"Bal," panggil Salsha saat dia melihat Iqbal berjalan di koridor dengan malas. Mendengar ada yang memanggilnya Iqbal membalikan tubuhnya untuk mengetahui siapa yang memanggilnya.
Melihat itu Salsha, Iqbal berjalan cepat-cepat lebih jauh tidak ke kelasnya. Dia sedang tidak ingin bertemu dengan Salsha hari ini, moodnya buruk dan akan menjadi semakin buruk jika Salsha bersamanya. 'Iqbal kenapa?' batin Salsha bingung melihat responnya.
"Ada apa? Kenapa lo lari gitu aja," tanya Aldi bingung, baru saja Salsha menghentikan motornya Salsha langsung turun dan lari, itu sangat aneh baginya.
"Ada Iqbal tadi, gue mau tanya kenapa tadi malem dia enggak balas pesan dari gue," jawab Salsha mengatakan yang sebenarnya, dia mengeratkan tasnya berjalan menuju kelasnya dengan wajah berpikir keras.
"Jadi, gimana hubungan ini?" tanya Aldi menuntut kepastian hubungannya. "Kita pacaran kalau lo jauhi Iqbal, itu syaratnya," sambung Aldi membuat Salsha menghentikan langkahnya.
"Pacaran?" tanya Salsha cukup terkejut mendengarnya, apa semudah itu Aldi mengatakannya? Hanya dengan menjauhi Iqbal? Kenapa tidak dari dulu sekali seperti ini.
Mungkin jika Salsha tidak mengenal jauh dari Iqbal, sekarang akan oke-oke saja. Tapi, 'Aish,' Salsha bingung sekarang. "Kenapa sama Iqbal?" tanya Salsha menolaknya sangat halus. Aldi menggelengkan kepalanya tidak menjawab.
"Lo mau gue apa Iqbal, lo harus bisa pilih salah satu. Karena lo enggak bisa punya dua-duanya, lo enggak akan bisa membagi waktu lo sama gue ataupun Iqbal diwaktu yang sama," ucap Aldi menjelaskannya sangat rinci. "Gue benci ditempatkan di nomor dua. Gue enggak suka ada orang lain selain gue di hidup lo," sambung Aldi, dia mengelus puncak kepala Salsha sangat pelan.
"Al," panggil Salsha menghentikan langkah Aldi yang akan menjauh darinya. "Gue mau," jawab Salsha dengan suara sangat pelan. Aldi mengkerutkan kedua alisnya cukup bingung.
"Mau apa?" goda Aldi dengan senyum miringnya. "Lo mau jadi pacar gue atau lo mau jauhi Iqbal," Salsha menutup kedua matanya menganggukan kepalanya dengan suara sedikit keras, dia kembali angkat bicara. "Dua-duanya, gue mau jadi pacar lo dan jauhi Iqbal demi perasaan lo sama diri gue sendiri," Aldi tersenyum lebar sekarang.
Dia berjalan mendekati Salsha dengan sangat puas, Salsha akan menjadi miliknya. Sampai kapanpun. Aldi mengrangkul Salsha dengan menempatkan lengannya pada bahu Salsha cukup erat. "Lo pacar gue sekarang, sampai kapanpun dan selamanya," bisik Aldi dengan suara beratnya.
Salsha merinding, dia memikirkan satu jalannya lagi. Apa Iqbal akan baik-baik saja sekarang? Salsha mengkhawatirkannya saat ini.
Salsha membelakangkan anak rambutnya dengan gugup, ditatap mata elang Aldi sedekat ini membuat Salsha sangat gugup. Mungkin sekarang bukan saatnya senang, tapi setidaknya apa yang Salsha harapkan benar-benar terjadi.
"Ayo pacar," ajak Aldi dengan suara yang sama, dia berjalan pelan menyesuaikan langkah kaki Salsha. Aldi tersenyum sangat puas sekarang, dia tidak memikirkan apapun.
Benar kata Bastian, kita tidak bisa menghilangkan orang yang menyukai kita secepat itu. Karena, orang yang kita suka belum tentu akan menyukai kita. Aldi mengaku bodoh, tapi setidaknya dengan mereka berpacaran Aldi akan mengetahuinya Salsha seperti apa padanya.
"Kenapa harus rangkulan gini?" tanya Salsha sedikit menjauhkan dirinya dari tubuh Aldi karena sangat dekat dengannya. "Kenapa? Kita pacaran, apa yang harus dipertanyakan sekarang. Gue lagi sama pacar gue, dan disini menghapus jarak jauh yang awalnya sahabat jadi pacar. Hubungan ini akan jauh lebih dekat dari sebelumnya,"
"Biasakan diri lo, gue mau hal baru dari hubungan ini," Aldi mengelus puncak kepala Salsha sangat pelan, sekarang tangan Aldi pindah dari bahu ke pinggangnya. "Gue lebih suka bahu atau pinggang, dengan begitu kita akan lebih dekat dari hanya pegangan tangan," Salsha menganggukan kepala menuruti saja.
"Apa lo sayang sama gue?" tanya Salsha memastikannya satu kali lagi. Akan aneh jika Salsha berpacaran dengan cinta pertamanya jika hubungan ini tidak terbalaskan perasannya.
"Kenapa lo tanya ini? Orang pacaran enggak mungkin enggak ada perasaan. Gue sayang sama lo," Salsha tersenyum sangat tipis sekarang, perutnya seperti tertanam kupu-kupu dan bibirnya mulai tertarik dengan sendirinya.
"Gue senang bisa dengar hal ini dari mulut lo langsung," Aldi terkekeh, dia membelakangkan rambutnya pelan. "Apa gue harus ngomong 'gue sayang sama lo,' setiap dua hari sekali?" Salsha menggelengkan kepalanya menolak. "Enggak perlu," Aldi tertawa melihat wajah Salsha memerah.
°°°
"Ada apa?" tanya Iqbal bingung saat Bastian mengajaknya berbicara di taman belakang sekolah. Bastian terkekeh melihat Iqbal yang langsung to the point saja.
"Santai dulu, sabar. Kenapa harus buru-buru," jawab Bastian cukup terkejut, Iqbal memutar bola matanya malas saat melihat Bastian mempermainkannya.
"Kalau maksud tujuan lo buat jauhi Salsha gue enggak akan jauhi dia, langsung bahas aja permasalahannya apa," ucap Iqbal lagi, Bastian tertawa sekarang. "Apa kabar?" Iqbal malas mendengarnya, dia membuang wajahnya tidak merespon.
"Ada apa?" Iqbal membalik pertanyaannya, Bastian memutar bola matanya karena lucu. "Gue baru tahu kalau lo keturunan Klif's, dan anak satu-satunya," Iqbal membuang wajahnya.
Sudah dia duga Bastian bukan orang baik-baik, tidak mungkin jika anak baik-baik sudah mengetahui permasalah Perusahan dan nama-nama anak dari pemegang Perusahaan besar bukan?
"Bukan urusan lo," jawab Iqbal tidak tertarik dengan ancaman yang akan Bastian berikan padanya. "Tanda tangani surat persetujuan pengajuan kerja sama dari Perusahaan dady gue," Iqbalterkekeh mendengarnya.
Benar kan? Lucu sekali. "Kenapa gue? Itu Perusahaan punya ayah gue, dan enggak ada sangkut pautnya sama gue,"Bastian memutar bola matanya malas. "Gue tahu lo yang pegang semua surat persetujuan yang diajukan ke perusahaan lo. Dan sampai sekarang kabar ACC belum keluar dari sana karena lo enggak tertarik sama perusahaan dady gue," Iqbal memutar bola matanya malas.
"Kinerja buruk, kurang disiplin, pengalaman buruk penggelapan dana, penyuntikan dana tidak dengan uang perusahaan, terlalu banyak pengeluaran pribadi dari pengeluaran Perusahaan. Lo pikir gue harus apa kalau nilai buruknya aja tujuhpuluh lima persen? Gue enggak akan ajukan ke ayah, ini Perusahaan. Bukan tempat permainan uang dan uang, kenapa gue harus meng ACC Perusahaan lo kalau pendirinya aja enggak bisa mengembangkan Perusahaannya sendiri?" Bastian mengeratkan kepalan tangannya.
"Ini yang gue benci dari lo," Bastian menekan ucapannya sangat marah. "Lo terlalu pemilih," sambung Bastian dengan nada tidak bersahabat, Iqbal menganggukan kepalanya setuju.
"Iya, gue terlalu pemilih. Dan menurut gue itu enggak akan merugilan diri gue sendiri," jawab Iqbal menyangkal pendiriannya jika sikapnya akan merugikannya.
"Kata siapa?" tanya Bastian meremehkan. "Lo jatuh cinta ke cewek yang merugikan diri lo sendiri, dan kecerdasan lo bahkan hilang karena masalah konyol ini," Iqbal malas membahasnya, dia ingin berjalan meninggalkan Bastian sendirian dari sana.
"Sikap gue, cara pikir gue, dan semua yang gue miliki enggak akan menjadi 'nol' cuma karena masalah percintaan konyol ini," Bastian menganggukan kepalanya pura-ura percaya. "Oh ya? Bagus kalau gitu. Gue akan nunggu sampai kapan lo bisa bertahan menjadi orang cerdas yang pura-pura bodoh di sini," Iqbal memutar bola matanya malas.
"Lo pikir gue akan menyerahkan Salsha begitu saja ke Aldi? Lo salah besar," Iqbal berjalan lebih dekat pada Bastian. "Gue belum usaha apapun. Jadi, sekeras apapun lo memperkuat lem Salsha ke Aldi. Yang salah akan tetap terlihat salah. Gue belum melakukan apapun," Iqbal melirik Baatian mata dengan mata sangat dekat.
"Tolong, usahakan lebih keras lagi mulai sekarang,"