Lyn semobil dengan Herman, mereka langsung pulang sementara Marco di mobil lainnya, dia harus menyelesaikan perihal undangan.
Pria itu menatap kosong jalanan malam yang terasa sepi.
Hanya melihat tatapan mata Herman dia tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Hari ini dia merasa gagal. Gagal untuk kesekian kalinya.
Marco tak tahu apa yang harus dia lakukan nanti, yang jelas wajah Chi yang termangu dengan bekas tamparan di pipi tak bisa Marco lupakan. Dia merasa sangat frustasi.
Dia menoleh dan sorot matanya sudah tak bisa menangkap bayangan tubuh Chi, mobil melaju semakin jauh.
"Ada apa ini?" Suara berat Herman, tatapan matanya. Semua itu seperti Auman binatang buas terdengar di telinga.
Baik Marco ataupun Lyn dan Chi tak ada yang menjawab.
"Apa belum selesai? Aku tahu kalian kesini. Kau tak bisa lama lama di luar. Ayo pulang!" Ucap Herman kepada Lyn, pria itu melepaskan jasnya. Menutupi punggung putrinya, dia membawa putrinya kembali menuju mobil.
"Marco, kau selesaikan urusan undangan. Aku akan memeriksa final detailnya besok" ujar Herman membuat Marco terpaksa mengangguk.
Melihat Marco tak langsung beranjak, Herman kembali melirik.
"Ada apa? Siapa remaja itu?" Tanya Herman pada Lyn, anak perempuannya tersenyum tipis dan sinis.
"Hanya gadis murahan yang menggoda pria random," balas Lyn menyunggingkan senyum.
Herman menggelengkan kepala, sebelum menuntun Lyn masuk ke mobil, pria itu menoleh ke arah Chi dan Marco yang mematung sekali lagi.
"Marco.. ada banyak wanita murahan yang mengobral diri, apalagi kalau kau anak seorang pengusaha hebat. Lebih baik kau hati hati!" Ancamnya menyunggingkan senyuman sinis. Menyeringai sombong.
Herman memutar badan, masuk ke dalam mobil, meninggalkan Marco dan Chi yang tak percaya dengan kalimat sombongnya.
Marco menoleh pada Chi yang menundukkan pandangan. Gadis itu mengepalkan tangan, air matanya berjatuhan.
Apa apaan semua ini. Serendah itukah dia? Apa karena dia masih muda lalu bisa direndahkan begitu saja? Apa karena dia murahan hingga gampang terjerat cinta Marco? Chi mengangkat kepala, membalas tatapan Marco dengan air mata yang terus berjatuhan. Gadis itu menangis dalam diam, terisak dalam.
Marco tak bisa melihat wajah Chi yang sendu dan berlinang air mata, Marco mengangkat tangannya perlahan. Cahaya remang di luar membuat semua terasa kian dingin.
"Marco.. tuan memintamu segera pergi dari sini" suara sopir mengejutkan Marco, dia mengurungkan niat tangannya lalu menarik kembali.
Pak sopir membukakan pintu mobil, BMW hitam sudah siap menunggu Marco.
"Motor kang Marco nanti saya yang ambil" ujar pak sopir seakan mengerti kerisauan Marco, bukan.. bukan itu!
Dia tak memikirkan tunggangannya tapi gadis ini. Marco tak bisa membantah jika sudah berurusan dengan Herman, dengan langkah berat dia meninggalkan Chi.
Tanpa menoleh. Pria itu hanya mengepalkan tangan dan mengadukan gigi, berharap hari ini bisa dia perbaiki suatu saat nanti.
Marco meninggalkan Chi yang menatap mobilnya dengan nanar.
"Huhuhu.." Chi kian terisak, dia berjongkok di depan pagar kosan, meratapi nasibnya.
Pria yang begitu dia cintai, pria yang begitu dia percaya, pria yang begitu dia rindukan. Air mata Chi semakin deras.
Dia mengenal Marco bukan hanya sehari dua hari, dia sudah lama mengenal dan dekat dengan Marco di masa lalu. Dia begitu percaya pada perasaannya, begitu percaya akan kata cinta yang Marco ucapkan.
Bahkan dia mampu melepas harta berharga sebagai perempuan hanya untuk Marco! (Hampir ya guys..)
Tapi, pria itu! Untung saja belum terlanjur basah. Chi hanya bisa menyeka air mata, tapi air mata itu terus saja berjatuhan lagi dan lagi.
Jatuh cinta semudah ini.. dan berakhir sesingkat ini..
Chi tak percaya. Marco begitu banyak berubah? Dia bukanlah kakak laki laki yang dulu begitu baik dan pengertian. Dia bahkan menghamili wanita yang belum resmi menjadi istrinya?
Buruk nya lagi.. dia juga berniat meniduri wanita lain sementara dia menyimpan undangan pernikahan dalam tasnya?
Chi sungguh tak percaya tapi itulah kenyataannya, pria itu benar benar jingan! Marco bukanlah kak Marco yang dia kenal sebelumnya.
Pria itu sudah berubah total. Chi menyesali cinta pertamanya.
POV Chi
Pukul sembilan malam ini, rasanya begitu dingin seperti perasaan dalam hatiku. Pria yang begitu aku rindukan, pria yang begitu aku inginkan. Hari ini, melepaskan topengnya dengan tak sengaja.
Hampir saja aku terkecoh, menikmati buaian cinta dan kata kata manis dari lidah beracunnya. Kak Marco, kau membuat aku terhanyut dalam desiran panas cinta penuh candu. Kau menawarkan manis madu dalam kecupan dan pelukanmu. Membuat aku lupa daratan, membuat aku ingin melepaskan semuanya.
Tapi bangkai di tutupi tetap tercium juga. Seperti itulah dirimu. Aku percaya akan perasaan dan wajah tenang mu, tapi itu seperti topeng busuk di balik wajah aslimu. Kau begitu berbahaya.
Aku menyesali pertemuan ulang kita. Aku menyesali pernyataan cintamu, aku menyesali keresahan ku saat menanti bertemu kembali denganmu. Bahkan pria yang sudah lama di kenal pun belum tentu bisa di percaya.. aku sungguh kecewa pada diriku.
Berkali kali aku ingin berhenti menangis tapi air mata ini terus saja terburai jatuh. Aliran sakit dari dalam hati seakan membias turun dari mataku. Ya, biarkan aku menangis sejadi jadinya malam ini, untuk kekonyolan dan ketololanku. Cinta pertama? Pria yang dikagumi. Bullshit!! Semua itu omong kosong!!
Pergilah dengan wanita itu! Harusnya sejak awal aku tahu. Kau menciumku di hari pertama kita, kau merangkul ku, mengajak ke tempat asing yang berbahaya. Di sana kau merangkul gadis lain. Bodoh!! Aku memukul kepala berkali kali, ya.. Untuk kebodohanku. Betapa aku bodoh bisa percaya semudah ini denganmu.
Karena kau tampan? Karena kita sudah lama mengenal? Karena aku begitu nyaman denganmu? Tapi itu dulu, sebelum kau menjadi pria beruntung dan hidup berkecukupan. Sebelum kau dan aku berada di tempat yang berbeda.
Tess.. Tess..
Rintik hujan menyentuh dingin pundakku hingga menembus ke kulit kepala. Ditambah angin malam membuat aku semakin merasa dingin dan kesepian.
Sakit, ya. Hatiku sakit, wajahku perih. Lebih dari apapun rasanya aku menjadi tak punya harga diri malam ini.
Hampir bercinta dengan calon suami orang lain. Menyusul pria hingga ke kosan.. hingga menghabiskan waktu di dalam kamarnya..
Memeluk pemuda yang bahkan sangat membangkitkan bergelora. Bagus Chi, lengkap sudah catatan kotormu.. tak sekalian kau jajalkan dirimu pada om om kaya yang sombong tadi?
Barangkali kau bisa mendapatkan salah satu BMW yang dia punya.
Huaa.. tangisan ini semakin menjadi jadi di bawah derasnya hujan.
"Chi.." suara lirih mengejutkan lamunanku.. aku tak berani mengangkat kepala, aku takut akan lebih banyak lagi hinaan dan cacian Karena tingkah konyolku.
Seseorang menyentuh bahuku, menghentikan tetesan hujan yang tadi menimpa blus tipis yang aku kenakan
"Chi, kau kenapa?" Aku mengenal suara lirih ini, aku memberanikan diri mengangkat kepala dengan sisa tenagaku, aku masih tak bisa melihat jelas karena linangan air mata yang bergetar menutupi bola mataku. Suzu..
Gadis itu menatap nanar wajahku, dia mengangkat payungnya melindungiku dari air hujan yang dingin malam ini.
Suzu membungkukkan badan menatap wajahku lebih dekat.
"Chi.." panggilnya sekali lagi.
"Suzu.." aku berhambur memeluknya, membuat dia terkejut dan sontak melepaskan pegangan payung hingga benda itu terjatuh dan terbalik menampung hujan yang kian deras berjatuhan.
"Huhuhuhu…" aku menangis sejadinya di bawah guyuran hujan, aku ingin menangis lebih keras lagi di bawah terpaan air hujan yang menyamarkan air mata ini, aku sangat sakit!!
Rasanya begitu sakit!! Patah hati dan penghinaan ternyata sesakit ini!!
"Chi.. tenanglah, aku ada di sini" bisik Suzu diantara derasnya hujan yang menghantam tubuh kedua remaja itu. Keduanya berpelukan erat, saling menghapus air mata masing masing.
**Ya, patah hati untuk pertama kali memang sangat menyakitkan, karena cinta pertama akan terus terkenang tapi pahitnya juga masih terus terasa getir.. sampai kapanpun..