Chereads / PICK LOVE [INDONESIA] / Chapter 23 - PERKARA PRINSIP COWOK LAWAN CEWEK

Chapter 23 - PERKARA PRINSIP COWOK LAWAN CEWEK

"Besok gue jemput," Salsha menganggukan kepalanya saat Salsha baru saja selesai mengantarnya pulang. "Ya," Aldi tersenyum mendengarnya.

"Gue janji enggak akan bawa Tania," Salsha menganggukan kepalanya sedikit tidak ikhlas. "Harusnya memang enggak ada Tania di hubungan ini," jawab Salsha sekenanya.

"Apa yang lo pikirkan? Kalau enggak ada Tania gue enggak akan bisa menyadari perasaan gue sama lo secepat ini," ucap Aldi membuat Salsha terdiam cukup lama. "Apa setelah lo dekat sama Tania lo bisa tahu kalau selama ini lo sayang ke gue?" tanya Salsha penasaran, Aldi menganggukan kepalanya. "Iya, kurang lebihnya kaya gitu,"

Salsha melihat Aldi tidak nyaman, apa yang seharusnya Salsha rasakan. Menjadi berterimakasih atau justru tidak suka. Apa maksud Aldi jika Tania tidak ada Aldi tidak akan menembaknya dan membuat keputusan berani dengan berpacaran dengannya?

Ini rumit bagi Salsha, tapi dia berusaha menerimanya dengan pelan. "Sana pulang, hati-hati di jalan," usir Salsha pada Aldi agar cepat pulang ke rumahnya.

"Apa selama gue sama lo sahabatan bertahun-tahun dan sekarang kita pacaran enggak ada sedikitpun rasa buat lo merubah atau menambahkan kebiasaan lo ke gue?" Alis Salsha menyatu bingung. "Apa maksud lo?" Aldi menggelengkan kepalanya samar.

"Lupakan," Salsha menganggukan kepalanya, dia berjalan untuk masuk ke rumahnya. "Benar-benar enggak ada yang istimewa?" tanya Aldi lagi membuat Salsha terdiam dari langkahnya. "Apa mau lo, apa maksudnya. Bilang aja, cewek enggak dilatih buat peka sama cowok," Aldu berdecit sekarang, oh inikah yang harus dia pelajari dari pacarnya.

"Apa cewek harus se egois itu buat sedikit-sedikit belajar memahami juga?" Salsha menggelengkan kepalanya pelan. "Al, apa selama ini lo hidup, hidup lo cuma untuk menerima balasan? Bukankah hukum alam cowok memang memberi tanpa menerima imbalan. Kenala lo enggak?" tanya Salsha kesal pada Aldi.

Apa salahnya jika Salsha sedikit tersinggung. Bukankah perempuan memang harus seperti itu. Menjadi manja, dimanjakan, dan mendapat apa yang dia butuhkan tanpa meminta.

Laki-laki itu. Aish, Salsha bahkan tidak bisa menjelaskannya lebih lembut. Aldi selalu memaksa menginginkan kembali apa yang dia berikan pada Salsha. Dan Salsha rasa apa semua pacar laki-laki meminta hal yang sama pada pacar perempuannya? Ini perlu Salsha pertanyakan mulai sekarang.

"Sal, pemikiran egois kaya gini yang harusnya dihapus dari pikiran cewek. Enggak semua laki-laki harus dibodohi sama cinta bodoh kaya gini. Bukankah berpacaran harus saling memberi dan menerima. Kalau memberi dan enggak menerima itu tandanya hanya ada cinta satu arah, apa lo enggak cinta sama gue?" tanya Aldi dengan suara sangat pelan.

"Al, gue tahu semua cewek egois dihubungan mereka. Mereka paling enggak suka cowoknya dekat sama cewek lain, mereka enggak suka cowoknya terus menilai kalau pemikiran umum cewek dianggap membodohi cowok. Kita kaum cewek enggak memandang kalau cowok harus memberi aja, tapi bukankah memang cowok harus memberi. Kalau enggak mau ya enggak apa-apa. Kaum cewek enggak memaksa buat diberi, kita menerima. Tapi kalau penilaian lo memberi dan menerima secara bersamaan enggak semua cewek bisa melakukan hal yang seperti itu," Aldi memutar bola matanya.

"Sal," Salsha menggelengkan kepalanya pelan sekali tidak ingin diputus pembicaraannya. "Al, gue tahu ini sensitif. Pembahasan ini sensitif semakin lo memperkutiknya lo akan semakin enggak suka sama hubungan ini. Tegas aja, lo mau lanjut atau stop di sini kalau lo keberatan sama hubungan ini," Aldi menggelengkan kepalanya menolak.

"Sal, gue bukan keberatan sama hubungan ini. Gue berusaha meluruskan," ucap Aldi tegas jika maksudnya bukan seperti apa yang Salsha pikirkan tentangnya. "Cewek memang tulang rusuk, dia bengkok dan akan terus bengkok. Cewek tulang punggung kan? Kenala lo enggak mau menyesuaikan dengan fungsinya?" Aldi terdiam sekarang, cukup lama.

Bahkan dia tidak bisa berpikir apa yang mereka berdua bicarakan. "Sal, gue tahu dan gue paham betul apa maksud lo. Gue cuma berbicara gimana lo dan gue memiliki ke keras kepalaan yang sama kerasnya. Sorry, mungkin diawal gue enggak bisa ngalah, mulai besok gue mau kok. Percuma juga gue berdebat kalau pada dasarnya dihubungan, cowok yang selalu salah," Salsha menajamkan matanya.

"Al, apa selama ini lo terus ngalah sama gue karena lo memposisikan cowok selalu salah di mata cewek?" tanya Salsha sedikit curiga dengan apa yang Aldi lakukan padanya.

Terus mengalah? Ah ralat. Aldi selalu menuruti apa mau Salsha dan dia juga egois.

"Apa lagi, bukankah semboyannya emang begitu?" Salsha menggelengkan kepalanya tegas. "Ada yang salah sama apa yang lo pahami selama ini. Kalau yang lo pakai prinsip itu lo akan terus ngikutin apa mau cewek tanpa tahu kalau dia salah. Apa lo akan begitu juga?"

"Sal berhenti egois, gue tahu ini masalah sepele dan gue juga tahu kalau masalah seperti ini sangat biasa. Kenapa lo menganggapnya serius," ucap Aldi terlihat sangat santai membucarakannya. "Awalnya gue enggak mau memperpanjang, tapi semakin lo bicara lo semakin ngelantur dan memojoknya gimana cewek dihubungan mereka. Asal lo tahu aja, cewek enggak seburuk itu. Merkea bisa saling menguatkan, mengerti dan percaya. Gue awalnya mau gitu sama lo, tapi semenjak lo enggak tegas sama Tania gue mulai ragu satu point sama lo," ucap Salsha masih menatapnya cukup kesal.

"Ada apa? Gue gue cuma berteman sama dia," Salsha majukan bibirnya mengejek jawaban Aldi. "Lo pikir sebelum kita sahabatan lo gue sama lo pakai status apa? Teman kan?" Aldi memutar bola matanya malas.

"Cemburu lo berlebihan," jawab Aldi menanggapinya. "Emang, tapi gue tahu kalau gue cemburu sama orang yang tepat. Lo membuka akses dan lo menganggap Tania baik-baik aja," Aldi menghela nafasnya berat.

"Sal, gue enggak ada apa-apa sama Tania," Salsha menganggukan kepalanga setuju-setuju sjaa. "Gue masuk dulu, lo pulang sana. Hati-hati di jalan. Setelah perdebatan ini gue rasa lo akan semakin tahu seberapa kerasnya gue sama argumen lo tentang gue,"

"Jangan anggap gue cewek lemah yang akan terus baik-baik aja lo permainkan, mungkin awalnya gue oke-oke aja lo dekat sama Tania saat kita enggak pacaran. Sekarang statusnya beda, gue punya hak tersendiri buat negur dan marah sama lo. Jangan buat gue marah cuma karena Tania dan Tania," Salsha membalikan badannya berjalan menuju pintu utamanya untuk masuk.

"Lo harus jauhi Iqbal," ucap Aldi membuat Salsha sedikit terkekeh. "Apa selama ini Iqbal sama gue masih saling menempel?" Pertanyaan Salsha membuat Aldi tersedak.

"Tania yang masih menempeli lo kaya benalu, apa lo pikir gue enggak tahu seberapa baiknya lo respon dia daripada gue? Gue punya mata Al, ingat. Gue pacar lo, bukan sahabat lo lagi," Salsha menutup pintu rumahnya cukup keras.

Dia marah sebenarnya, tapi perasaakn kesal dan dongkol di dalam hatinya lebih menyelimuti Salsha.

Aldi menghela nafasnya cukup lelah, pergi berdua dengan Salsha pertama kalinya dengan status yang berbeda benar-benar menguras energinya. Bahkan ini lebih rumit dari yang dibayangkannya.

Aldi kembali masuk pada mobilnya untuk pulang, dia mengeluarkan ponselnya diletakan di kursi samping kemudinya.

Baru saja Aldi menyalakan mesin mobilnya Aldi sudah dibuat terkejut dengan suara notifikasi pesan miliknya.

Aldi mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan padanya. 'Salsha_luv'

'Lo enggak marah kan? Sorry buat tadi,' Aldi tersenyum membacanya. Benar dugaan Aldi jika Salsha hanya lelah dan mungkin tanggal merahnya. Aldi tidak keberatan, dia mengetik sesuatu untuk membalasnya.

'Gue juga minta maaf buat lo emosi, jangan lupa bersih-bersih sebelum tidur. Mimpi indah,' Aldi berhasil mengirimkannya dengan senyum lebar di bibirnya.

Ini melegakan, nafasnya yang awalnya berat menjadi semakin ringan. Dia membunyikan klakson mobilnya untuk berpamitan pulang pada Salsha dan berjalan keluar untuk pulang.

Di seperempat perjalannanya Aldi kembali mendapat pesan, tangannya mengambil ponsel miliknya dan diletakan di kap mobilnya. Saat suasana malam macat, Aldi mencuri waktu untuk melihatnya. Ini dari Tania.

'Al, bukannya lo udah janji buat jemput gue besok?'

Aldi menghela nafasnya berat. Apa yang harus dilakukannya besok. Ini menjadi semakin rumit.