"Apa yang lo rasakan sekarang ini?" tanya Salsha pada Aldi. Keduanya baru saja selesai makan bersama, Salsha membelakangkan anak rambutnya agar dia bisa melihat Aldi lebih jelas lagi.
"Bahagia," jawab Aldi pelan sekali, dia menatap wajah Salsha dengan serius. "Gue baru pertama kali puas dan lega karena selama ini gue merasa kalau hari-hari ini enggak tenang. Mungkin lo jawaban gue selama ini," Salsha tertawa lucu mendengarnya.
"Gue rasa, lo terlalu berlebihan," Aldi menggelengkan kepalanya jika itu tidak benar. "Beberapa tahun terakhir ini gue merasa kalau apa yang gue lakukan kurang nyaman dan terlalu menumpuk masalah satu dengan membuat yang baru. Tapi setelah gue berani mengambil keputusan, beban di atas bahu gue terasa lebih ringan dari sebelumnya," Aldi mengelus puncak kepala Salsha pelan.
"Lo, iya kan?" Salsha menganggukan kepalanya juga. Mungkin akhir-akhir ini yang Salsha rasakan berat adalah saat Salsha harus memilih antara Iqbal atau Aldi.
Lerasaan Salsha lebih menonjol pada Aldi, tapi semua perlakuan yang membuat Salsha menjadi dirinya sendiri adalah saat bersama Iqbal. Mungkin benar jika Salsha munafik dan ingin keduanya, tapi inilah cinta yang sebenarnya sangat bodoh.
"Gue bahagia rasanya bisa pacaran sama lo, ini jawaban dari apa yang gue tunggu-tunggu selama ini," Aldi tersenyum tipis. "Maaf gue enggak ada banyak keberanian buat mengambil keputusan ini dari SMP, mungkin selama ini cuma gue satu-satunya cowok yang sebrengsek ini mempermainkan perasaan cewek. Makasih sampai saat ini lo mau nunggu dan nerima gue apa adanya," Salsha menganggukan kepalanya.
"Mungkin ini baru awalnya aja. Gue rasa, akan ada banyak masalah nanti," Aldi menganggukan kepalanya setuju jika yang dikatakannya memang benar. "Apa lo sama Iqbal masih baik-baik aja?" tanya Aldi penasaran bagaimana perlakuan Iqbal pada Salsha.
Salsha menjawab dengan menggelengkan kepalanya jika Salsha dam dirinya tidak baik-baik saja. "Dia jauhi gue sesuai sama apa yang lo mau," Aldi cukup terkkejut mendengarnya. "Jauhi?" Salsha menganggukan kepalanya.
"Dia milih mundur, Iqbal enggak mau nyakitin perasaan lo sebagai cowok. Dia enggak mau rusak hubungan orang yang disayang sama dia karena kalau dia ngerusak hubungan ini dia sendiri yang merusak sumber kebahagiaan dia," Aldi cukup tertusuk hanya dengan ucapan Salsha. "Iqbal ngomong gitu?" Salsha menganggukan kepalanya.
Dia menghela nafasnya berat dan kembali menerawang bagaimana Iqbal menolaknya. "Kalau boleh gue jujur gue butuh Iqbal. Dan gue maksa dia tetap biasa aja ke gue, dia nolak. Iqbal enggak mau memaksa apa yang seharusnya bukan milik dia. Dia bilang dia masih suka sama gue, tapi kalau status gue udah berbeda. Dia mulai berpikir dua kali buat menyambung pertemanan ini,"
Aldi penasaran dengan Iqbal. Apa sekarang Iqbal menyerah hanya dengan Salsha menjadi pacarnya? Semudah itu? Tapi kenapa Aldi tidak rela jika lawannya secepat ini mengatakan jika dia kalah. Ini tidak seru.
"Kenapa?" tanya Salsha bingung, Aldi diam saja dan melamun setelah menanyakan bagaimana hubungannya dengan Iqbal. "Enggak, gue enggak kenapa-kenapa," Salsha menganggukan kepalanya tidak berpikir jauh.
"Gimana hubungan lo sama Tania, apa masih baik-baik aja?" Aldi terdiam cukup lama tidak menjawab. Aldi menatap wajah Salsha snagat serius sampai masuk dalam tatapan dalam Salsha padanya. "Apa? Ada yang aneh sama gue?" Aldi menggelengkan keoalanya jika itu tidak ada.
"Gue masih baik-baik aja sama Tania," Salsha tersenyum tipis sekali. "Apa lo menyalahi perjanjian lo sendiri ke gue?" Aldi menggelengkan kepalanya jika yang dia maksud bukan seperti itu. "Enggak sama sekali, gue enggak memberikan celah sedikitpun ke Tania, cuma Tania enggak sampai jauhi gue seperti Iqbal jauhi lo," Salsha menganggukan kepalanya pelan.
Bodoh sekali, satu fakta kembali Aldi tutup-tutupi dari salsha rapat sekali. Soal Aldi memberi waktu luang untuk Tania? Apa itu masih baik-baik saja jika Aldi sudah punya pacar resmi?
"Jadi, apa keputusan yang lo bilang ke Tania? Apa lo benar-benar bilang jauhi Tania kaya gue bilang jauhi Iqbal dari gue?" Aldi menggigit bibirnya cukup gugup.
"Sal, gue--" Salsha menggelengkan kepalanya saat Aldi akan menjawab jika yang dikatakannya tidak setegas yang Salsha katakan pada Iqbal. "Al, lo enggak melakukan apa yang gue lakukan ke Iqbal. Apa gue masih harus mengharapkan hubungan yang sama seperti apa yang gue harapkan dari tahun ke tahun?" Aldi tersedak ludahnya sendiri mendengarnya.
"Gue sayang sama lo," Salsha menganggukan kepalanya. "Gue tahu dan gue ngerti," jawab Salsha dengan santai. "Gue bukan butuh omongan lo aja, gue butuh bukti. Dan lo harus tahu itu," Aldi menganggukan kepalanya refleks saja.
"Kebanyakan cewek suka bukti daripada janji," sambung Aldi meyakinkan Salsha. "Mau kemana? Ke bioskop atau ke tempat lain?" tanya Aldi memberi pilihan pada Salsha. Aldi sukses mengalihkan pertengkaran seperti ini pada Salsha sekarang.
"Bioskop, gue lama banget udah enggak nonton bareng lo lagi," jawab Salsha dibalas senyum lebar milik Aldi. "Iya, mau film apa? Gue yang pesan dan beli cemilannya lo duduk aja di ruang tunggu," Salsha menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya seperti mengatakan 'oke'.
Keduanya berdiri dan mulai pergi menjauh dari restoran Mall tersebut untuk menonton bioskop. Mata Salsha teralihkan dengan melihat seseorang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya.
Seperti Iqbal, tapi Salsha tidak yakin jika itu Iqbal. Salsha masih terus mengikuti Aldi namun arah matanya melihat pada seseorang yang berjalan melewatinya.
DUG. Salsha menabrak punggung Aldi karena Aldi berhenti mendadak, Aldi membalikan tubuhnya memeriksa keadaan Salsha. "Lo baik-baik aja?" Salsha menganggukan kepalanya.
"Lo kenapa?" tanya Aldi mulai khawatir. "Apa kita pulang aja kalau lo udah ngantuk?" sambung Aldi membuat Salsha menggelengkan kepalanya.
"Enggak-enggak, tadi gue enggak sengaja lihat teman sekolah tapi pas gue lihat lagi udah enggak ada, sorry tadi nabrak. Gue enggak begitu fokus jalannya," Aldi menganggukan kepalanya tidak keberatan dan mengelus puncak kepala Salsha dan dahinya.
"Semoga besok lo enggak amnesia ya gara-gara nabrak gue dan enggak tahu gue itu pacar lo," ucap Aldi mendramatisir keadaan, Salsha tertawa kecil mendengarnya. "Lo lebay banget, mana ada gue langsung amnesia," Salsha memutar bola matanya malas sedikit tersenyum.
"Kenapa? Itu wajar, gue cuma takut lo sakit dan gue jadi sendirian. Masa punya pacar berasa jomblo di sekolah. Kan enggak seru," Salsha melirik Aldi tidak minat dan berdecit.
"Ada Tania kalau lo mau," Dan sekarang Aldi yang memutar bola matanya malas. "Tania itu teman gue, pacar gue kan lo," Salsha tersenyum tipis saat Aldi menegaskan hubungannya.
"Oh ya?" Aldi menganggukan kepalanya dengan cepat, Salsha terkekeh melihatnya. Salsha mengelus puncak kepala Aldi dan merapikan rambutnya.
"Lo kelihatan seperti orang kalau gini," Aldi tersenyum dipaksakan. "Jadi selama ini gue bukan manusia?" tanya Aldi menuntut jawabannya. "Sedikit," jawab Salsha mempraktekannya dengan jarinya.
"Lo tahu Al, selain lo sempurna, posesive, banyak yang suka dan banyak juga yang lo bisa. Lo kelihatan di mata gue bukan manusia, melainkan malaikat," Aldi menggelengkan kepalanya dengan mengekus kepala Salsha oelan sekali.
Wajahnya sedikit memerah menahan sedikit malunya. Aldi membelakangkan rambutnya untuk memperlihatkan wajahnya pada Salsha lebih jelas.
"Gue malaikat di mata lo?" tanya Aldi memastikan jika pendengarannya tidak salah, Salsha menganggukan kepalanya. "Iya," Aldi tertawa lepas mendengarnya. "Pasangan malaikat di bumi memangnya apa?" Salsha sedikit berpikir keras, namun dia menggelengkan kepalanya.
"Enggak ada, karena malaikat memang enggak ada pasangannya," Mata Salsha menyipit mendengarnya. "Gue bukan malaikat, gue manusia yang membutuhkan manusia lain untuk membuatnya sempurna," Salsha menggelengkan kepalanya ringan.
"Lo enggak pura-pura suka sama gue kan? Atau sekarang lo lagi maksain diri lo sendiri buat pura-pura suka sama gue?"