Marco menghentikan laju sepeda motornya, biasanya hanya ada dua security keamanan di pos jaga rumah sakit. Kali ini jelas berbeda, dan suara ribut dari arah sebelah sana.
Marco menurunkan sebelah kakinya dia sedikit heran dengan pemandangan asing di depan sana, bukan hanya satu dua orang. tapi ada banyak pria bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam lengkap dengan kacamata yang berjaga di depan gedung putih rumah sakit.
Marco menautkan alis, wajahnya jelas heran. biasanya ada hal penting jika mengerahkan personel extra ketat seperti ini.
Belum lagi kerumunan pewarta, lengkap dengan kamera dan tanda pengenal di leher mereka.
"Apapun itu. bukan urusanku!" Gusar marco seakan berbicara dengan dirinya sendiri, pria tampan itu menyandarkan kuda besinya, Marco turun dari motor. Dia melangkah hendak memasuki kawasan rumah sakit.
Baru saja pria itu melangkah kurang lebih 1 sampai 2 langkah, salah satu penjaga berbadan besar menghampiri Marco dengan raut wajah sangar. Telapak tangannya seakan menahan Marco untuk tidak melaju lebih dekat lagi.
"Ada apa? aku ingin menemui seseorang di rumah sakit ini!" Ujar Marco memaksa masuk.
satu orang saja tidak cukup untuk menahan Marco, 2 orang lainnya bergabung, tiga orang pria itu terlihat kompak menahan laju Marco, wajah mereka terlihat sangar dan menyebalkan.
"Anda tidak diperbolehkan memasuki kawasan ini, apapun alasannya!" Marco menautkan alis, dia masih mencoba memaksakan diri, menerobos blokade 3 orang di hadapannya. sayang sekali, mereka sepertinya orang-orang yang terlatih, jangankan memaksa masuk bahkan maju satu langkah pun dia tidak bisa. pria itu jelas kesal karena ini, hanya saja dia tidak bisa melawan. Ini tidak akan seimbang!
"silakan pergi! " Meski nada suaranya terdengar datar tapi tidak di telinga Marco, sangat sulit baginya menemui Abra di dalam rumah sakit ini, entah siapa saja mereka, dia tak pernah menyangka jika rumah sakit ini memiliki pertahanan yang begitu kuat. sejak kapan mereka menyewa pengaman dengan pakaian preman Dan apa-apaan wartawan itu Kenapa mereka berebut memasuki kawasan rumah sakit, tapi tanpa terkecuali tak ada satupun yang diijinkan masuk ke sana sama seperti dirinya.
Marco menyerah, Dia Kembali ke sepeda motornya, yaitu menyalakan kontak mesin dan meninggalkan rumah sakit dengan wajah kesal.
entah berapa kecepatan yang Marco tempuh untuk perjalananya karena tak perlu memakan waktu lama dia sudah sampai di kediaman Herman.
"Marco Kau sudah pulang? " Lyn sedikit berlari menghampiri Marco di depan pintu, gadis situ sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, dia bahkan terlihat ceria dan bersemangat hari ini.
"Apa kau tidak membaca pesanku? Aku mengirimkan gambar untuk kita pilih, kau lebih menyukai gambar yang pertama kedua atau ketiga? " Marco merebahkan punggung di kursi dengan malas, wajahnya terlihat lelah hanya saja dia berusaha menyembunyikan di belakang Lyn.
"aku belum sempat membuka ponsel, Apa yang kau kirimkan?" Dengan memasang senyum Marco menoleh ke arah Lyn yang duduk di sebelahnya, Gadis itu menyandarkan kepala ke pundak Marco, bergelayut manja. Marco hanya tersenyum kecil, dia selalu menganggap Sisil adiknya. Selamanya tidak akan pernah berubah!
Marco meraih ponsel dalam saku celananya, Dia sedikit termenung sesaat. bukan! Bukan terkejut dengan gambar yang Lyn kirimkan, tapi dia sedang memikirkan hal lain.
Aku bahkan tidak menyimpan nomor ponselnya, batin Marco kecewa, Tentu saja dia mengingat gadis lain bukan gadis di sisi-nya saat ini. Chi selalu memenuhi pikiran Marco, dimanapun dia berada.
"Bagaimana.. Apa kau menyukainya? "
Suara Lyn membuyarkan lamunan Marco.
"Bagaimana?"
Lyn menatap wajah Marco, mencari jawaban di wajah tampan yang tenang ini. Marco sempat tertegun beberapa saat dan menyadari tatapan tajam Lyn padanya.
"Kau sedang memikirkan apa?" Wajah Lyn menengadah, memperhatikan wajah Marco dengan seksama.
"A, apa?"
Lyn cemberut, dia menegakan kepalanya sedikit menjaga jarak dari Marco. Dia kecewa Marco tidak mendengarkan ucapannya dengan seksama.
Marco menyadari kekesalan Lyn, dia memang tidak mendengarkan kalimat adiknya itu, dia menyadari kenapa gadis ini bisa cemperut seperti itu.
Marco menekan layar di ponselnya. Mencari pesan masuk dari Lyn.
Open!
Dua gambar terbuka, membuat mata Marco terbelalak tak percaya.
Apa ini? Batin Marco tak mengerti
Mengapa Lyn mengirimkan gambar cincin seperti ini, Marco tak habis pikir.
Berbeda dengan raut wajah Marco yang jelas kebingungan. Wajah Lyn justru terlihat ceria dan penuh semangat.
"Bagaimana?"
Sambar Lyn dengan wajah penasaran, dia menanti respon Marco
Lyn sudah menghabiskan sepanjang hari berseluncur di sosial media, singgah ke banyak akun jewellery, membaca detail dengan seksama, sampai dia menemukan dua design yg paling cocok untuknya dan Marco.
"Bagus."
Lyn membuka mulut nya dengan wajah datar tak percaya.
"Sudah hanya begitu saja? aku menghabiskan banyak waktu untuk memilih design terbaik. Dan kau hanya mengatakan begitu saja!" Lyn berdecak kesal. Marco, kau membuat nya kecewa!
Marco memaksakan seulas senyuman, tarikan bibir nya terlihat jelas dipaksakan.
"Baiklah, aku minta maaf.." ujar Marco mencoba menenangkan Lyn yang melipat tangan di dada.
"Aku tau kau terpaksa menikahi ku, tapi setidaknya mari kita lakukan dengan baik!"
Lirih Lyn dengan wajah memohon, Marco menghela napas panjang sebelum akhirnya dia mengangguk, mengerti keinginan Lyn. Bukan kah dokter David meninggalkan pesan agar Marco menjaga gadis ini dengan baik.
Tap!!
Tap!!
Tap!!
Langkah sol sepatu menyentuh marmer mengejutkan Marco dan Lyn.
Keduanya kompak terdiam. Melihat sosok Herman sudah berdiri di depan mereka.
"Ini!" Herman mengacungkan kartu platinum. Dia meletakan kartu itu keatas meja kaca tepat di hadapan wajah Lyn.
"Aku sudah memberi saldo 500 juta!" Ujarnya dengan suara yang terdengar berat.
"Aku tau pernikahan kalian sedikit dipaksakan, tapi aku ingin kalian mengaturnya dengan baik dan tidak mengecewakan ku!" Pria separuh baya itu sedikit membungkukkan badan, sudut matanya menatap tajam ke arah Lyn.
Marco menegakkan punggung dia ingin mengatakan sesuatu. Rasanya kalimat itu sudah sampai di pangkal tenggorokan nya.
"Marco, kapan kau wisuda?" Herman menoleh ke arah Marco, membuat pemuda itu tertegun menelan ludah.
Kalimat yang tadi sudah terasa di ujung lidah seketika sirna berganti anggukan kecil yang ragu.
"Bulan Agustus om" ujar Marco dengan suara pelan, Herman mengangguk, dia menegakkan tubuh nya bersiap mengambil langkah.
"Aku ingin pernikahan kalian cepat dilaksanakan, sesuai dengan janji ku setelah kau wisuda kau akan menjadi salah satu pegawai strategis di kantor" ujar Herman dengan nada datar.
Seharusnya Marco merasa senang, dia tak perlu bersusah payah mencari pekerjaan, melewati tahap sulit seperti yang lainnya, hanya dengan menikahi lyn dia bisa mendapatkan posisi strategis di suatu perusahaan yg cukup berkembang saat ini.
Herman berjuang keras untuk kesuksesan nya dan Marco tinggal menikmati kesuksesan itu. Terdengar manis.
"Aku sudah melakukan banyak hal untuk mu! Bisakah kau menjaga martabat mu, aku harap kau tidak mengecewakan ku kali ini, atau aku akan membunuhmu!"
Tatapan tajam Herman seakan siap menghunus dada Lyn, putrinya.
"Iya pa.." lirih Lyn dengan suara gemetar, gadis itu tertunduk, wajah nya sangat kontras bila dibandingkan beberapa saat yang lalu.
Marco menggenggam telapak tangan lyn seakan memberi kekuatan.
Aku tak bisa melihat Lyn yang seperti ini..