Marco mengerutkan dahi, dia mencoba membuang pikirannya. Lagi lagi dia terus membayangkan Chi. Dia harus segera menemui kekasihnya itu dan memberi penjelasan.
Marco yakin Chi akan memaafkan dirinya. Chi memiliki hati yang lembut dan mudah luluh. hanya dengan membayangkan wajah Chi membuat bibirnya tersenyum sendiri, baginya Chi itu seperti obat, dikala dia merasa sepi, emosi, hanya Chi yang diharapkan menjadi pengobat batinnya, itulah mengapa dia sangat menginginkan Chi dalam hidupnya.
Entah karena garis takdir yang hampir sama, sama-sama besar di panti asuhan tanpa kasih orang tua atau memang hanya Chi yang membuat dirinya bisa menjadi diri sendiri. Bersama dengan Chi, dia bisa mengatakan apa yang hatinya inginkan, dia bisa menggenggam erat dan menyalurkan semua emosi yang terpendam, Chi yang manja, yang selalu bergantung padanya tapi manja itu juga mampu mengobati rasa sakit, rasa kecewa, rasa marah pada dirinya. Dia bahkan bisa melupakan kekesalan, kemarahan hanya dengan melihat wajah menggemaskan Chi.
"Chi.." gumam Marco menahan senyuman. Dia menyeka dahinya, rasanya sepanjang hari ini dia belum sempat tersenyum. Tapi dengan membayangkan wajah kekasihnya itu bisa membuat dia tertawa kecil.
"Aku sangat merindukanmu.."
Tiing!! Pintu lift terbuka
Marco segera melangkahkan kaki dengan cepat, dia mencari pintu di mana Abraham tinggal. Marco amat yakin jika disinilah teman-temannya biasa nongkrong bersama Abraham, salah satu fasilitas mewah Abraham. salah satunya adalah apartemen ini, Entah keluarganya memiliki aset di sini atau dia hanya memiliki beberapa ruangan di sini yang jelas Marco akan menemukan Abraham di sini!
Marco berkali kali menekan bel, sampai dia kesal. Ujung sneaker nya menendang pintu, kenapa tak kunjung dibuka juga.
"Permisi ka, apa kakak teman Abra?" Marco menoleh dan menaikkan alisnya, dia tersenyum sinis mendengar pertanyaan seorang staf
"Ya" Marco asal menjawab saja, yang penting dia menemui Abra di sini
"Apa kakak tidak tahu?"
"Apa?" Sambar Marco mengerutkan dahi, apa yang dia tak ketahui? Pria itu penasaran.
"Abraham kecelakaan, bukannya beritanya dimuat dimana mana, ku dengar Abra sedang sekarat di rumah sakit--"
"Shit!!" Potong Marco tanpa ba-bi-bu lagi Marco segera berlari dan menekan tombol lift. Sial! Masih lama, pria itu menuruni tangga darurat dengan berlari dan melompat secepat yang dia bisa.
"Oh, mungkin itu teman akrab anak si bos kali ya! Dia sampai se terkejut itu!" Ujar staff menduga duga, dia turut prihatin dengan kecelakaan Abra hanya saja, tingkah Marco lebih membuatnya menggelengkan kepala.
"Anak muda jaman sekarang, menuruni tangga darurat seperti olahraga parkour, sedangkan bos kecil, memacu mobil seperti sedang balapan di arena sirkuit. Aku harap mereka umur panjang.." ujarnya menyeka keringat di dahi. Pekerjaan sebagai management apartemen saja sudah menguras banyak energi baginya, tapi anak muda seperti Abra dan Marco mana mengerti, jiwa muda selalu saja bergelora panas dan penuh tenaga, seakan tak pernah lelah.
**
Suzu berlari memeluk ayahnya dengan Rose dan Chi yang meraut wajah cemas di belakang punggung gadis itu.
"Bagaimana kakak pih?" Pria dengan kaca mata itu hanya bisa menenangkan Suzu, dia tak mau putrinya melongok ke ruang tindakan. Abra masih menjalani tindakan medis, kondisi nya kritis.
Beberapa media mulai berdatangan silih berganti, meski beberapa bodyguard berusaha mengamankan mereka.
Inilah hal yang paling ditakuti oleh Suzuki. Keluarganya terekspose.
"Sayang sebaiknya kau pulang, ajak teman temanmu ini. Papi tidak mau kau mendengar banyak hal disini. Sebentar lagi mami kesini. Pasti akan lebih banyak lagi media."
"Tapi pi.. aku ingin melihat kakak" Suzu tak mau di suruh pulang.
"Papi dan mami akan mengusahakan yang terbaik untuk kakakmu sayang.." Suzu masuh menggeleng, dia tak bisa berhenti menangis.
"Anak anak, papi titip Suzu ya, dua orang ini akan mengantar kalian pulang. Kalian harus menjaga Suzu ya.." Rose dan Chi saling bertukar tatap. Wajah pria di hadapan mereka ini begitu familiar. Tapi siapa ya. Entahlah.
"Suzuki Chan.. ayo sayang.." pinta papinya dengan wajah memohon. Suzu akhirnya mengangguk mengalah. Dia mengajak dua temannya mengikuti langkah dua orang bertubuh tegap yang menuntun mereka ke pintu darurat.
Rose dan Chi tak percaya dengan semua yang ada di sini. Rumah sakit seakan kosong, apa mereka menyewa seluruh rumah sakit?? Ya ampun! CHI dan Rose tak berani berasumsi. Sebenarnya siapa Suzu dan keluarganya. Kenapa ada banyak wartawan di sini?
Wartawan berkumpul pada satu titik. Mereka mewawancarai seseorang di sana.
"Nona.. kami dengar anak anda terlibat balap liar di jalan protokol? Apa benar?" Seorang wanita dengan kacamata hitam melangkah cepat memberi alunan kasar pada lantai yang terbentur hak tinggi sepatunya.
"Apakah Abraham akan di hukum karena mengemudi dalam keadaan mabuk?" Suzu menggelengkan kepala tak percaya dengan pendengarannya, kenapa dia harus mendengar pembicaraan ini.
Chi dan Rose hanya berani saling lirik dan diam.
"Ayo anak anak, kita harus meninggalkan tempat ini!" Bodyguard menutup ketiga remaja dari awak media, mereka harus segera keluar dari sini.
Chi dan Rose sempat mencuri lirik, dan mereka terperangah. Apa dia mami Suzu? Ya ampun. Benarkah? Chi dan Rose tak percaya selama ini mereka berteman dengan orang terlanjur kaya dan sangat terkenal siapa yang tak tahu keluarga itu. Bahkan Chu dan Rose tak berani menyebut nama keluarga temannya.
"Mulai saat ini jaga sikap kita.." bisik Rose kepada Chi, harusnya dia mengatakan itu pada dirinya sendiri. Keadaan asing ini membuat dua remaja teman Suzu itu terlihat tegang.
Ternyata Suzu berhasil menyembunyikan identitas keluarganya dengan amat sangat baik selama ini.
"Aku tidak tahu jika selama ini kita berteman dengan anak orang hebat" Chi mengangguk setuju dengan bisikan Rose, keduanya jadi canggung kepada Suzu yang tertunduk diam di depan.
"Baiklah anak anak, kalian akan menumpang mobil ini. Pak sopir akan mengantar kalian pulang, tolong jaga Nona dengan baik ya!" Chu dan Rose saling menyikut takut. Mereka akhirnya mengangguk kompak dan ragu. Keduanya menyusul langkah Suzu masuk ke dalam mobil SUV dengan interior luar biasa, luar biasa!
Chu dan Rose hanya bisa mematung, wajah mereka seketika berubah. Rasanya sangat kikuk berhadapan dengan Suzu setelah semuanya terkuak seperti ini.
"Itulah aku merahasiakan semuanya.." gumam Suzu kemudian tanpa menoleh, dia menopang dagu dengan wajah yang sembab, gadis itu jelas kecewa dan murung. Rose tersenyum getir. Dia juga sama bingung seperti Chi.
"Aku ingin menjadi gadis remaja biasa seperti yang lainnya, tapi sangat sulit bagi anggota keluarga Kojiro.."
OOO.. mulut Chu dan Rose membulat kompak. Takjub, terkejut!
Ya, siapa yang tak kenal penguasa televisi swasta dan dunia digital, tuan Kojiro. Dan wanita tadi?
"Kalian pasti terkejutkan, kalau aku anak dari artis kawakan ternama, Susan?" Tak perlu di tanyakan lagi, bahkan sekarang Chi dan Rose tak bisa menjawab.
Jadi Suzu anak dari pengusaha digital tuan Kojiro, dan artis penguasa sinetron tanah air, nyonya Susan, baik.
Tiba tiba jiwa miskin Chi dan Rose berontak. Lihat saja interior mercy ini. Sudah di modif sedemikian rupa, hingga bisa muat satu ranjang ukuran singke di sini, kaki bisa diluruskan dengan alas kulit motif buaya pada permukaannya. Dan di sebelah kursi ada seperti buffet kecil dengan tutup kaca, ada banyak minuman aneh di sana, tentu saja bagi Chi dan Rose ini kali pertama dalam hidupnya bisa merasakan fasilitas waw ini. Ini belum seberapa. Mereka akan lebih terkejut lagi setelahnya.