"Jangan berharap lebih sama gue, gue tahu ini kasar. Tapi gue cuma mau bilang kalau dengan lo percaya diri lo bisa aja jatuh dan nyakitin diri lo sendiri," Tania memutar bola matanya malas.
"Gue tahu, tapi lo ngasih waktu tiga bulan buat gue perjuangin lo selama Salsha enggak tahu dan kita baik-baik aja," Aldi menghela nafasnya cukup kasar. "Gue tahu," Tania menganggukan kepalanya mantap sekali.
"Lo yang kasih waktu gue sendiri, jangan munafik dan jangan paksa gue buat berhenti karena gue bukan pecundang," Aldi menganggukan kepalanya tidak keberatan.
"Gue mau minta tolong sama lo," ucap Aldi tiba-tiba sekali. Tania menatap Aldi dengan mata antusias. "Gue suka saat lo bilang minta tolong, gue tahu dan bisa menarik kesimpulan kalau gue bakal punya waktu banyak sama lo," Aldi diam saja.
"Lusa Salsha ulang tahun, gue mau minta tolong sama lo buat pilih kado mana yang cocok buat dia," Tania menyatukan alisnya bingung. "Bukannya kalian berdua udah lama bareng? Kenapa lo minta bantuan gue?" tanya nya bingung.
"Gue bareng bukan berarti gue tahu apa aja yang cewek butuhkan, gue enggak sampai sedalam itu buat ngerti apa aja yang dibutuhkan cewek di kehidupan sehari-harinya," Tania menganggukan kepalanya setuju.
"Lo tahu warna favoritnya?" Aldi menganggukkan kepalanya sedikit ragu. "Tahu, bukannya semua cewek suka warna merah muda? Rata-rata mereka suka" Tania memukul keningnya lelah dulu.
"Enggak semua cewek suka warna itu, gue sama sekali enggak suka," jawab Tania dengan nada tidak bersahabat. "Siapa tahu Saksha suka," Tania memutar bola matanya malas.
"Gue ragu mau perjuangin lo lebih dalam," Aldi membuang arah matanya dari pandangan Tania. "Gue bersyukur kalau lo benar-benar mundur," jawab Aldi sekenanya.
"Malem kan?" Aldi menganggukan kepalanya. "Iya, gue tahu lo suka keluar rumah malem daripada sore," Tania melipat tangannya cukup kesal.
"Gue suka keluar malem bukan berarti gue enggak bisa keluar kecuali malam juga," Aldi mengangkat bahunya tidak mau tahu lebih dalam tentang Tania. "Cewek yang keluar malam bukan berarti dia cewek enggak benar, gue lebih suka keluar malam karena suasana malam lebih romantis daripada debu dan polusi udara," Aldi memutar bola matanya malas.
"Mungkin ini keterlaluan, tapi gue rasa lo emang takut sebagian kulit lo hitam kalau keluar siang atau malam," Tania berdecit kesal mendengarnya. "Waktu gue enggak seflaksible itu," sahut Tania kemudian.
"Lo lebih suka nego," komentar Aldi membuat Tania menatapnya datar. "Lo beda dari Salsha, dia mau kapan dan di mana aja,"
"Gue bukan Salsha dan gue bukan orang yang suka lo banding-bandingkan gue sama cewek lain. Gue beda dan gue enggak bisa disamakan karena gue emang bukan dia," kesal Tania menggigit bibirnya menahan kesal. "Kenapa gue bicara fakta," ucap Aldi membuat Tania cukup kesal sekarang.
"Lo yang salah kalau lo sayang juga sama gue, ini buktinya. Lo pacaran sama Salsha dan lo minta jalan sama gue. Gue rasa Salsha enggak salah lebih nyaman sama Iqbal karena dia berkomitmen. Lo aja masih plin-plan sama perasaan lo gimana Slasha mau seyakin itu sama lo?" Aldi memutar bola matanya malas.
"Makasih tumpangannya, kalau mau merendahkan jangan berlagak manis dulu lalu diludahi, lain kali kalau mau cari pelampiasan jangan ke gue. Enggak mempan soalnya," Tania membuka pintu mobil Aldi cukup kasar.
"Wait? Lo lupa? Lo yang ngejar gue, bukan sebaliknya," Tania berdecit sebal mendengarnya.
°°°
"Ada apa?" tanya Iqbal bingung saat sepupu jauhnya datang ke rumahnya dengan wajah sangat kesal. "Gue kesal banget sama Aldi," adunya dengan wajah tidak santai.
Dia berjalan masuk ke ruang tengan, dengan piyama tidur warna putih dan sandal berbulu kelinci putihnya juga.
"Kenapa? Bukanya lo masih punya banyak waktu?" Tania menganggukan kepalanya jika yang dikatakannya memang benar. "Gue di ajak Aldi pergi nanti malam," Iqbal menghela nafasnya cukul kesal.
"Kenapa lo marah?" tanya Iqbal bingung, bukannya senang. Di ajak gebetan pergi bukannya itu mengasikan.
"Aldi akhir-akhir ini kasar sama gue, enggak kaya sebelum gue kenal sama dia," Iqbal tertawa mendengarnya. "Aldi emang kasar, cuma persen romantisnya kadang-kadang berlebihan," Tania menganggukan kepalanya sangat setuju.
"Kayaknya gue enggak bisa bantu lo sampai Salsha jadi pacar lo. Aldi susah di ambil hatinya, dan gue rasa enggak akan mungkin juga bisa dapatkan dia dalam waktu dekat ini. Dia keras kepala," Iqbal mengambil minuman kalengnya dan memberikan pada Tania.
"Bukannya tadi lo bilang diajak jalan sama Aldi?" Tania menganggukan kepalanya jika itu memang benar. Dia mengambil minuman kaleng itu, membuka dan meminumnya sedikit.
"Aldi ngajakin gue jalan dengan alasan yang sama," Iqbal menghela nafasnya mengerti. "Enggak ada usaha yang mengkhianati hasil, mungkin lo butuh lebih keras lagi buat dapetin Aldi. Dan gue butuh lebih-lebih keras lagi dari yang lo usaha lo sekarang,"
Iqbal tersenyum lebar tiba-tiba, dia memukul kepala Tania cukup keras. "Lo kenapa mukul gue?" kesal Tania saat sedang minum hampir tersedak.
"Lo masih punya waktu kan? Perjuangkan aja terus, sampai luluh," Tania menganggukan kepalanya patuh. Dia memang tahu pada siapa dia melakukannya.
"Selain gue peejuangkan Aldi, gue harap lo perjuangkan Salsha dengan mengeblok Salsha buat jangan ketemu sama Aldi," Iqbal menengadahkan kepalanya pada sandaran sofa. "Kalau itu gue enggak bisa jamin,"
"Gue enggak tahu mau sampai kapan gue bisa peejuangkan Salaha kalau akhirnya selu gue yang suka sendirian," Iqbal menaruh kaleng minumannya ke atas meja.
"Gue tekankan lo buat terus perjuangin aldi karena dia suka sama lo. Gue sama Salsha beda, Salsha sayang sama Aldi dan nyaman sama gue. Dia enggak punya perasaan apapun sama gue. Gue jatuh cinta sendiran disini," ucap Iqbal menegaskan statusnya pada sepupunya.
Tania menganggukan kepalanya paham dengan apa yang sedang Iqbal rasakan. "Gue bisa perjuangkan apapun yang bisa gue dapatkan biar lo juga bisa dapat apa yang lo harapkan," Iqbal tersenyum lebar, dia berjalan mendekat pada Tania dan mengelus puncak kepalanya pelan.
"Gue enggak tahu harus bilang terimakasih dari mana sama lo, gue cuma bisa terus-terusan semangatin lo," Tania menghela nafasnya pasrah.
"Gue cuma mau lo tahu diri dan bisa balas budi disaat gue butuh bantuan lo," Iqbal menganggukan kepalanya tidak keberatan.
"Gue enggak bisa bantu kalau soal saham, gue enggak akan main-main sama uang Perusahaan. Seenggaknya gue bantu urusan Transportasi," Tania tersenyum puas mendengarnya.
"Semua tiket penerbangan?" Iqbal menganggukan kepalanya tegas skeali. "Gue ada koneksi, gue bisa bantu pernyiapan tiket kemana aja lo mau pergi. Syaratnya cuma lo berhasil sama Aldi dan gue sama Salsha," Tania menganggukan kepalanya senang. "Gue paham sekarang,"
"Gue ada ide," ucap Tania tiba-tiba membuat Iqbal menyatukan alisnya bungung. "Apa?"
"Lusa lo bisa siapkan oenerbangan ke sini buat satu orang? Atas nama Kania. Gue butuh dia," Iabal menganggukan kepalanya tidak keberatan sama sekali.
"Gue punya tugas besar buat lo juga,"