Lyn mainkan remote televisi di tangannya. Dia tak menyimak siaran televisi. Gadis itu menarik sudut bibirnya, menyeringai sinis. Dia tersenyum sinis dengan pikirannya sendiri.
"Apa kau sudah makan!" Marco menyentuh pundak Lyn dengan lembut. Dia sedikit mengejutkan Lyn dari balik punggungnya.
Gadis itu sadar dengan kehadiran Marco tapi dia tidak menoleh, jari-jarinya masih memainkan remot televisi.
"Aku tidak lapar," jawab Lyn, Marco meraih segelas susu dari meja.
Sudah sejak tadi tapi isi gelas itu masih saja penuh, tidak berkurang sedikitpun. Marco menyodorkan gelas susu itu ke arah adiknya. Dengan wajah terpaksa Lyn membuka bibir.
Marco memaksa dirinya menghabiskan segelas susu. dia hanya akan menarik gelas setelah adik cantuknya itu menghabiskan isinya.
"Baiklah, aku sudah menghabiskan segelas susu hanya dengan sekali tegukan, sekarang biarkan aku menikmati acara televisi" Marco mengangguk setuju.
Lyn menambah volume televisi membuat Marco terkejut.
Beberapa kali dia mengganti saluran televisi dan beberapa kali juga mereka, Lyn dan Marco bisa melihat jelas wajah Abra di tayangan kilas layar televisi.
"Apakah itu Abra yang sama, maksudku Abraham?" Lyn menjawab dengan cibiran kecil di wajahnya, dia menggelengkan kepala acuh tak acuh.
"Apa kau yakin? Kau sedang menonton berita tentang Abraham?" Marco menatap wajah Lyn, pria itu sedikit cemas.
Pemberitaan televisi menampilkan profil keluarga Abraham dan kondisi terakhir kesehatan pria itu saat ini.
"Jadi Abraham anak dari keluarga Willady?"
Lyn tak menjawab pertanyaan Marco, gadis itu mengangkat kedua tangan nya tak peduli.
"Itu bukan urusan ku" ujar Lyn dengan raut wajah datar, membuat Marco terheran heran.
"Lyn.." Marco mendaratkan duduk di sebelah adiknya, dia menatap wajah cantik yang terlihat pucat dengan seksama.
Lyn yang begitu jatuh cinta dan membela Abraham selama ini. Lyn yang begitu memuja cinta dan menyerahkan semuanya kepada Abraham, telah lenyap! Tanpa bekas.
Aku jatuh cinta satu kali, terus menunggu, selalu berharap. Terus menantikannya.. kemarin, hari ini dan dimasa yang akan datang. Aku begitu jatuh cinta kepada Chi, dan tak pernah berubah meski sedetikpun. Tapi Lyn..
"Apa kau dengar itu? Dia mengalami kecelakaan yang hebat. Dia dituntut oleh keluarga korban dan sekarang terbaring koma dirumah sakit" gadis ini mengatakan semua itu dengan raut wajah datar seakan tanpa rasa prihatin, bagaimana bisa?
"Lyn, apakah kau yakin dengan apa yang kau katakan. Apakah kau tidak mau menemui Abra walau sekali saja?"
"Bukankah kau tidak menyukai hubunganku dengan Abra, dan sekarang aku sudah mengabulkan keinginanmu" senyum Lyn menggaris sinis "Bagiku Abraham sudah mati!!"
Dulu kau mencintainya seakan nyawamu akan kau serahkan. Tapi sekarang kau mengatakan, dia sudah mati dengan begitu mudah. Apa cinta segampang ini? Batin Marco berdebat sendiri.
"Kenapa acara televisi payah sekali. Seharusnya mereka tidak menayangkan acara yang sama kan!"
Lyn beranjak dari posisinya, dia melempar remote televisi ke atas sofa. Gadis itu meninggalkan Marco yang bergelut dengan batinnya.
"Saat ini kami berada di rumah sakit xxx, melaporkan kondisi terbaru dari tersangka A, sementara dibawah sana, beberapa orang berunjuk rasa, meminta hukuman yang pantas atas kelalaian tersangka A. Akan kah kasus ini berjalan sesuai dengan hukum? Mengingat keluarga A merupakan salah satu keluarga old money, yang pasti kalian mengenal nya"
Marco menjalin jari memangku dagu dengan rahang menegang. Jadi pria yang waktu itu terlibat baku hantam dengan nya merupakan seorang putra dari keluarga Willady, menyadari kenyataan itu Marco cukup gentar, dia menghela nafas berat
_____
Hari ini Suzu membuka mata dengan berat, dia seakan enggan beranjak dari ranjang mewah nya.
Sementara Chi dan Rose sudah membersihkan diri, mengganti pakaian dan Suzu masih saja di posisi yang sama.
"Su.. apa kau ingin memakan sesuatu, biar aku ambilkan untuk mu.." Chi mencoba mengambil perhatian Suzu tapi gadis itu hanya menggeleng lemah.
"Su, aku masih mau disini menemani mu,
Hanya saja,orang tua ku mengkhawatirkan diriku, aku harus pulang.." Rose menyela kalimat Chi, gadis itu memasang wajah cemas tapi dia tidak bisa membiarkan orang tuanya mencemaskan dirinya.
Suzu hanya mengangguk kecil, gadis itu menarik selimut, kembali membaringkan diri.
Chi mengantar Rose hingga ke teras rumah
"Chi.. kau yakin akan menemani Suzu? Bagaimana dengan magang dan orang tua mu?" Rose menatap wajah Chi, dia paham jika Chi mencemaskan keadaan Suzu tapi mereka tidak bisa terus berada disini hanya untuk menemani anak Willady.
Bagaimana dengan sekolah dan orang tua mereka. Apalagi di luar sana keluarga Willady sedang menjadi sorotan media diluar sana.
"Aku paham dengan kecemasan mu dan orang tuamu tapi aku tidak bisa meninggalkan Suzu sendirian" ujar Chi jujur apa adanya.
Dia pernah melewati hari-hari sendirian, ditinggalkan satu persatu orang yang dikasihi, di titipkan di panti asuhan, tinggal bersama orang orang asing.
Chi merasa sangat kesepian dan takut saat itu sampai dia mengenal Marco. Ada istilah satu sahabat lebih baik daripada seribu teman, seperti Marco yang menjadi sahabat Chi saat itu. Dia juga ingin menjadi sahabat untuk Suzu saat ini.
"Baiklah, aku titip Suzu padamu, maaf aku harus pulang, orang tuaku sudah menjemput ku di depan sana" Rose melambaikan tangan, meninggalkan senyuman getir.
Rose melangkah menjauh meninggalkan rumah Willady. Rumah mewah dengan fasilitas terlengkap. Banyak pelayan dan semua fasilitas serba ada. Tapi itu semua tidak menjadi jaminan kebahagiaan dan ketenangan anggota keluarga.
"Ma!!" Rose berlari menghampiri mobil minibus yang berada di depan sana.
"Bagaimana keadaanmu sayang?" Orang tua Rose menyambut putrinya dengan wajah cemas. Dia masuk kedalam mobil Avanza hitam milik orang tuanya, mobil itu segera melaju meninggalkan kawasan elit rumah Willady.
"Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?" Rose mengangguk tapi raut wajah mama nya tidak percaya.
"Mama mendengar berita jika putranya selain pemabuk, pembuat onar dan juga menghancurkan banyak hati wanita. Keluarga itu boleh jadi lebih kaya dari kita tapi belum tentu mereka lebih bahagia dari kita" Rose mengangguk kecil seakan setuju dengan ucapan mamanya.
Kembali ke kediaman Willady
Chi menatap punggung Rose yang semakin menjauh. Dia membalikan badan kembali kerumah keluarga Willady.
Wajah Chi yang muncul di balik pintu mengejutkan Suzu, gadis itu menyingkap selimutnya dengan cepat dan menurunkan kaki ke lantai, dia tak percaya Chi masih disini.
"Kau masih disini?"
Meski Suzu mengatur ucapan nya tapi nada riang itu tetap terdengar dengan jelas.
"Kupikir kau ikut pulang?" Chi menggeleng
"Aku masih disini, lagi pula aku tidak punya siapa pun yang menunggu di rumah"
Suzu memeluk Chi.
"Terimakasih.." bisiknya mengeratkan lengan di pinggang Chi, dia sangat membutuhkan teman saat ini. Dia sedikit lega karena Chi masih mau tinggal dan menemaninya saat keadaan seperti ini.
Suzu menerima banyak pesan buruk dalam akun sosial medianya, gadis itu terpuruk secara emosional tapi Chi tak meninggalkannya sendirian.
"Bukankah kita teman?" Tanya Chi dengan senyuman tipis, Suzu mengangguk senang.