"Sal," panggil Rio dari belakang Salsha. "Ya?" Salsha membalikan tubuhnya menghadap pada orang yang memanggilnya. "Gue mau ngomong seriua, bisa?" Salsha mengangguk menyetujui.
"Bisa kok, ada apa?" Salsha menjawabnya tidak keberatan. "Gue lagi dekat sama Casa, bisa kita selesaikan hubungan konyol ini? Mungkin lo berpikir ini cuma main-main. Gue juga tahu itu, tapi Casa enggak percaya kalau kita enggak pacaran beneran," Salsha menganggukan kepalanya setuju.
"Siapa Casa? Calon pacar lo Kak?" Rio menganggukan kepalanya cepat. "Gue deket sama dia baru beberapa bulan ini, lo mau kan ikut sama gue jelasin tentang hubungan ini?" Salsha mengangguk tidak keberatan.
"Kapan? Maaf Kak lo jadi enggak bisa bergaul segampang biasanya gara-gara hubungan ini, maaf selama ini gue nyusahin lo dan membuat lo merasa diberi harapan," Rio menganggukan kepalanya tidak masalah.
"Mungkin diawal gue merasa ini permainan lo buat Aldi cemburu sama lo, gue tahu dan gue berusaha paham. Saat lo pura-pura pacaran sama gue lo enggak mendapat respon baik dari Aldi. Dia semakin enggak perduli dan lo nyaman diposisi ini, tapi maaf. Gue enggak bisa diam aja diposisi gue cuma pacar pura-pura lo karena gue butuh yang nyata," Salsha menatap Rio dengan tatapan bersalah. "Maaf Kak,"
"Gue tahu, gue udah maafin lo. Tapi maaf ya, gue enggak bisa jalani hidup gini-gini aja. Gue enggak bisa santai saat gue emang enggak dibutuhkan lagi posisi itu," Salsha bergumam pelan. "Lo mau kan nanti ikut gue bilang ke Casa?" Salsha menganggukan kepalanya setuju.
"Mau Kak, maaf selama ini cuma membuang-buang waktu lo. Maaf karena sifat kekanak-kanakan gue lo jadi sangat dirugikan," Rio mengangguk.
"Gue ke kelas dulu," pamit Rio pada Salsha. Salsha melihat Rio berjalan menjauh darinya. Apa kalian tahu? Yang Salsha rasakan sekarang adalah merasasangat bersalah.
Kak Rio yang selama ini biasa saja dan tidak keberatan dengan statusnya sekarang meminta keadilannya. Apa sekarang Salsha sangat kekanak-kanakan.
Memang seharusnya Salsha mulai berubah, dia harus tahu mana yang seharusnya ada dan tidak ada. Salsha juga harus mulai bisa memilih antara siapa dan siapa. Karena benar kata Iqbal. Salsha tidak bsia membelah diri menjadi dua. Dia tidak bisa bersama dengan Aldi lalu dengan Iqbal. Itu pasti sangat merepotkan.
"Kenapa?" tanya Iqbal berhenti berjalan tepat disamping Salsha. Salsha tidak menjawab, dia justru berjalan menjauh menuju kelasnya. "Lo masih marah sama gue?" Salsha tidak merespon.
"Gue minta maaf, mungkin seharusnya gue tadi malam ke rumah lo, tapi Satpam di depan rumah lo enggak ngizinin gue masuk. Dua jam gue nunggu di mobil, Satpam itu enggak bukain gerbangnya. Gue menutuskan buat pulang aja tadi malam," Salsha masih diam tidak merespon.
"Gue bawa barang tadi malam, masih ada di mobil. Lo mau kan pulang bareng gue nanti?" tanya Iqbal masih terus membujuk Salsha untuk berbicara padanya. "Bal, bisa diam?" Iqbal menghela nafasnya berat.
"Gue tahu gue salah, gue tahu gue enggak sopan kemarin. Itu spontan, gue enggak ada rencana buat maki-maki Tania. Gue cuma kesal aja lihat lo selama ini berharap sama Aldi dan benci sama Tania karena dia berhasil curi perhatian Aldi," Salsha memutar bola matanya malas.
"Lo benar, Bal," ucap Salsha membuat Iqbal bingung. "Benar? Apa yang benar?" tanya Iqbal balik.
"Gue enggak bisa membelah diri jadi dua, gue enggak bisa sama lo dan berharap gue juga bisa sama Aldi. Lo benar Bal," ucapan Salsha membuat Iqbal terdiam.
"Apa lo juga ada niatan buat terus dekat sama gue dan jadian sama Aldi?" Salsha menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, gue butuh lo untuk sehari-hari dan gue juga masih berharap besar sama Aldi," Iqbal murung, dia tidak senang mendengarnya.
"Sal, apa gue aja enggak cukup buat lo?" Salsha diam, termenung. "Gue sayang sama lo, dan lo tahu itu," Salsha hanya menganggukan kepalanya tidak membahasnya lagi.
"Sebentar lagi bel, ayo masuk kelas," Iqbal miris mendengarnya, ini bukan yang dia bayangkan.
°°°
'Gue sempat koma, Aldi mukulin gue enggak sadar karena pengaruh obat. Alasannya konyol, Aldi suka sama lo dan khawatir kalau gue bakal ambil lo dari dia,"
'Kejadiannya udah tiga tahun yang lalu,"
Pembicaraannya dengan Bastian masih terngiang-giang dikepalanya. Aldi-aldi, Aldi dan Aldi. Salsha pusing mengingatnya.
'Lo tahu Sal? Aldi mengidap penyakit aneh yang orang yang pengidapnya akan lebih merasa takut yang berlebihan, saat dia melakukan sesuatu dia merasa kalau itu bukan dia. Dia merasa kalau dia akan jadi penipu dan enggak cocok mendapatkan apa yang sebenarnya mau atau bisa dia dapatkan,' Salsha menggelengkan kepalanya untuk kembali pada kenyataannya.
"Ayo," ajak Rio pada Salsha untuk mengikutinya. Salsha menganggukan kepalanya dan berjalan dibelakangnya. "Mana orangnya?"
"Dia adik kelas lo," Salsha tersenyum mendengarnya. Mereka berhenti ditaman belakang dengan satu perempuan yang sedang duduk di kursi itu sendirian.
"Kenapa kakak ajak aku kes--" ucapannya terhenti saat terkejut melihat Salsha ikut dengannya. "Kak Salsha kesini?" tanya Casa bingung, dia takut.
"Aku enggak ada apa-apa sama Kak Rio Kak," Casa mengatakannya cepat-cepat namun gugup, dia mulai keringat dingin sekarang. Bahkan sekarang Casa berdiri mendekat pada Salsha karena takut.
Salsha tersenyum melihat Casa takut karena merasa tidak nyaman dengannya. "Gue enggak ada hubungan serius sama Kak Rio," Casa mengkerutkan dahinya bingung.
"Maksud kakak?" Salsha terkekeh melihatnya dia menarik tangan Casa untuk mengikutinya. "Duduk, gue bisa jelasin apa yang sebenarnya terjadi," titahnya.
"Gue sama Kak Rio enggak benar-benar pacaran, gue tolak Kak Rio djmalam setelah gue ditembak sama dia. Lo dengar kan rumor gue ditembak Kak Rio?" Casa menganggukkan kepalanya sangat polos.
"Gue enggak resmi pacaran sama Kak Rio dari awal, gue cuma minta tolong sama Kak Rio jadi pacar pura-pura gue karena gue mau lihat gimana respon Aldi ke gue," Salsha tersenyum setelah mengatakannya. Ini akan segera selesai.
"Kak Rio minta tolong sama gue buat jelasin ini, dan sebenarnya sudah seharusnya gue selesaikan ini jauh-jauh hari, tapi gue lagi banyak urusan. Lo mau kan deket sama Kak Rio dengan tulus? Gue enggak ada perasaan berlebihan ke dia, gue berani jamin," Casa menganggukan melirik Kak Rio dengan serius meminta jawaban.
"Kak, maaf aku udah berpikir buruk tentang kakak," ucap Casa memulai pembicaraan ramah dengan Salsha. Salsha tersenyum tidak keberatan. "Gue paham, itu hal wajar karena rumor gue pacaran sama Kak Rio sampai sekarng juga masih dianggap serius sama mereka-mereka,"
"Gue pergi dulu," Salsha mengelus puncak kepala Casa pelan. "Jaga diri lo, Kak Rio enggak sebaik yang lo nilai," ledek Salsha pada Rio namun Salsha katakan pada Casa.
Casa tertawa saat melihat Salsha berlari menjauh dari Rio yang akan mengejarnya. 'Aish,' Salsha yang menjengkelkan akan masih ada sampai kapanpun.
"Waw, apa sekarang lo mulai memutuskan satu demi satu orang yang dekat sama lo dari Rio?" tanya Iqbal menunggu Salsha di lorong. Salsha terkejut, dia langsung berhenti berjalan dan melihat Iqbal dengan serius.
"Apa lo mau serius sama gue?" tanya Salsha sedikit ragu dengan pertanyaannya, Iqbal terkekeh malas menjawabnya. "Apa lo lihat gue mau berhenti berjuang setelah penolakan keras lo ke gue sampai sekarang?" Iqbal membalikkan pertanyaannya menjadi terkesan lucu.
"Sal, mungkin gue bego mau-mau aja diposisi gue sekarang ini. Tapi asal lo tahu, orang bego seperti gue tahu mau sampai kapan kuat bertahan atau memilih menyerah jadi pecundang,"