aku ingin rujak buah mangga muda" ujar Lyn. Marco mengangguk.

"Aku akan--"

"Tidak perlu!" Potong Herman, dia mengangkat tangannya. "Asistenku akan mencari apa yang dia inginkan"

Lyn tersenyum mendengar kalimat Herman.

Ah, daripada keegoisan bagi Lyn Herman adalah sosok yang perhatian, dia hanya gengsi saja dengan sikapnya. Sebenarnya bagi dia Herman adalah papa terbaik. Papa yang bisa memberikan hidup yang baik. Dan sekarang dia juga bisa memberikan Marco pekerjaan. Jika Mariam mengatakan hal buruk tentang Herman, bagi mua itu adalah kesalahan Mariam.

Lyn menuju kamarnya di tuntun Marco. Pria itu mendorong pintu kamar perlahan dan mempersilahkan gadis itu masuk, dia mengikuti di belakang punggung lyn.

"Kau tahu, di depan rumah mama ada mangga" ujar Marco pada Lyn. 

"Lalu?"

"Kalau kau mau, aku akan mengambilkannya untukmu" ujar Marco memberi tahu Lyn jika dia punya niat baik. Wanita itu tersenyum sinis sambil merebahkan punggung.

"Tidak terima kasih, kau tahu aku tak menyukai wanita itu" gusar Lyn 

"Tapi, Mariam membicarakan dirimu yang sedang hamil muda. Dia menyimpan itu untukmu"

"Kau bercanda, itu alasan agar kau bisa menghabiskan waktu di sana, dan menghindariku kan?" Sinis nya tak menyukai nama Mariam di sebut dalam obrolan mereka.

Marco membantu Lyn  meluruskan kaki di ranjang, dia mengatur bantal di punggung Lyn agar wanita itu nyaman.

"Kenapa sikap mu begitu kontras? Apa karena jabatan yang akan kau dapatkan?" Tanya Lyn to the point.

"Kenapa, kau tak suka aku berbuat baik padamu?" Marco malah balik bertanya.

"Rasanya sedikit aneh. Bukankah kau membenciku?" Marco mengangguk, dia mengakuinya. Tentu saja dia masih kesal dengan apa yang Lyn lakukan pada Chi.

"Sudah berapa kali ku katakan, aku menamparnya agar papa tak menyalahkan kita!"

"Tapi kau tak perlu melakukan hal itu, itu terlalu jauh dan menyakitkan!" Balas Marco dengan suara berbisik tapi sorot matanya jelas tajam.

"Lalu kau ingin papa melihat kau dan dia tidur di kamar bersama? Seperti aku?" Bukan seperti itu Lyn.

"Kau sadar tidak sih, kalau sebentar lagi kita akan resmi menikah, bukan untuk satu dua hari atau bulan. Kita menikah seumur hidup Marco!" Menyadari ucapan Lyn ada benarnya membuat Marco terhenyak.

"Hubungan dirimu dengan gadis itu hanyalah seperti bayangan saja, tak akan pernah bersama" dia mengucapkan semua kalimat di dalam hatinya, dia ingin Marco sadar dengan takdir yang sudah di pilihkan Herman untuknya.

"Lyn.. yang harusnya sadar itu dirimu!" Marco sudah berani mengangkat telunjuknya, mengacung pada wajah Lyn.

"Apa katamu?"

"Ya.. kau yang berbuat kesalahan tapi kenapa kau menghukum aku bersama dirimu" kesal Marco tak habis pikir.

"Tapi, kau juga memiliki tujuan, kau jangan mengingkari itu!"

"Ya, tentu saja. Itu semua karena kau! Kau merampas kebebasanku, ada harga yang harus di bayar!"

"Tentu saja! Kau bisa mendapatkan posisi di kantor kan, jadi lakukan tugasmu dengan baik" balas Lyn dengan tatapan nanar.

"Ya. Aku akan menikah denganmu, tapi jangan harap aku akan menganggap itu sebuah pernikahan!" Marco menutup pintu kamar Lyn. Meninggalkan gadis itu sendiri.

Apa ini? Yang Lyn inginkan hanyalah hidup normal, menikah dan mengurus rumah tangga. Tapi kenapa Marco membuat semuanya menjadi sulit seperti ini? Sebelumnya pria itu begitu tenang dan penurut, kenapa dia mendadak berubah! Dia tak habis pikir.

Marco menarik handle pintu perlahan, dia melihat Herman di ruang depan sibuk dengan layar ponselnya. Pria itu mendengus kesal. 

Dia menyesal sudah menawarkan niat baik tadi. Ly sungguh keterlaluan. Dia sudah menghancurkan hubungan dirinya dan Chi dan sekarang dia seenaknya mengatur hidup Marco. Tak bisa dibayangkan nanti jika mereka sudah berumah tangga bersama.

Itu adalah kenyataan terburuk. Tapi Marco tak bisa menolak, dia juga menginginkan tawaran Herman, kapan lagi. Jika mengharapkan pekerjaan dari gelar strata satu yang dia miliki, tak mungkin dia langsung menduduki posisi manager.

"Aku yakin Chi akan mengerti, aku akan menjelaskan semuanya. Jika perjuangan ini untuk hidup kita di masa depan.." lirih Marco, sebelum tiba di hadapan Herman. Pria itu mengatur senyuman dan meraih file di atas meja.

Herman menoleh sebentar, melihat Marco ada di hadapannya.

"Apa kau menginginkan jam tangan?" Tanya Herman menunjuk katalog merk mahal jam tangan ternama. Dia memberi lihat pada Marco. Membuat Marco mematung sesaat, dia tak percaya.

"Aku tak mau orang melihatmu sebelah mata. Yang mereka tahu, kau adalah putraku." Marco mengangguk seakan paham maksud ucapan Herman.

** jangan lupa stor PS nya, biar cerita ini ga tenggelem :'(