Langit malam yang dingin dengan bintang-bintang yang menghiasinya. Malam ini seorang perempuan remaja tengah menyendiri di balkon kamarnya menatap langit yang begitu indah baginya.
"Langitnya cantik banget, apalagi bintangnya, bikin langitnya tambah cantik," ujarnya sembari tersenyum penuh kekaguman dari bola matanya yang indah itu. Siapa saja pasti akan merasa terpana dengan keindahan matanya yang begitu terpancar tersebut.
"Hmm ... Via jadi pengen banget milikin satu bintang yang ada diatas sana, mereka kaya pelengkap keindahan langit."
Panggil saja Via atau Vivi. Namun, lebih baik panggil saja Via, karena Via takkan suka jika ada yang memanggilnya Vivi, selain Ibunya sendiri.
"Ibu juga indah seperti Langit dan cantik seperti Bintang." Lanjutnya dengan posisi yang masih berdiri didekat pagar sembari memandang ke atas menatap langit malam hari. Senyumannya tentu saja masih mengembang membuat Via terlihat semakin cantik.
"Vivi suka Langit dan Bintang, ya?" Suara yang tiba-tiba menyahut membuat Via sedikit terkejut, ia langsung berbalik ke arah dalam kamar dan ternyata itu adalah Ibunya.
"Ibu?" Via tersenyum dan langsung berhambur kedalam pelukan Ibunya itu. Satu hal yang harus kalian tahu, bagi Via dekapan hangat dari Ibunya sendiri itu adalah tempat ternyaman ketika kembali. Dimana ketika Via merasa senang, sedih atau bahkan sedang sakit sekali pun, obat terampuh baginya hanyalah dekapan hangat sang Ibu.
"Menurut ibu, Vivi juga cantik seperti Bintang dan indah seperti Langit." Ibu Via berucap sembari mengusap rambut hitam legam putrinya itu. Dengan penuh sayang, ia rela mempertaruhkann segalanya demi putri tersayangnya, Via.
Via yang masih bertahan dalam dekapan Ibunya dan sedang betah menatap langit pun, kini mendongakkan kepala menatap Ibunya dengan ekspresi yang menggemaskan. Siapapun yang melihatnya akan gemas dengannya dan tidak ada yang bisa marah kepadanya, termasuk Ibunya sendiri.
"Kenapa?" tanya Via dengan polos
"Karena Vivi terlahir dari seorang ibu yang cantik seperti Bintang dan indah seperti Langit," jawab Ibu Via kemudian mengecup pipi putrinya itu dengan lembut menyalurkan betapa besarnya kasih sayang seorang ibu.
"Ibu, Via sayang banget sama Ibu!" ujarnya kemudian Via membalas kembali kecupan singkat itu dipipi Ibunya, lalu sedikit mengeratkan dekapannya.
"Iya, Ibu juga sayang banget sama Vivi," jawab Ibu Via sembari tersenyum karena gemas dengan tingkah Via.
Kalian harus tahu bahwa Via memang selalu seperti itu jika sudah diberi kecupan oleh Ibunya. Mungkin bagi Via itu sudah menjadi rutinitasnya yang memang mengharuskan bagi dirinya untuk selalu seperti itu ketika sedang bersama Ibunya.
Apapun itu, siapapun dia, maka seseorang harus tahu apa yang memang Via suka dan tidak disukainya. Bingung? Mungkin semacam peraturan yang harus orang lain tahu tentang seorang Via.
Via memang anak seumuran remaja pada umumnya, tetapi ia adalah seorang anak yang berbeda. Sangat-sangat berbeda dengan anak remaja biasanya, seperti memiliki keistimewaan tersendiri pada diri Via.
"Vivi," panggil Ibunya pada Via.
"Iya, Bu?" jawab Via dengan suaranya yang lucu.
"Kenapa Vivi belum bobo?"
"Via masih pengen lihat Langit sama Bintang, Bu. Via suka banget." Jujur Via begitu antusias. Sementara itu Ibu via tersenyum manis mendengar ungkapan Via.
Memang sedari kecil Via sangat menyukai Langit dan Bintang. Sampai-sampai setiap malam sebelum tidur, Via selalu memintanya untuk menemani Via melihat Langit dan Bintang. Dengan senang hati Ibu Via menemaninya, apa pun itu yang menyangkut Putri tersayangnya pasti akan ia lakukan sebisanya.
"Hm... tapi ini udah malam, lho, Sayang. Sebaiknya Vivi tidur, ya? Besok bisa bantu Ibu masak, gak?" Via yang mendengarnya langsung antusias.
"Apa? Masak? Iya, mau banget, Bu!"
"Yaudah, kalau gitu Vivi sekarang bobo, ya?" Bujuknya. Via pun mengangguk sembari tersenyum. Tidur Via sangat terjadwal, segala sesuatunya diatur dan dididik dengan baik oleh sang Ibu.
"Yuk, kita masuk. Udara malam dingin, gak baik lama-lama diluar. Nanti Vivi sakit, Ibu jadi sedih." Via langsung menatap sendu setelah mendengar ucapan Ibunya.
"Vivi gak mau bikin Ibu sedih, Maafin Vivi ya, Bu?"
"Iya, gapapa, kok. Asal Vivi selalu nurut dan jujur sama Ibu, ya?" Via pun tersenyum mengangguk.
Mereka pun akhirnya masuk ke dalam kamar. Via menaiki tempat tidurnya dan menarik selimutnya sampai sebatas leher dengan bantuan Ibunya.
"Good night, Sayang." Kemudian Ibu Via mengecup kening Via dengan sayang. Via pun memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut.
"Iya, Ibu juga."
Via memberikan senyuman termanisnya, saat melihat Ibunya yang hendak mematikan lampu, ia kembali berucap.
"Ibu, Via cinta banget sama Ibu."
"Iya, Sayang. Ibu juga." Ibu Via terkekeh karena gemas dengan sikap Via yang menurutnya begitu lucu. Sampai ia berharap suatu saat ada yang bisa membahagiakannya dikemudian hari, menggantikan dirinya sebelum tiada.
Karena bagaimana pun kita takkan pernah tahu, kapan Tuhan akan membawa kita kembali kesisi-Nya.
Via memang selalu seperti itu, baginya setiap hari adalah kewajiban untuk via mengungkapkan cinta kepada ibunya, termasuk sebelum tidur di setiap harinya.
Jika tadi setelah dikecup Via mengucapkan sayang maka sebelum tidur Via akan selalu mengucapkan cinta kepada ibunya. Menggemaskan bukan?
Ibu Via pun mematikan lampu kamar Via dan berjalan membuka pintu dan menutupnya kembali. Dibalik pintu kamar Via, tiba-tiba air mata mulai lolos begitu saja. Siapa yang tahu bahwa seorang single-parent seperti Ibu Via menjalani semuanya dengan tegar.
Membesarkan, menjaga serta mendidik seorang anak sedari bayi sampai Via sudah menjadi gadis remaja yang cantik. Tanpa seorang suami dan kasih sayang seorang ayah yang tidak pernah Via dapatkan.
Semua itu Ibu Via lakukan hanya demi Putri satu-satunya itu. Ia ingin Via selalu bahagia, jika kelak dirinya tiada maka ia hanya bisa berharap ada seseorang yang mungkin dapat menjaganya dan membahagiakannya sebesar perjuangannya selama ini.
"Semoga kamu selalu bahagia ya, Sayang," gumamnya kemudian ia menghapus sisa-sisa air mata yang mulai mengering dipipinya.
Kembali menunjukkan senyum kepada dunia bahwa dirinya bahagia bersama Putrinya. Apapun yang terjadi pasti akan ia perjuangkan untuk Via.
Ibu Via memutuskan tidak akan menikah lagi. Setelah perceraian itu, Ibu Via memutuskan hanya akan fokus menjaga Via sampai Via menjadi gadis dewasa dan menikah dengan orang yang baik dan benar-benar bisa menjaganya.
Seketika ia lupa bahwa ia harus segera tidur karena besok ada beberapa pekerjaan yang harus dirinya urus sebagai seorang Single-parent.
Ia pun berjalan menuju pintu di dekat dapur, dimana kamarnya berada. Tetapi sebelum itu ia menuju dapur terlebih dahulu untuk mengambil air putih karena tenggorokannya terasa sangat kering sehabis menangis.
Ibu Via menghela nafas lega setelah menghabiskan satu gelas air putih itu. Kemudian kembali menuju kamarnya sendiri untuk tidur.