Pelayan berlari mengambilkan handuk dan membantu Chi dan Suzu mengeringkan tubuh.
"Ya ampun non basah kuyup, bagaimana kalau nyonya tahu, bagaimana kalau non sakit. Temannya juga" Suzu mengangguk kecil, dia menoleh ke arah temannya Chi, sejak di perjalanan, meski Chi sudah tidak menangis lagi tapi dia belum banyak berbicara.
Suzuki jelas mengkhawatirkan Chi, Apa yang sebenarnya terjadi? Dia rasa ada sesuatu yang mengganggu perasaan Chi, sesuatu yang besar karena sebelumnya temannya ini baik-baik saja.
Keduanya masuk ke dalam kamar Suzu, di sana sudah tersedia setelan tidur berbahan lembut, masing-masing satu untuk Suzu, dan satu untuk Chi.
Suzu mengambilkan pakaian untuk Chi, membuat wajah sembab temannya itu memaksakan sebuah senyuman kecil.
dia tak boleh menyusahkan Suzu, bahkan kondisi Suzu juga tak lebih baik dari nya.
"Terima kasih, maaf aku menyusahkanmu," Suzu segera menggeleng cepat. Dia merasa tak susah sama sekali dengan kehadiran Chi.
Bahkan sebaliknya, bagi Suzu.. Chi adalah teman yang terbaik, saat ini mldia juga ingin menjadi teman yang terbaik untuk Chi.
Andai saja Chi mau membagi kisahnya, dia pasti sangat senang.
"Maaf aku menangis tersedu-sedu dihadapanmu tadi, maaf.. aku jadi membuatmu merasa sedih dan tertekan dengan masalahku--"
"tidak Chi, aku tidak merasa seperti itu. Aku hanya cemas dengan dirimu karena kau tak mengangkat panggilan telepon, apa yang kau lakukan di luar gedung itu? dan.. kenapa.., ada apa dengan mu Chi?" Suzu memotong kalimat Chi.
Ya.. tentu saja terlihat jelas di wajah Suzu bahwa dia benar-benar mencemaskan Chi.
"Terima kasih Suzu kau ada di saat yang tepat.."
"Itu juga yang akan aku katakan kepadamu Chi, kau ada di saat yang tepat juga untukku.." Keduanya saling melempar senyuman kecil, seakan senyuman tak cukup, Suzu dan Chi saling berangkulan.
"Apa kau pernah jatuh cinta.. Dan memiliki seorang kekasih? "
Pertanyaan macam apa barusan, bibir Suzu mengembang.
Gadis ini mencoba membuat lelucon ya? Suzu mana pernah berkencan, dia hanya berpura pura centil saja selama ini.
Mungkin dia bisa sedikit menghibur wajah murung Chi.
"Apa kau sedang membicarakan kakak itu.. Apakah kalian bertemu? Apakah kalian melewatkan hari yang indah?" Suzu memberikan banyak pertanyaan dengan tatapan menggoda.
Sayang sekali Suzu, kau malam melakukan hal sebaliknya. Jangankan untuk tersenyum, bahkan membuka bibir pun Chi berat.
Suzu seakan sadar Jika dia mengucapkan kata yang salah. Apa yang aku bicarakan sih! Sesal nya.
"Kami menyudahi hubungan.."
"A, a, apa.." Suzu tak bisa mengeluarkan suara dan terbata-bata. Bagus sekali KUA ya! Apa kau tak sadar jika tadi temanmu sedang menangis, dia bahkan lebih dari pada menangis.. dia seperti orang kehilangan akal.. meraung-raung di bawah derasnya hujan.. Dan kini kau menggodanya dengan mengatakan kakak, kekasih, hari yang indah, itu sangat tidak masuk akal! Suzu jelas menyesali ucapannya.
"Maafkan aku Chi, harusnya Aku tidak mengatakan itu, seharusnya aku tidak menanyakan pertanyaan seperti itu kepadamu. Aku teman yang bodoh!" Chi menggeleng cepat, dia tak setuju dengan ucapan Suzu.
"Tidak, semua itu bukan salahmu su.." Chi mengambil tempat duduk di sisi ranjang Suzu, mereka berdua duduk berdampingan.
"Hubungan itu memang tidak bagus, Ternyata dia tidak seperti yang aku bayangkan.. aku menarik ucapan baikku tentang dirinya!" Wajah murung Chi semakin bertambah saja, Gadis itu seakan siap menjatuhkan air matanya lagi.
Suzu merangkul pundak Chi, mencoba sedikit membagi ketenangannya, Ya.. walaupun dia sendiri masih menyimpan banyak kecemasan di dalam dirinya.
"Kau tahu!" Nada bicara Chi seketika meninggi, membuat Suzu sedikit terkejut. Temannya spontan menggeleng mendengar ucapan Chi barusan.
"Pria itu.. pria yang ku anggap paling keren.. paling baik.. paling pengertian! Dia sudah memiliki calon istri!"
"APAAA!!" Suzu bahkan tak menutup kembali mulutnya yang terbuka. Daripada terkejut dia lebih ke kesal mendengar ucapan Chi barusan.
"Jadi maksudmu.. kau berpacaran dengan orang yang sudah memiliki calon istri?" Kalimat pertanyaan barusan mendapat anggukan kecil dari kepala Chi, menjadi sangat jelas.
"Shit!! Benar benar pria jingan!" umpat Suzu kasar. Dia lupa peraturan rumah nya.
"Kau betul! Aku menyesali air mataku tadi! Seharusnya aku tidak boleh menangis untuk pria seperti itu kan?"
"Tentu saja! Pria seperti itu tidak pantas untuk wanita seperti kau! Kau tahu kita ini wanita yang baik, kita tidak pantas dipermainkan oleh pria-pria Jingan!!" Ujar Suzu dengan wajah serius.
Chi mengangguk, meski dia setuju dengan ucapan temannya Tltapi tetap saja di hatinya berdenyut rasa sakit yang tak tertahankan.
"Apa kau begitu mencintainya?" Tanya Suzu menatap wajah sendu Chi, lagi dan lagi, temannya itu mengangguk pelan.
"Ya meski kalimatku terdengar kasar, tapi aku coba mengerti perasaanmu Chi" ujar Suzu seperti berbisik.
Sorot mata Chi menerawang.. menatap kosong, pikirannya seakan menerawang jauh.
"Aku juga berpikir kalau Abraham adalah kakak yang terbaik. Tapi apa Kau tahu, semua orang membicarakannya dengan sangat buruk, semua media mencatat rekam jejaknya yang begitu kotor. Aku kecewa, jelas sangat kecewa. Aku begitu mempercayai ka Abraham, kupikir aku sudah mengenalnya sejak dari lahir, tapi kenyataannya kak Abraham mempunyai sisi yang berbeda.."
Mendengar ucapan Suzu barusan membuat Chi berpikir keras.
Benar sekali apa yang temannya ini katakan. Jangankan Chi, Suzu yang hidup bersama, yang lahir dari rahim yang sama, juga merasa jika kakaknya bukanlah orang yang begitu dia kenal, apalagi dia.
Mereka hanya memiliki kesamaan nasib, dan sekarang nasib mereka sudah berbeda. Dulu.. mereka sama-sama anak yatim yang dibesarkan di panti asuhan. Tapi kini, dengan melihat pakaian yang dikenakan oleh Marco, belum lagi kemarin wanita yang menjadi calon istrinya dan si tua yang sombong itu. Jelas mereka bukanlah orang biasa.
Del menarik nafas panjang.
"Terima kasih Suzu.."
"Untuk apa? Aku tidak melakukan apapun padamu, Kenapa kau mengatakan terima kasih"
Chi tersenyum tipis membalas wajah heran Suzu.
"Mendengar kalimatmu barusan.. semua ucapanmu itu seakan menyadarkan diriku, aku merasa jika hal seperti ini wajar saja terjadi.. Aku merasa seperti orang bodoh yang terjatuh ke lumpur atas nama cinta, saat aku bangkit dari lumpur itu aku baru menyadari keadaan tubuh yang kotor. Tapi satu hal yang aku lupa.. aku bisa membersihkan diriku.. aku bisa bangkit dan menjauhi lumpur itu, jika diriku tidak merasa nyaman pada keadaan meski itu di katakan atas dasar cinta. Bukankah kita punya pikiran.. seharusnya aku berpikir 10 kali sebelum mencemplungkan diri ke lumpur itu.. Aku menyesal sudah menerima cinta dengan sangat mudah, hanya dengan alasan Aku sudah lama mengenalnya.."
Kalimat panjang barusan membuat Suzu berpikir ekstra.
"Chi Aku tak mengerti kalimatmu.." Chi menyunggingkan senyum lebar, dia sendiri juga tak mengerti apa yang dia katakan tadi, yang pasti berbicara bersama teman adalah hal yang melegakan.
"Terima kasih kau sudah mau mendengarkan ku"
"Tidak tidak, kau yang mengajarkanku menjadi pendengar yang baik. Harusnya Aku yang berterima kasih dengan mu!" Suzu tak mau kalah.
"Haruskah besok sepulang dari kantor kita ke rumah sakit?" pertanyaan tiba-tiba Chi membuat Suzu terbelalak bingung.
"Kenapa tiba-tiba sekali?" Suzu heran
"Jika aku dan 'kakak' ku itu tak mungkin bisa memperbaiki keadaan, tapi kau dan ka Abra mu itu, masih bisa saling memperbaiki keadaan.. kau harus rajin menjenguk kakakmu dan memberikan dia semangat!" Suzu tak percaya mendengar kalimat manis dari Chi, dia bahkan masih memikirkan orang lain di tengah patah hatinya.. kau manis sekali Chi.
"Aku berharap suatu hari nanti kakak mu sadar jika dia mempunyai adik yang hebat, yang begitu menyayanginya!"
"Kau berlebihan Chi.." Suzu tersipu malu.
"Dan aku yakin suatu hari nanti kakakmu akan membuat kau bangga dengan dirinya!!"
"Aku selalu bangga dengannya.."
"Tapi nanti kau akan lebih dari sekedar bangga!!"
"Aku harap aku punya saudara sepertimu!!" Ujar Suzu merangkul Chi hangat.
Lupakan patah hati jika memang tak bisa lagi dimiliki, seperti Marco, pria itu akan segera menikah, lalu apa yang Chi harapkan lagi? Bukankah sudah jelas dia harus melupakan Marco? Tapi tak semudah itu..
Sahabat selalu ada untuk memberi semangat pada temannya yang sedang sedih.. mana sahabatmu?